The Last Dialogue

101 5 9
                                    

"Ze-Zen, kau kah itu?" Risa membuka matanya bangun dari tidur. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, "Zen!" Dirinya terkejut saat melihat kehadiran Zen yang sekarang lagi tertidur sambil duduk dengan kepala disamping bantalnya.

"Ahh, apakah kau sudah siuman, sayang?" tanya Zen sembari mengucek matanya.

"Be-benarkah ini dirimu!?" tanya Risa yang masih terkejut tidak percaya, Wajahnya terlihat sangat pucat.

"Tiga tahun sayang, tiga tahun aku tidak melihatmu... aku sangat merindukanmu sayang, tahukah dirimu bahwa aku sangat gila disana sendirian? Tapi sekarang aku sudah melihatmu, aku lega," ucap Zen pelan-pelan sembari menyingkap rambut Risa seperti yang ia lakukan dulu saat terakhir kali mereka bertemu.

Zen menangis sembari menggenggam tangan Risa erat-erat.

"Sudah sayang, aku mencintaimu, jangan menangis." Seketika wajah Risa memancarkan senyuman.

"Aku merindukan senyuman itu sayang... selalu lah tersenyum." Zen berusaha menahan tangisnya, ia mencoba menjadi lelaki yang tegar dan tahan banting, berusaha memberi kekuatan batin kepada wanitanya.

"Sayang, sebentar lagi aku menjalani operasi kanker paru-paru, bila aku tidak mampu melewatinya, aku harap kamu dapat mencari wanita lain yang mencintaimu lebih baik dariku," pinta Risa kepada Zen dengan wajah sendunya.

"Hei, kenapa kamu berkata seperti itu sayang? Tiga hari, tiga hari lagi kita akan merayakan anniversary ke-enam tahun." Zen menggubris perkataan si cinta tanpa memperlihatkan ekspresi kesedihan.

"Semangat sayangku! Aku akan menyanyikan sebuah lagu untukmu, lagu karanganku yang dulu, apa kamu merindukannya?" tanya Zen kepada Risa lembut.

Cinta pertamaku~
Cinta pertamaku~
Aku rasa, ohh aku rasa~
Aku harus mendapatkannya~

Aku harus menjadi miliknya...
Oh yeah~~
Oh yeah~~

Risa tersenyum mendengarnya, ia menyentuh pipi Zen, "selama tiga tahun aku menjalani berbagai cara pengobatan sayang, mulai dari kemoterapi, radioterapi, dan operasi-operasi kecil tapi tak juga mampu mengangkat kanker ini." jelasnya sambil meneteskam air mata, "Bagaimana bila aku tak mampu melewatinya? Aku sudah lelah sayang," kata-kata yang terlontar dari mulut Risa berhasil membuat Zen meneteskan air mata, ia tak kuasa lagi menahan semua berlaku sok kuat di depan sang pujaan.

"Tidak...tidak, aku hanya mencintaimu," jelas Zen yakin di sela-sela tangisannya.

"Seandainya aku kalah di perangku yang terakhir ini, aku harap kamu mampu mencari penggantiku, yang jauh lebih baik menjaga dan merawatmu," ucap Risa mengusap air mata di pipi lelaki itu.

Zen tidak bisa lagi berkata-kata ia hanya mampu memeluk tubuh mungil Risa yang sekarang semakin kurus.

Ada yang terus saja mengalir
Layaknya sungai
Mata ini tak henti-hentinya menangis
Saat menuliskan kenangan indah
Yang berubah menjadi mimpi buruk
Meninggalkan kepahitan
Meninggalkan luka
Dan trauma

AnniversaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang