Kini aku berada di tempat kedai kopi langgananku. Aku akan mulai menjabarkan perjuangan paling beratku selama masa SMA. Aku, Gavin Nicholas, sang pejuang sponsor untuk Cup Sekolahku.
Kok bisa sih Gavin jadi Sponsor? Bisa apa dia?
Aku yakin orang awam akan berpikiran demikian. Bagaimana bisa aku mendapatkan posisi yang cukup strategis dalam suatu kepanitiaan. Aku juga tidak tahu bagaimana bisa aku berada di posisi ini. Namun dengan aku berada di posisi ini, aku harus dapat beradaptasi dan belajar bagaimana mencapai sponsor-sponsor agar mau ikut dalam cup sekolahku.
"Bagaimana caranya saya bisa melobi sponsor-sponsor agar mau join di acara kita? saya mana berpengalaman soal ini" jelasku kepada Mr. Mark.
"Kita hanya perlu satu cara : Hubungi. Dengan menghubungi mereka, kita dapat melobi secara baik-baik mereka dan meyakinkan mereka agar mau menjadi sponsor acara kita. Paham, Nak?"
"Tapi bagaimana jika ditolak?"
"Tinggal dicari lagi yang lain. Jangan dibuat susah."
-----
Cantika? Dia hanya sebagai 'penerima tamu'. Job awalnya hanya menerima orang yang ingin mendaftar ke lomba-lomba yang telah dibuat oleh panitia. Karena kami kekurangan orang, kami terpaksa harus menjangkau dari sekolah ke sekolah, dan dia harus ikut turun.
"Hah? Lu harus ikut turun ke lapangan, Tik?"
"Iya, Vin. Liat nih gua jadi gosong karena harus turun ke lapangan. Padahal udah pakai jaket," kata Cantika kepadaku bercerita tentang kesibukannya hari itu.
"Lu baru pertama kali begitu, liat gua nih." ledek sekaligus pamerku kepadanya. Aku sudah berulang kali harus menghadap Ms. Lina, meminta izin untuk keluar mencari sponsor. Karena bosannya dia, Ms. Lina sampai pernah bilang kepadaku ketika berpapasan di koridor kelas, "Sudah dapat sumbangan berapa banyak?" Aku menjadi peminta sumbangan di matanya. Tapi tak apa, demi berjalannya cup sekolah ini.
"Kalo lu mah, memang harus dibuat jadi hitam," ucap Cantika tanpa ada rasa bersalah. Aku ingin mencoret-coret mukanya dengan spidol, tapi urung kulakukan. Aku tidak ingin dia kotor.
Setiap hari, aku selalu menunggu di depan telepon milik Tata Usaha. Ms. Dina, selaku administrator mungkin akan merasa bosan melihatku yang selalu ada di depan meja kerjanya. Aku seakan akan menjadi penunggu disana. Penunggu telepon.
Dari sekian banyak perusahaan yang telah kutelepon, tidak ada yang bisa menerima. Aku dan Mr. Mark lantas mengganti strategi kami. Kami memutuskan untuk mengganti strategi dengan cara mendatangi langsung perusahaan yang dekat-dekat sekolah. Sekolahku dekat dengan salah satu sekolah les bahasa inggris terkemuka di Indonesia. Aku mendatangi mereka. Aku senang dengan mereka yang mau menerima anak kecil ini dengan tangan terbuka. Selanjutnya aku menyusuri restoran pizza yang ada di dekat sekolahku. Mereka ingin menyuplai makanan dan ikut bazaar yang aku buat. Awalnya, aku tidak berencana membuat bazaar. Tapi karena kebutuhan dana ini, aku akhirnya mengusulkan untuk membuka bazaar makanan di sekolahku.
"Langkah yang bagus, Gavin" kata Mr. Mark mengapresiasi kinerjaku. Aku banjir apresiasi dari guru-guru. Mr. Mark, Mr. Agil, Ms. Lia. Bahkan mereka memintaku untuk tidak terlalu bekerja keras, karena aku sendiri yang menghandle kegiatan sponsorship dan bazaar. Aku memilih untuk mengerjakan itu semua sendiri karena aku takut yang lain tidak berkoordinasi denganku, sehingga aku tidak mendapatkan info apapun. Untuk teman-teman yang membaca ini, aku mengaku salah. Jangan ikuti aku. Gunakan tim. Ini akan membuat kalian lebih tidak menanggung beban sendirian.
Sponsor-sponsor pun akhirnya resmi terungkap. Akhirnya kinerjaku selama dua bulan itu membuahkan hasil yang terlihat. Aku menikmati hasil kinerjaku selama 3 hari pelaksanaan. Semangat riuh para suporter, lapangan basah yang perlu dikeringkan oleh para panitia, seringnya pulang malam karena evaluasi, aku yang memegang kendali bazaar. Hingga hari terakhir, dimana tim publikasi dan dokumentasi menayangkan video kami berkerja selama 3 hari itu membuatku tersenyum bahagia. Aku melihat Cantika, dan aku memandangnya sekali lagi dengan rasa bangga. Kami berdua telah melewati masa masa sulit itu dengan rasa bangga. Aku memberinya toss, yang berarti "selamat ya."
Sebentar, aku ingin mengunggah lirik lagu yang dinyanyikan ketika hari terakhir cup.
Di sini ada satu kisah
Cerita tentang anak manusia
Menantang hidup bersama
Mencoba menggali makna cinta
Tetes air mata
Mengalir di sela derai tawa
Selamanya kita
Tak akan berhenti mengejar matahari
Kami akhirnya punya prestasi di akhir masa SMA kami.
YOU ARE READING
Fren(zone) : SMA, Cinta, Unrepeatable
RomanceAku (Gavin) sedang membuka lembaran dari buku kenangan masa SMA. Aku terdiam di halaman tentang dia (Cantika). Aku mulai memandangi fotonya. Foto dirinya membawaku kepada kenangan masa lalu ketika kami berada di masa SMA. Dimulai dari awal pertemuan...