ART Artis

387 5 0
                                    

Aku memperhatikan dari jauh, Mas Arman mendekati seseorang. Laki-laki berkaos singlet merah marun dengan rambut pirang keemasan, kontras dengan kulitnya yang hitam dan bibir legam terbakar rokok yang menyumpal mulutnya.

Entahlah, untuk kali ini apakah Mas Arman memanfaat ilmu hipnotisnya atau tidak. Tapi yang kulihat, lelaki sangar itu cukup sopan bercakap dengan Mas Arman.

Sementara perempuan cantik dengan warna kulit kuning langsat terlihat rikuh saat menuruni tangga kayu di sisi panggung. Mungkin karena rok yang dia pakai terlalu minim atau sepatu yang heelnya terlalu tinggi. Rok pendek warna hijau itu sangat kontras dengan atasan orange lengan panjang. Rambut lurus smoothing tergerai menutupi punggung.

Setelah di bawah, perempuan bernama Mba Keke itu menyimak ucapan si lelaki nyentrik yang beberapa saat lalu bercapak dengan Mas Arman. Perempuan itu mengangguk-angguk, sesekali memandang Mas Arman sambil melempar senyum.

Perempuan itu kemudian mempersilakan Mas Arman dan Lala duduk di kursi plastik dengan meja bundar di tengah yang penuh makanan dan minuman.  Meja kursi itu sengaja diletakkan di sisi panggung bagian belakang. Beberapa laki-laki yang duduk di sana bangkit memberi tempat pada Mas Arman.

Masih ku perhatikan gesture Mba Keke dari kejauhan. Dia berkata dengan melempar senyum pada orang-orang tadi. Mungkin dia menjadi tak enak hati karena membuat mereka tersingkir. Namun, para lelaki itu mempersilakan dengan lapang dada. Dari kejauhan pun dapat ku rasakan senyum dan tawa mereka tulus.

Perempuan bersuara merdu yang dipanggil Mba Keke itu tersenyum ramah dan memberikan jeruk sankis besar pada Lala. Warna oranyenya begitu terang dan menggoda. Membayangkan kesegarannya membuat air liur terasa hendak menetes.

Sebenarnya sedikit menyesal tadi tidak ikut ke sana sekalian. Aku masih berdiri di bawah pohon. Hanya bisa mengamati mereka dari jauh.

Percakapan suami dengan biduan cantik yang terlihat akrab itu cukup membuat penasaran. Hampir dua lagu berlalu Mas Arman masih di sana. Perhatianku beralih pada pergantian penyanyi. Seorang biduan berpenampilan hot muncul dari panggung menyapa penonton.  Kemudian kulihat Mas Arman berjalan ke arahku. Bahkan aku lupa tak memperhatikan apakah Lala jadi berfoto dengannya atau tidak.

Sorak Sorai penonton menyambut biduan muda dengan celana berukuran sangat minim dan tank top membuatku beralih pandang.

Perhatianku tersedot ke arah perempuan itu yang seolah santai saja bahkan menikmati saat mata-mata jalang itu menelanjanginya melalui tatapan. Tapi harus ku akui. Kemampuan komunikasinya sangat bagus. Dia tak hanya memamerkan suara emas atau body mulus. Interaksinya dengan audiens membuatnya semakin istimewa.

Mataku masih awas pada dua orang tersayang. Sampai akhirnya Mas Arman melempar senyum dan reflek aku membuang pandangan. Entah apa yang merasukiku. Tiba-tiba aku merasa jengkel berdiri sendiri sekian lama. Sementara dia yang diam-diam aku perhatikan sejak tadi justru asyik dengan orang asing.

Rasanya hampir saja tubuh dan kaki-kakiku mengakar di tempat ini. Sampai sebuah panggilan manja memaksaku kembali menoleh.

"Bunda, Bunda ikut tidak ke rumah Mba Keke? Kalau aku sih ikut. Boleh kan Yanda?" celoteh gadis kecilku riang tanpa menunggu jawaban dari seseorang yang ditanyainya.

"Jangan cemberut gitu, nanti manisnya jadi luntur," ledek suamiku menjawil daguku.

Aku kembali mendengus setelah menarik nafas dalam.

"Huh, gitu ya kalau sudah ketemu yang lebih OK. Istri sendiri jadi tidak ada apa-apanya!" jawabku bersungut-sungut.

Yang lebih mengesalkan Mas Arman bukannya membujuk dan mencoba menenangkan hatiku. Dia malah terkekeh melihat reaksiku. Dipikirnya lucu, apa?

SUAMIKU TUKANG HIPNOTIS (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang