Love Doesn’t Care About Appearance
Character: Mahesa Randika Saputra, Putri Aulia Jasmin
Pictures: Pinterest
---Putri POV---
Sistem piket di sekolahku lumayan unik. Kami akan mengundi dua anak untuk membersihkan kelas tiap pulang sekolah dalam waktu seminggu. Maka dari itu, kerja sama sangat dibutuhkan agar pekerjaan bisa cepat selesai.
Tapi... Tidak untuk kami! Kami benar-benar tidak bisa saling membantu satu sama lain. Sial, dari semua orang mengapa harus dia sih yang menjadi rekan kerja piketku?
“Putri, lihat. Mirip kamu.” Aku melihat ke papan tulis, gambar gorilla yang dibuat dengan kapur membuat wajahku dipenuhi oleh perempatan. Aku menghampiri partnerku, dengan cepat mengambil penghapus dan menghapus semua gambar di papan tulis.
“Kerja! Jangan main-main, pengen pulang gak sih?”
Mahesa, cowok paling menyebalkan yang pernah aku temui. Orang yang gak pernah mau diajak serius dan berujung bercanda. Gak peka apalagi sama perempuan yang pernah nembak dia. Orangnya juga agak usil dan suka mengejek teman-temannya. Meski begitu, temannya lumayan banyak. Apa karena dirinya yang terbuka dan mudah bergaul makanya banyak orang menyukainya.
Aku benar-benar membencinya!
“Dih, aku kerja kok. Aku tadi udah beresin meja sama kursi, udah buang sampah. Sekarang nyantai dong.”
Begini nih, kasih alasannya banyak banget kalau udah urusan sama kerjaan. Aku menghela napas, buang tenaga kalau debat sama Mahesa. Gak akan ada habisnya, aku yakin.
Aku kembali melanjutkan menyapu, setengahnya lagi dan selesai! Aku bisa pulang dan beristirahat... Ya, beristirahat sementara karena besok aku mesti bersama dia lagi. Minggu ini dua orang yang dipilih untuk piket adalah kami berdua.
Pintu terbuka, memperlihatkan dua sosok pria. Oh mereka sekelas denganku. Aku mengabaikan mereka, jangan menunda waktu lebih lama lagi. “Mahes, udah selesai belum pike—Wha?! Ada Putri juga toh.”
Aku menatap tajam kedua teman sekelasku, kasar sekali ucapan mereka. Apa mereka menganggapku hantu? Jika aku beneran hantu, aku akan menggerayangi kalian setiap malam. “Berarti belum ya. Nanti kita tunggu di lapangan, Mahes. Semangat piketnya!” ucap mereka lalu berlari terbirit-birit meninggalkan kami. Apanya yang semangat? Kalian menyemangati orang yang bahkan kerjaannya daritadi cuma gambar gak jelas di papan tulis. Awas aja kalau sampai kapurnya habis, aku yang kena salah, bodoh!
Mahesa melambaikan tangan kepada kedua temannya, lalu kembali menggambar. Cih, aku menghampiri cowok menyebalkan itu, melempar sapu ke mukanya. “Kerja, nih nyapu!”
Aku mengambil tasku, memasukkan barang-barangku ke dalam. Bukan mau kabur, ini biar kalau udah selesai langsung pulang. Aku melihat Mahesa, ya dia menurut juga. Bagus deh, tumben gak protes juga. Capek ngomong kah? Setelah memasukkan buku terakhir ke dalam tas, aku berbalik. Tidak ada siapapun disini selain aku. Hanya ada sapu yang diletakkan di samping papan tulis. Aku melempar tasku ke luar jendela kesal. Bisa-bisanya dia kabur!
“MAHESAA!!”
Gawat! Saking kesalnya aku sampai melempar tas ke luar jendela. Aku mencari tasku dan ketemu! Dekat kursi panjang yang sedang dipakai anak-anak cowok untuk meletakkan tas mereka. Semoga gak diambil, setelah menaruh alat kebersihan di loker belakang. Aku segera berlari ke tempat tasku terdampar.
Sampai di sana, aku tidak menemukan tasku! Dimana dia? Aduh... Gara-gara Mahesa sih!
“Mahes, itu tas nya siapa?”
“Oh, gak tau. Tiba-tiba muncul deket kursi.”
“Lah, punya orang kali. Coba ke ruang guru nanti mereka kasih pengumuman. Lagian anak macam apa ninggalin tasnya disini?”
Aku mencari ke arah sumber suara. Mataku menangkap dua sosok yang satunya benar-benar sangat aku kenali. Mahesa, tangan kirinya memegang kamera dan tangan kanannya memegang tasku. Aku berjalan cepat mendekati mereka.
“Tapi kayaknya punya Putri, ada gantungan kunci bunga di resletingnya.”
“Putri? Oh si tomboy itu?”
“Iya, orang yang gak ada manis-manisnya, suka marah, kadang sampai nendang atau mukul orang. Walau dia anak beladiri sih. Tetep aja jadi perempuan mesti anggun.” Aku terdiam, perkataan Mahesa membuatku semakin emosi. Memangnya kenapa kalau aku tidak anggun? Aku perempuan apa adanya. Itu kalian sendiri yang selalu cari cewek yang manis, cantik, bening, mulus kayak bihun. Sedangkan aku diejek habis-habisan.
Dengan menahan amarah, aku memukul punggung Mahesa. Menyambar tasku dari tangannya.
“Putri!”
Kembali aku memukul kedua pipi Mahesa dengan tasku, “ya maaf aja kalau aku gak anggun! Puas kau?!” teriakku lalu berlari meninggalkan area sekolah.
~~❤️~~
Ngeselin! Padahal Cuma Mahesa! Dia kan begitu orangnya. Suka ngejek orang. Tapi kenapa aku kesalnya kayak mau bunuh dia sih? Aku berjalan cepat menuju rumah.
“PUTRI!”
Aku tau suara ini! Mahesa, aku berlari sekencang-kencangnya agar dia tidak bisa mengejarku. Eh, tapi kalau diingat-ingat Mahesa kan juga jago olahraga. Ah bodo! Lari aja yang penting!
Tempat kaburku adalah taman, aku bersembunyi di balik mesin minuman.
“Aduh dimana dia?” aku bisa mendengar jelas suara napas Mahesa. Dia kelelahan ya? Kau masih kalah denganku yang seorang anak ekskul bela diri, bodoh!
Aku tersentak kaget saat Mahesa memukul mesin minuman yang menjadi tempat persembunyianku. Untung saja aku tidak berteriak. Kalau iya habis sudah.
“Put, aku tahu kamu disini. Jago banget sih sembunyi nya? Yaudah lah... Aku cuma mau minta maaf. Aku gak bermaksud ngejek kamu... Itu reflek, eh tapi sama aja sih. Yah tapi itu beneran gak ada maksud apa-apa.” Aku mengintip, Mahesa duduk di samping mesin minuman di seberang. Tatapannya terlihat bersalah, oh aku jadi merasa bersalah juga. Hah?! Ngapain juga? Kan yang salah dia!
“Keluar lah Put... Aku mau ngomong, kalau gak keluar aku telpon kamu. Aku tahu kamu disini kok.”
Mahesa sudah mengeluarkan ponselnya, gawat! Aku tidak akan sempat mengambil handphone dari tasku. Sial, dia pasti mendapatkan nomorku dari grup kelas. Arghh yasudah deh, aku keluar dari persembunyianku. Memasang muka segarang mungkin agar cowok ini tahu seberapa besarnya aku marah.
Mahesa berdiri di hadapanku, “maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf. Aku gak bermaksud ngejek asli deh.” Oh iya, dulu bukannya Mahesa pernah bilang ini. Katanya dia pengen punya pacar yang manis, imut, dan mungil. Yah udah pasti aku gak masuk semua kriterianya. Aku benar-benar bertolak belakang.
Aku menundukkan kepala, “Ya! Aku tomboy, aku gak sesuai sama standar kamu yang manis, anggun apalah itu! Udah tinggalin aku kalau kamu maunya cari cewek yang begitu! Aku... “
Belum sempat aku menyelesaikan semua kata-kataku. Mahesa sudah memelukku. Perempatan di dahiku semakin menumpuk dan menumpuk. Kurang ajar! Aku mencoba untuk mendorong tubuhnya menjauh, tapi nihil. Dia gak mundur sedikitpun.
“Jangan seenaknya memutuskan selera orang napa! Aku gak masalah meski kamu gak imut, kok.”
Aku mencubit dada Mahesa keras, reflek dia menjauh sambil mengelus dadanya. “Gak usah hibur aku! Kamu sendiri yang bilang itu dulu.”
“Dih, aku serius tahu! Aku suka kamu!”
...TENG!
HAH?! Aku gak salah denger nih, Mahesa suka aku? Aku menatap Mahesa dengan ekspresi terkejut. Dia pun sama terkejutnya, ah kayaknya dia keceplosan.
Mahesa menundukkan kepalanya, sekilas aku melihat wajahnya merona. Jadi... Selama ini apaan? Dia ngejek aku terus? Ngejek tapi ternyata suka?
“Aku suka ngejek kamu... Biar kamu perhatiin aku. Meski ujung-ujungnya dipukul atau ditendang. Aku rela kok, biar kamu notis aku.” Mahesa menutupi setengah wajahnya dengan tangannya. Telinganya merah...
Curang... Tiba-tiba ngomong suka, pas aku lagi sebel-sebelnya...
Mahesa tertawa lalu mengacak-acak rambutku. “Muka kamu pfft—aneh banget!” berisik! Aku gak tahu muka aku kayak gimana, aku gak bisa lihat muka aku sendiri sekarang tau. Aku memegang tangan Mahesa dan memutarnya. Rasain tuh!
Ternyata cowok ini memang cowok yang paling paling paling menyebalkan dari semua yang pernah aku temui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Story
RandomSekumpulan kisah one shot tentang oc dari para roleplayer gila pujian /gagitu ('▽'ʃƪ)♡ Bercanda~ Kami hanya ingin membagikan fanfiction karya kami untuk dinikmati readers dan feedback untuk meningkatkan kemampuan diri~ о(ж>▽<)y ☆ Silahkan baca jika...