3|Kehilangan Yang Dicinta

4.1K 691 72
                                    

Baru saja menduduki kelas 1 sekolah menengah, si kembar sudah merasakan yang namanya patah hati. Patah hati paling dalam dan mereka merasa hanya mereka yang tersakiti. Dunia dianggap tidak adil. Terutama bagi Renjun. Anak itu manangis tiada henti, nggak ada juga yang menenangkan dia dari pihak keluarga kandungㅡHaechan maupun papanyaㅡhanya sanak saudara; om, tante dan sepupunya yang berusaha menenangkan dirinya.

Dari sudut matanya Renjun memincing. Haechan tidak menangis sama sekali, dia hanya diam dengan tatapan kosong. Renjun benci itu. Renjun beranggapan bahwa Haechan tidak perduli dengan mama sama sekali, begitu juga dengan papanya yang sedari tadi sibuk menerima pelayat yang datang ke rumah duka.

Kenapa harus mama? Kenapa?

Renjun menjerit dalam hati.

Haechan pada akhirnya mendatangi Renjun dan menepuk pundaknya sekilas lalu pergi lagi, membantu papa menerima tamu dan membalas ucapan bela sungkawa yang mereka ucapkan. Cih! Munafik! Renjun tau Haechan dan papanya mungkin senang ditinggal oleh sang mama, sang istri. Benar, Renjun benci dengan mereka sekarang. Benar-benar tidak menampilkan raut sedih dah kehilangan. Hanya Renjun, sepertinya hanya Renjun yang merasa dunia hancur dan runtuh.

Setelah selesai pemakaman, mereka pulang ke rumah. Hampa. Rasanya sangat hampa. Itu yang Renjun rasakan. Nggak ada lagi suara cerewetnya mama, nggak ada lagi orang yang memperhatikan dirinya disaat dia lalai, nggak ada lagi tempat curhat ternyaman. Semua hilang. Tuhan maha baik. Tuhan mengambil mama lebih dahulu. Menghilangkan rasa sakit yang ternyata telah menggerogoti salah satu anggota tubuh mama. Ya, Doyoung terkena kanker otak. Dirinya terlambat mengetahui itu.

Renjun masuk ke dalam kamarnya dan juga Haechan. Di sana ada adiknya sedang memainkan gawainya.

Renjun menggeleng sekilas lalu mengambil gawai itu dengan kasar.

"KAMU! APA SEGITUNYA KAMU NGGAK PERDULI SAMA MAMA? MAMA BARU AJA MENINGGAL HAECHAN! KAMU BAHKAN NGGAK KELIATAN SEDIH SAMA SEKALI. KAMU SENENG YA MAMA MENINGGAL?! JAWAB!"

Renjun kalut, dia marah. Mata indah itu memerah, emosinya naik, air matanya turun deras.

Bibir Haechan melongo. Dia kaku, kaget karena nggak ada angin, nggak ada hujan Renjun marah dengannya dengan alasan yang nggak valid. Tentu saja Haechan sedih, sangat sedih. Bahkan separuh jiwanya terasa hampa dan menghilang. Tapi, memang dia nggak mau nangis apalagi di depan mayat sang mama. Karena Haechan janji kepada mamanya disaat mama sedang sekarat bahwa dia akan menjadi anak yang tegar dan kuat! Bisa menjaga kakanya yang rapuh dan cengeng!

Haechan menarik tubuh Renjun ke dalam pelukannya. Membiarkan Renjun menangis di antara pundak dan lehernya.

"Ren... tolong jangan begini. Aku-" Haechan menggantungkan kalimatnya karena suara tangisan Renjun semakin pecah dan air matanya semakin deras. Haechan bisa merasakan perihnya.

Pada akhirnya, tembok yang Haechan bangun hancur. Tembok kekuatan itu runtuh. Dirinya juga menangis sama kencangnya dengan Renjun. Sangat perih dan menyayat.

"Aku juga ngerasa kehilangan!!! Aku nggak sanggup kalau nggak ada mama. Kalau bisa aku ikutan mati dan di kubur bersama mama, Ren!!!"

"Aku nggak nangis karena aku nggak mau bikin kamu tambah sedih. Aku mau jadi orang yang kuat di hadapan mama untuk terakhir kali, aku udah janji dengan mama kalau aku bisa jagain kakaku yang cengeng kayak kamu!!!"

Haechan ambruk ke lantai dan bersujud sambil meneriakkan "mama"  dan memohon pada Tuhan untuk mengembalikan mamanya.

"Tuhan tolong kembalikan mama!!!" Haechan menjerit dan memukul-mukulkan dadanya.

Hatinya begitu tersiksa sekarang, harusnya Renjun mengerti bukan malah nyalah-nyalahin dirinya seperti tadi.

Renjun mengangkat tubuh Haechan dari sujudnya, menenangkannya dan menghapus air matanya.

"Nchan." Suaranya parau dan menyedihkan.

"Kita harus kuat, ya? Kita harus jadi anak yang kuat. Kita buktiin sama mama kalau kita itu anak yang kuat, mandiri dan juga cerdas. Kita harus buat mama bangga disana," ujar Renjun dengan sisa-sisa tenaga yang dia punya.

Haechan mengangguk lalu memeluk Renjun dengan erat. Dia janji, ini adalah hari terakhir dia menangis dan terlihat lemah. No more cry. Tapi kalau Renjun, dia nggak bisa janji, dirinya betul-betul emosional dan cengeng.

Diam-diam di balik pintu bercat putih ada seorang lelaki tegap sedang menghapus air matanya. Itu papaㅡseo Johnny. Dirinya juga tengah berjanji, tidak ada lagi tangis yang dia keluarkan. Ini yang terakhir. Doyoung juga bilang, jangan menangis di hari kepergian dirinya. Tapi, dia benar-benar nggak kuat melihat anak kembarnya hancur dan patah hati. Dia berjanji, dia akan menjadi sosok ayah yang baik buat kedua anaknya. Dia berjanji.

A/N : Panjang banget sampe 600+ words

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N : Panjang banget sampe 600+ words. Semoga kalian gak bosen bacanya. Dan makasih buat Vomment yang kalian kasih. Udah buat aku seneng banget ❤❤ Hope u like it

Kembar Bejat; Renjun; HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang