Bab VII : Cokelat Rasa Tahi

11 0 0
                                    

Setiap kali Valentine, aku selalu mempersiapkan diri untuk membeli satu batang cokelat untuk kuberi kepada orang-orang yang menurutku spesial. Cantika tidak luput dari daftar orang yang pernah kuberikan cokelat. Bahkan, hanya dirinya saja yang pernah kuberi cokelat. Aku sudah memberikan cokelat kepadanya sebanyak 2 kali semasa SMA. Pertama kali aku memberikannya cokelat ketika kami masih kelas 10. Ya, ketika aku masih masa-masa cemen dan merasa kampungan.

"Gak lama lagi valentine nih, Tik" kodeku kepada dirinya.

"Lalu? Mau kasih cokelat yak?" coba terka Cantika terhadap kata kata yang aku katakan tadi.

"Pede banget sih lu, Tik" elakku agar niatku memberi cokelat tidak ketahuan.

Malam sebelum valentine, aku menyempatkan diri untuk membeli satu batang cokelat untuk diberikan kepadanya. Aku hanya memegang uang sebesar Rp 15.000,-. Tidak kurang, tidak lebih. Aku memutuskan untuk membeli satu buah cokelat Kit-Kat. Meskipun kecil, setidaknya effort yang kuberi itu berharga.

Ketika di sekolah, aku melihat satu kelasku semua saling bertukar cokelat. Ada yang mendapatkan 1, ada yang mendapatkan 3, ada yang mendapatkan 5. Aku tidak percaya diri melihat semua itu terjadi.

"Kira-kira gua kasih ga ya cokelatnya?" tanyaku kepada Marvel, teman sebangkuku saat itu.

"Kasih dong, masa gak kasih sih lu. Malu cuy," kata Marvel seraya meledekku. Merasa tertantang, aku menunggu sampai pulang sekolah tiba. Menunggu momen itu membuatku berkeringat dingin. Aku terasa ingin pingsan ketika akan memberikan cokelat mini itu kepadanya.

Waktu untuk pulang sekolah pun tiba. Sudah waktunya aku untuk memberikan cokelat hasil perjuanganku itu. Semakin lama menunggu semakin membuat perasaanku semakin terguncang. Lantas aku berpapasan dengan Salim.

"Oii, Gavin" sapa Salim kepadaku yang sedang menunggu kehadiran Cantika. Aku mengangguk kepadanya, tak lama kemudian, dia datang menghampiriku.

"Cokelat untuk siapa?"

"Cantika"

"Wets, Gavin seleranya mantap juga ya. Kenapa belum ngasih?"

"Belum siap" kataku kepadanya. Dia kemudian menawarkan bantuan.

"Mau gua bantu kasih ga?"

"BOLEH BANGET. TOLONG DONG, SALIM. HEHE."

Salim lantas mengambil cokelat yang aku pegang sedari tadi. Tak lama kemudian, orang itu tiba. Salim kemudian lari ke hadapan Cantika. Aku dari kejauhan dapat mendengar.

"Tika, ini ada cokelat. Dari Gavin. Diterima ya." kata Salim.

Misi pun selesai seiring Cantika datang mengambil cokelat yang kuberi dan kemudian bergegas pulang. Aku juga pulang setelah menunaikan tugas yang diwakili oleh Salim tersebut. Sesampainya di rumah, terdapat notifikasi pesan. Cantika. Dia mengirimkan pesan kepadaku.

"Makasih atas cokelatnya ya, Vin" kata Cantika.

Aku merasa gentle setelah membaca pesan itu.

-----

Tahun kedua Cantika bersekolah di Carita Bangsa. Kebetulan aku kala itu tidak membeli cokelat untuk siapa-siapa. Aku masih terbayang dengan kehadiran Al. Hal itu yang membuatku tidak membeli cokelat untuk diberikan kepada siapa-siapa. Tahun itu memang sangat suram untukku. Aku nyaris menangis setiap mengingat kejadian ini.

Waktu menunjukkan jam 12. Kala itu sedang jam istirahat. Aku sedang berdiri depan kelasku sambil memandang sekeliling kelas. Dari arah kiri kelas, Cantika datang. Dia ditemani oleh beberapa orang temannya. Ada Ivana, Laura, Mawar, dan Lusi. Aku lihat dia membawa sebatang cokelat yang sangat besar. Aku sangat ingat sekali, Ivana, yang juga saudara dari Al mencoba untuk memanggil Al keluar dari kelas. Firasatku mulai berbicara. Ujung-ujungnya buruk pasti.

"Al, keluar sebentar dong" panggil Ivana ditambah sorak sorai dari teman-temannya. Al pun keluar.

Al pun keluar dengan tampang yang membingungkan. Tak lama kemudian, Cantika langsung memberi cokelat dengan surat yang telah disiapkan.

"Ini buat lu" kata Cantika sembari memberi cokelat raksasa itu kepada Al. Semua bersorak-sorai melihat kejadian ini. Cantika kembali tersipu malu.

Al yang awalnya memasang muka keheranan langsung bilang thank you kepada Cantika, dan segera membawa barang-barang pemberian Cantika ke dalam kelas. Cantika dan teman-temannya langsung membubarkan diri dan 'merayakan' keberhasilan Cantika dalam memberi cokelat untuk Al. Bagaimana denganku? Aku hanya dapat terdiam mematung melihat peristiwa itu. Lusi yang awalnya melihat kepadaku, seketika peka dengan perasaanku kala itu.

Setelah jam istirahat, aku belajar Geografi. Pikiranku benar-benar kacau. Aku tidak bisa berpikir dengan tenang. Aku hanya dapat terdiam sepanjang pelajaran, hingga jam dinding menunjukkan waktunya untuk pulang. Aku terdiam hingga seminggu.

Kalian bisa bayangkan bagaimana rasanya perempuan yang kalian cintai memberikan cokelat yang besar kepada orang yang kalian paling tidak sukai. Benci? Sudah pasti! Marah? Apalagi. Sedih? Pasti. Galau? Tidak perlu dibicarakan kembali. Aku semakin percaya jika masa kelas 11 adalah masa paling suram yang pernah aku lalui.

-----

Trauma ketika kelas 11 membuatku nekat. Aku membeli sebuah cokelat sebelum hari valentine brengsek itu tiba. Aku sudah menyiapkan plan. Aku meminta bantuan Nanda.

"Nan, tolong bantu gua dong" kataku kepada Nanda pada pagi hari.

"Tolong dong, Nan. Tolong bantu gua kasih cokelat ke Cantika."

"Gimana caranya?"

"Seludupin cokelat ke lokernya. Gua butuh banget."

"Lu ga berani kasih ya?"

"Tolong Nan!!"

"Yowes... Yowes..."

"Makasih Nanda. Semoga..."kataku kepadanya yang belum selesai sudah dipotong oleh Nanda.

"Halah banyak bacot bocah"

Dia akhirnya mengambil cokelat yang aku beli, Dairy Milk, kemudian meletakkannya ke dalam loker milik Cantika. Aku selalu bertanya kepada Nanda apakah cokelatku sudah diambil olehnya.

"Sudah diambil sama Tika?"

"Sudah, barusan"

"Dia nanya ga dari siapa?"

"Nanya kok"

"Lu jawabnya gimana?"

"Gua bisik ke dia bilang kalo Gavin yang ngasih"

"Terus responsnya begimana?"

"Nanti dia bakalan chat lu kok"

"Makasih ya Nanda"

Setelah pulang sekolah, kembali muncul notifikasi darinya. Cantika.

"Makasih cokelatnya, Gavin."

Aku merasa tenang setelah membacanya.

Fren(zone) :  SMA, Cinta, UnrepeatableWhere stories live. Discover now