3 | Penyelamat

160 30 60
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Suasana sekolah sudah sangat ramai. Bel masuk akan berbunyi kira-kira lima menit lagi. Banyak murid yang baru saja memasuki kelas dan bersiap untuk pelajaran hari ini. Namun ada pula yang masih duduk santai di depan kelas sambil bercanda tanpa beban. Bahkan ada yang masih main kejar-kejaran seperti anak TK yang berebut permen Milkita di sepanjang koridor. Entah apa masalahnya.

"DAM, BALIKIN HP GUE!! ATAU NGGAK GUE JADIIN LO UMPAN MACAN!" Seorang siswa mengejar siswa lainnya yang diketahui telah merampas ponselnya. Sesekali ia menabrak bahu siswa-siswi tak bersalah yang juga berlalu-lalang di sepanjang koridor. Beberapa mengumpat, sisanya hanya geleng-geleng heran.

Siswa yang dikejar sepertinya samasekali tak mau berhenti berlari. Ia malah cengengesan di depan sana.

"Biar semua tahu, playboy kayak lo ternyata bisa main ginian juga! BHAHAHAHA." Ia tertawa puas sambil terus berlari. Tak mau memberi kesempatan si pengejar untuk menyusulnya. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan sahabatnya itu sudah semakin dekat atau malah makin jauh, agar ia bisa mengatur kecepatan larinya.

Namun kejadian tak terduga terjadi begitu saja tanpa ia inginkan.

Bugh!

Laki-laki itu menabrak seorang siswi hingga keduanya—yang sama-sama kaget—jatuh terduduk di lantai koridor. Buku-buku yang tadi dipegang siswi tersebut jatuh berserakan. Untungnya ponsel di genggaman laki-laki itu tak terjun bebas dan berderai.

Adegan barusan menjadi pusat perhatian warga sekitar koridor sebelum suasana kembali normal.

"Aduhh ...." Siswi itu meringis kesakitan sebelum menatap nyalang cowok di depannya. "Lo jalan pakai mata apa dengkul, sih?! Jadi berantakan semua kan, buku pelajaran gue!" Siswi itu murka. Rambutnya yang sudah ditata rapi kini terlihat agak berantakan.

"So-sori, sori, Put. Gue nggak sengaja," ujar laki-laki itu yang sepertinya masih kaget akan kejadian barusan.

"Tuh, kan! Kualat lo sama gue! Nabrak kan, lo!" cerca seorang siswa yang baru saja berhasil menyusul ke tempat kejadian. Acara kejar-kejaran mereka berakhir. "Siniin HP gue!" Ia merampas kembali apa yang menjadi hak miliknya, memasukkannya ke dalam saku celana agar aman.

"Ohhh ..., jadi cuma gara-gara HP, lo berdua kejar-kejaran sampai nabrak gue? Udah kelas dua belas masih aja mau main-main!" omel siswi bernama Putri itu. Parasnya cantik, semampai, bening, tapi galak.

"Lho, kok lo juga marahin gue? Kan yang nabrak si Damar." Robi, siswa yang tadi mengejar itu tak terima ikut disalahkan. "Lo juga, Dam!" Robi menunjuk Damar yang masih terduduk. "Kalau lo nggak nyoba nyebarin yang aneh-aneh, gue nggak mungkin rela main kucing-anjingan kayak tadi!"

"Lah, lo sendiri yang mancing gue buat nyebarin. Kan gue—"

"BERISIK!" teriak siswi itu, geram. "Robi nggak akan ngejar kalau lo nggak banyak tingkah, Dam!" Putri menunjuk Damar, lalu setelahnya telunjuk itu berpindah ke Robi. "Dan lo, Rob! Damar juga nggak akan lari kalau lo nggak ngejar! Intinya ini salah lo berdua!" Dia merasa ada uap kemarahan yang keluar dari kepalanya.

Expectancy [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang