Chapter II
Character: Aokaze Hayano, Sylvie Rosario Genferin
Sylvie POV
Sudah tiga hari aku tidak makan dan keluar dari kamar. Semenjak Hayano tidak dibolehkan bekerja oleh Dr. Zelta, dokter pribadi keluarga Genferin juga orang yang pernah menangani Hayano dulu. Ya, sebelum butlerku bekerja di rumah ini, dia pernah dirawat di rumah sakit karena terkena kecelakaan. Dr. Zelta bilang Hayano kehilangan ingatannya, tetapi setelah diperiksa kembali, Hayano ternyata mulai bisa mengingat sedikit demi sedikit semua masa lalunya, termasuk penyakit yang sudah dideritanya sejak kecil.
Katanya Hayano kabur dari rumah sakit karena tidak mau merepotkan pihak sana. Mereka bilang dia tidak perlu mempermasalahkan pembayaran rumah sakit, tetapi Hayano menolak untuk diperlakukan khusus hanya karena keluarganya sudah pergi dan tidak ada saudara yang mau mengurusnya. Tapi sepertinya Hayano tidak tahu kalau rumah sakit yang dia tinggal saat itu adalah rumah sakit yang dibangun oleh kakekku. Mengingat Dr. Zelta juga bekerja di luar dan masih berada di jangkauan keluarga Genferin.
Aku masih memikirkan bagaimana cara membuat Hayano bisa tetap hidup dan terus tinggal bersamaku. Kehilangan seseorang yang sudah sangat dekat menyakitkan bukan? Meski Hayano bukan orang yang terbuka dan selalu membatasi diri, aku sangat nyaman bersamanya. Menyenangkan melihat sisi lain Hayano yang jarang aku lihat.
Kedua tanganku mengepal, membayangkan tidak bersama Hayano membuatku ingin menangis kembali. Terpaksa aku menahan tangis ketika pintu kamarku diketuk. Apa itu pelayan? Mereka pasti membawakan makanan lagi. Dengan berat hati aku beranjak dari kasur, membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Hayano!"
Orang yang sejak tadi aku pikirkan sekarang berdiri di hadapanku, membawa nampan dan menatapku dengan datar seperti biasa dia lakukan. Hayano menundukkan kepala hormat. "Saya mendengar anda belum makan sama sekali, saya kesini membawakan makanan."
Aku menatap sayu Hayano. Bahkan disaat sakit pun dia masih memikirkan pekerjaannya untuk melayaniku. Ah... Aku ingin menangis kembali. Memang orang datar ini sangat berharga untukku. Aku mempersilakan Hayano masuk dan menyuruhnya menaruh nampan itu di atas nakas.
'Punggungmu yang lebar itu ternyata menyimpan penyakit yang besar, bahkan kau dulu kecelakaan sampai kehilangan ingatan. Kau hidup seorang diri tanpa ada yang mengurusmu, pasti berat ya, tetapi kau tetap bertahan hidup dan datang kesini'. Aku berjalan mendekati Hayano dan memeluknya dari belakang.
"Ada apa, young lady?" Aku merindukan panggilan itu keluar dari mulutmu. Aku melepas pelukan dan menatap Hayano sambil tersenyum, "tidak, ayo kita makan bersama. Syl ingin menyuapi Haya."
~~🍁~~
Hayano meletakkan piring kosong itu di atas nampan, dia menatap Sylvie sedang bersenandung sambil melihat ke luar jendela. Hayano menundukkan kepalanya, entah kenapa dia merasa ajalnya semakin mendekat. Apa waktunya tinggal beberapa hari? Atau beberapa jam lagi? Pria itu menghela napas, setidaknya dia ingin memenuhi keinginannya."Bintangnya indah~ "
Mulut Hayano membuka sedikit, mata birunya menatap si master dengan tatapan sedih. Apakah Sylvie sudah tahu apa yang terjadi pada dirinya? Jika belum dia ingin menceritakannya. Mereka sudah berjanji untuk saling bercerita kalau ada masalah atau sesuatu yang membebani. Tapi... Hayano tidak sanggup memberitahunya pada Sylvie. Dia tidak mau membuat masternya sedih.
"Hayano?"
Sylvie terkejut melihat Hayano mengeluarkan air mata. Dengan cepat Sylvie turun dari kasur menghampiri Hayano, dia menangkup pipi pemuda itu sembari mengusap air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Their Story
RastgeleSekumpulan kisah one shot tentang oc dari para roleplayer gila pujian /gagitu ('▽'ʃƪ)♡ Bercanda~ Kami hanya ingin membagikan fanfiction karya kami untuk dinikmati readers dan feedback untuk meningkatkan kemampuan diri~ о(ж>▽<)y ☆ Silahkan baca jika...