13

94 14 2
                                    

Adele menatap jam tangan di dekat botol minumnya. Latihannya hampir selesai tetapi batang hidung Ilham belum juga muncul. Pikiran Adele mulai menjelajah hingga negeri seberang.

"Ini cowok kemana sih?" Gumamnya sambil menyeka keringat di dahi.

"Awas aja kalo dia ninggal gue, hp gue di dia gimana mau mesen gojek entar. Anjir ngapain gue tadi gak minta ya?" Adele menepuk dahinya kesal.

"Dele! Set terakhir!" Seru temannya dari lapangan. Adele mengangguk dan menyusul timnya.

Hingga latihan selesai pun Ilham belum juga muncul, kali ini Adele tidak mempermasalahkan bagaimana ia pulang. Hal lain memutari kepalanya, kemungkinan-kemungkinan itu muncul di kepalanya.

'Jangan-jangan Ilham bertemu ayahnya, atau dia di paksa ayahnya untuk ke acara ayahnya lagi?'

"Dele lo pulang sama siapa?" Tasya teman satu timnya menepuk pelan bahunya.

"Mmm gue nunggu jemputan." Adele mencoba tersenyum.

"Yauda kita duluan ya. Masih ada Pak Riki kok di dalem kalo ada apa-apa."

Adele mengangguk. Ia kembali memikirkan apa yang terjadi pada Ilham. Adele berdiri dengan gelisah Ilham baik-baik aja kan? Tiba-tiba suara vespa membuat Adele langsung mengangkat kepalanya.

Di sana, di atas vespa itu, Ilham tersenyum padanya. Seketika perasaan khawatirnya menguap. Namun ia kembali memicingkan matanya melihat ada luka di sudut bibir Ilham.

"Lo kemana aja sih?! Gue kira lo pulang duluan." Sungut Adele sambil berkacak pinggang.

"Khawatir ya lo?" Ilham menaik-turunkan alisnya, membuat Adele semakin kesal.

"Dih, bukan gitu, ntar yang jadi ojek gue siapa?"

"Buruan naik."

Adele menurut dan naik ke atas vespa. Ingin sekali ia bertanya perihal luka di bibir Ilham. Namun wajah Ilham terlihat tidak bersahabat. Rahangnya mengeras. Adele tidak habis pikir, bagaimana bisa sifat Ilham selalu berubah-ubah seperti ini.

Ilham menghentikan vespanya. Adele merasa mereka sampai terlalu cepat. Setelah ia melihat ke depan, Adele benar-benar terkejut. Ilham menghentikan vespanya di depan cafe yang Adele inginkan saat berangkat tadi.

"Ham, kita kan gak jomblo?" Ucap Adele sepontan.

Ilham mengerutkan keningnya dan tersenyum menggoda.

"Eh eh maksud gue, anu ahh setan. Gue..."

"Gue yang bayarin, pesen apapun yang lo mau." Ucap Ilham lembut yang membuat Adele hanya melongo.

"Udah cepet ah kadal. Gue tarik lo entar."

Dan kekaguman Adele hanya sampai sini saja. Ia mencebikkan bibirnya dan mengikuti langkah Ilham. Cafe ini sedikit ramai jadi Ilham memilih tempat duduk di depan meja bar.

"Mau pesan apa kak?" Tanya bartender ramah.

"Minuman yang lagi diskon itu." Tunjuk Ilham pada gambar di atas.

"Maaf kak, promo itu untuk jomblo saja."

"Gue bayar utuh."

"Baik kak, ada lagi?"

"Enggak itu aja lima."

Adele melotot, lima? "Heh sinting lo mau habisin semua?"

"Enggak, lo yang habisin." Jawab Ilham enteng.

Adele melotot, Ilham benar-benar sesuatu.
"Kalo gue kembung lo mau tanggung jawab?"

Adele duduk dengan kesal, ia menoleh menatap Ilham dan mengerutkan keningnya. Tiba-tiba Adele menarik kursinya agar lebih dekat dengan Ilham, ia menarik kerah jaket Ilham hingga ia tersentak dan membuat wajahnya hanya beberapa senti dari wajah Adele.

"Lo mau ngapain." Desis Ilham.

"Diem dulu." Masih sambil mengamati wajah Ilham, Adele mengambil kotak kecil dari tasnya. "Gue gak mau tanya lo habis ngapain, jadi lo diem dulu."

Ternyata bukan hanya luka di bibir, pelipis Ilham yang tertutup rambut sedikit tergores dan berdarah. Dengan hati-hati Adele membersihkan luka tersebut dan mengoleskan salep. Ilham mencoba menahan perih di bibirnya, ia menatap mata bulat berbulu lentik di hadapannya.

"Awww." Ilham meringis ketika pelipisnya bersentuhan dengan salep.

"Cih, giliran diobatin aja lemah, tadi pas pukul-pukulan bilang aw enggak?" Ujar Adele sambil menekan luka Ilham.

Ilham meringis, ia berjanji tidak akan mengeluarkan suara lagi hingga Adele menempelkan plester di pelipisnya dan mengoleskan salep di bibirnya.

"Udah selesai, kayaknya gue bakal sedia nih kotak terus deh." Ujar Adele dan kembali menghadap ke bartender sambil memasukkan kotak p3k-nya.

"Lo gak marah sama gue?" Tanya Ilham mengarahkan telunjuknya ke wajah.

"Marah kenapa?" Adele balik bertanya seolah ia tak peduli dengan apa yang telah Ilham lakukan.

"Gue berantem." Ucap Ilham kalem.

Adele kembali menatap Ilham, "gue gak akan marah, karena lo udah gede, lo udah tau kalo berantem pilihannya cuma dua, kalah bakal bonyok atau menang juga bonyok. Dan gue paham, lo cowok. Selain susah ngomong baik-baik, kalian lebih milih ego. Dan endingnya bakal lemah kalau ditempelin antiseptik."

Ilham menatap cewek di depannya tak percaya. Jika cewek lain akan memarahi cowoknya, Adele malah menganggap hal biasa bahkan mencibirnya.

"Yang gue mau tanyain bukan, ngapain sih berantem? Gue cuma mau mastiin, lo baik-baik aja kan? Tapi gue gak maksa lo buat jawab." Ucap Adele, ia kembali menatap ke depan.

Tanpa sadar Ilham menarik bibirnya. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Adele. Sedangkan Adele berjengit kaget meraskan bahunya tertimpa kepala Ilham.

"Heh apaan sih, banyak yang liatin tahu" Adele mencoba mendorong kepala Ilham.

"Sebentar aja." Pinta Ilham dengan nada rendah dan memejamkan matanya.

"Masalahnya banyak yang lihatin kita dah gitu mereka jomblo." Adele mengedarkan pandangannya dan benar saja banyak yang menatap mereka aneh.

"Siapa suruh jomblo. Biarin gue gini sebentar aja." Ilham menyandarkan kepalanya hingga bartender datang membawa lima minuman bergelas besar. Sambil tersenyum simpul bartender tersebut meletakkan kelima minuman itu di depan Adele.

Adele terlihat tidak enak dengan mbaknya, "lagi curhat vespanya kena coret anak iseng mbak, hehe." Katanya sambil menunjuk Ilham.

"Sampe nangis gitu?" Bisik mbaknya.

"I iya hehe, biasa anak mami. Hehe." Balas Adele.

"Saya bonusin camilan deh biar gak nangis lagi." Tiba-tiba datang satu pelayan lagi membawa camilan.

"Duh jadi ngerepotin mbaknya." Adele jadi tidak enak sendiri, sementara Ilham masih menempelkan kepalanya sambil memejamkan mata.

"Tapi boleh minta foto enggak kak, kalian cocok banget hehe." Kata salah satu pelayan.

Adele mengerutkan keningnya, cocok? Menurutnya ia dan Ilham sangat tidak cocok, lihat saja penampilan mereka yang sangat berbeda. Ilham dengan celana SMA dan jaket denim hitam terlihat tampan dan berkelas, sedangkan Adele hanya memakai setelan olah raga ditambah wajah lelahnya karena habis latihan.

Rambut Ilham agak gondrong dan sedikit berantakan membuatnya jadi lebih tampan, sedangkan Adele, cepolan rambutnya yang awut-awutan membingkai wajahnya. Bukannya terlihat cantik malah seperti gembel yang numpang duduk. Tetapi pelayan tersebut kekeuh dan tetap minta foto.

"Yaudah mbak, tapi gue pura-pura lihat jam tangan ya." Pinta Adele, "biar sok candid gitu muehehe."

Pelayan itu hanya mengangguk dan memotret mereka. Dan sekarang yang Adele pikirkan adalah bagaimana menghabiskan lima minuman bergelas besar di depannya.

"Sialan Ilham."

CRAZY JENIUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang