Bab VI : Selamat Datang Kelas Suram!

10 0 0
                                    

Kami tiba di akhir semester 2 kelas 10. Sudah waktunya kami harus kembali fokus kepada tujuan kami bersekolah, apakah mau mengambil IPA atau IPS. Aku senang, karena aku dan Cantika sama-sama memilih jurusan IPS untuk melanjutkan studi kami.

"Fix IPS kan?" tanyaku kepada Cantika

"Gua coretnya IPA, jadi gua masuknya apa itu?" balik tanya Cantika kepadaku

"Otomatis IPS dong, bodoh. HAHAHA" jawabku sambil tertawa.

"Iya, gua bodoh, Vin. Makanya masuk IPS" balas dia kembali. Aku suka perdebatan tidak jelas ini. Dia tampak menggemaskan dari hal-hal kecil seperti ini.

"Lah dia malah masukin ke hati. Cantika pinter kok."

"Pinter apa?"

"Pinter main cajon, pinter ekonomi, pinter bohong."

Satu tonjokkan melayang di lenganku. Meskipun dia nonjok, rasanya tidak sakit. Mungkin jika dia memukulku dengan palu atau kayu, itu baru terasa lebih sakit.

Kami baru saja menerima rapot kami, dan percakapan diatas muncul ketika aku baru saja keluar dari kelasku dan berjalan melewati kelasnya. Aku melihat Cantika bersama ibunya sedang duduk dan mengobrol selayaknya ibu dan anak. Dekat sekali hubungan mereka. Sekilas memang terlihat mirip. Iyalah, ibu sama anak. Mana mungkin beda jauh. Aku ingin sekali mengobrol lebih lama dengan Cantika, tapi ayah sudah ditunggu janji untuk meeting dengan kliennya. Jadi, aku harus segera pulang bersama ayah.

-----

"Cie yang rapotan pertama kali di SMA" mulaiku di Line

"Hehe. Iya nih. Bagus gak punya lu, Vin?"

"Lumayanlah untuk anak-anak yang baru lulus dari SMP. Sedikit lebih mendingan." kataku. Jujur, nilai-nilai IPAku memang sangat buruk. Ada yang hanya sebatas 67 dan juga sebatas 70. Untungnya, nilai-nilai kategori IPSku bagus semua. Menyentuh nilai 75 keatas.

"Lu sendiri gimana? Aman?" tanyaku kembali kepadanya. Aku penasaran dengan nilainya.

"Aman kok. Gua masuk IPS tanpa membawa penyakit-penyakit bawaan." Dasar bodoh. Memangnya kamu hewan rabies? Ingin sekali kucubit pipinya agar sadar.

"By The Way, dapet catetan khusus dari guru-guru gak?" tanyaku kepadanya.

"Dapet kok."

Kami kemudian saling menukarkan apa yang kami dapat hari itu. Kami bertukar cerita, bertukar pandangan, bertukar pengalaman. Aku merasa hari itu aku lebih bebas. Kami berkeluh kesah selama 1 tahun pertama di SMA. Aku mendengarkan semua cerita darinya, begitupun dengan dirinya.

"Ternyata, bahasa Jepang itu gampang juga ya" cerita Cantika kepadaku. Aku ingat pertama kali kami chatting, dia bilang bahwa dia takut tidak bisa berbahasa Jepang. Kini, dia malah lebih jago daripadaku.

"Perasaan dulu bilangnya susah deh, bilangnya takut deh. WKWKWK" balasku di Line.

"Ihh kan dulu mana tau bahasa Jepang tuh begimana wkwkw" sahut Cantika kembali.

"Karena sekarang udah pinter, jawab soal dari aing ya" tantangku.

"Hai, silahkan ditantang. Cantika siap menerima tantangan dari Gavin" jawab Cantika dengan siap.

"Artiin kata ini, Tik."

Aku segera menulis kata-kata yang harus ditebak oleh Cantika. 2 pertanyaan pertama dapat dijawab dengan mudah oleh Cantika. Kata terakhir yang kuberikan kepadanya untuk dijawab adalah 'aishiteru'. Niatku memang untuk memancing dia menjawab itu. Namun, dia malah balik bertanya

"Lho, aishiteru itu apa?"

Aku seketika gondok, lalu kemudian membalas, "bukan apa-apa."

-----

Waktu liburan sangatlah cepat. Bulan Juli telah datang kembali. Aku sangatlah tidak sabar akan pembagian kelas. Hingga senin itu datang, aku menjadi salah satu diantara orang-orang yang datang pagi ke sekolah. Harapanku cuma satu: Aku dan Cantika bisa bersatu dalam satu kelas yang sama.

Aku melihat nama nama ruang kelas di lantai 1. Ruang Kelas 11 IPS 1 dan Ruang Kelas 11 IPS 2. Aku bingung, aku akan berada di kelas yang mana. Hingga pukul 06.45, Ms Dina membawa daftar nama siswa kelas IPS dan kemudian menempelkannya di jendela.

Hasilnya, aku dan Cantika terpisah. Aku berada di IPS 1, sedangkan dia berada di IPS 2. Suram sekali. Lagi-lagi, semesta kali ini tidak memihak kepadaku. Aku harus menjalani kelas yang suram tanpa dirinya.

Dari awal memasuki kelas ini saja bau-baunya sudah tidak enak. Betapa sepinya, suramnya, dan membosankannya kelas ini. Berbanding terbalik dengan kelas sebelah yang kupantau selalu berisik. Rasanya aku ingin sekali tidak datang ke sekolah selama 2 semester, tapi risiko mengatakan aku akan tinggal kelas. Aku terpaksa mengurungkan niatku itu.

"Lho, boleh pakai gelang ya emang disini?" tanya salah satu anak baru kepadaku. Ya, ada anak baru di sekolahku. Dua orang. Mereka berdua masuk ke dalam satu kelas yang sama denganku.

"Gua udah biasa pakai gelang sejak awal SMA, dan fine fine aja, meskipun peraturan bilang gak boleh" balasku kepadanya. Ya, aku memang melanggar. Tapi selagi aku bahagia memakai gelang, mengapa harus dilarang?

Dan perjalanan selama satu tahun kedepan yang tampak suram sudah dimulai sejak aku membalas pertanyaan dari si anak baru.

Fren(zone) :  SMA, Cinta, UnrepeatableWhere stories live. Discover now