Chapter 19.

10.6K 330 0
                                    

Dua jam lebih setelah pendonoran darah, Bram tetap setia menunggu kabar dari Dokter yang sedang menangani anaknya didalam ruangan. Bram takut sesuatu yang tidak ia inginkan akan terjadi, Bram takut kehilangan putra satu-satu nya yang sangat ia sayangi. Bram takut kehilangan Daffa anaknya yang sedang kritis saat ini.

"Daffa Papa percaya kamu akan baik-baik saja nak. Bertahan lah, demi Papa dan demi kekasihmu..."

Ada rasa penyesalan dihati Bram karena sudah berbuat jahat kepada anaknya. Ia sudah memisahkan Daffa dengan kekasihnya. Bram sangat menyesal telah melakukan itu. Ia harus secepatnya meminta maaf kepada Della agar mereka berdua bisa bersama kembali. Bram sudah merestui hubungan anaknya bersama perempuan itu, perempuan yang bernama Della.

"Om gimana keadaan Daffa?" Tanya Ryan dan Rafael yang tiba-tiba berada dirumah sakit.

Keduanya mengetahui kabar ini dari Bi Sari, untung saja Ryan dan Rafael sangat akrab dengan asisten rumah tangga itu. Jika Bi Sari tidak memberi tahu mereka, jangan harap Bram yang akan memberi tahu nya.

Bram menghela nafas pasrah nya. "Daffa masih kritis didalam, Dokter sedang menangani nya." Ujarnya.

"Oh..Ya ampun tuhan. kenapa bisa begini sih om?!" Teriak Ryan kesal.

"Iya Om kenapa Daffa bisa se-nekat ini??" Timpa Rafael disamping Ryan.

"Semua karena saya.. Saya yang sudah membuat Daffa jadi seperti ini, saya yang telah merusak hubungan Daffa dengan kekasihnya. Saya sangat menyesal telah melakukan itu.." Bram tak kuat lagi menahan tangisnya.

Ryan yang melihat itu kesal ia memukul tembok yang ada disampingnya berulang-ulang kali. Semetara Rafael duduk menangis sambil menjambak rambutnya.

"Kita hanya bisa berdoa agar Tuhan menyelamatkan nyawanya." Ucap Bram lagi.

"Om tau, apa yang Om lakukan ini?! Saya tau benar Daffa itu sangat mencintai Della Om, dia sangat menyayangi Della. Kenapa Om bisa sejahat ini sama anak Om sendiri.?!!!" Ucap Ryan emosi.

"Sabar Yan.. tahan emosi Lo.!." Ujar Rafael menenangkan.

Ryan mengusap wajahnya dengan kasar, ia takut dengan keadaan sahabatnya yang sedang kritis didalam.

"Lo punya nomer handphone Della gak El.??"

"Gua gak punya Yan." Jawab Rafael.

Ryan melirik jam tangannya yang menujukan pukul 01:00 dini hari, tidak mungkin jika dia menyusul Della kerumahnya.

"Akhhhh..!!" Teriak Ryan kesal.

Seorang Dokter keluar dari ruangan nya, sontak ketiganya dengan cepat berdiri lalu menghampiri sang Dokter untuk mengetahui keadaan Daffa sekarang.

"Dok bagaimana keadaan anak saya.?"

"Iya dok bagaimana keadaan sahabat saya didalam..??"

"Pasien belum sadarkan diri kondisinya masih sangat lemah. Kami akan memindahkan nya keruang ICU untuk penanganan lebih lanjut."

"Baik Dok lakukan yang menurut anda baik untuk putra saya." Ucap bram.

Dokter mengangguk lalu masuk kembali kedalam ruangan Daffa. Bram menatap Ryan dan juga Rafael yang masih berdiri menemaninya disini. "Lebih baik kalian pulang saja, besok kalian sekolah kan?" Ucap Bram.

"Baik Om kita akan pulang. Besok pulang sekolah kita akan kesini lagi." Ucap Rafael lalu menarik Ryan agar pergi dari tempat ini.

Rafael terus saja menarik paksa tangan Ryan sampai menuju kedalam mobilnya.

"Gua mau temenin Daffa disana El.!!" Ucap Ryan kesal.

"Sabar Yan jangan emosi. Lo harus pikirin kondisi Lo juga.!"

DELDAF [Sweet couple]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang