Pertama
Pagi ini aku berangkat ke sekolah diantar oleh kakakku yang kedua menggunakan motornya. Aku berangkat berbarengan dengan adikku yang juga satu sekolah dan satu kelas denganku, dia berangkat bersama kakakku yang pertama.
Langit yang biru tertutup oleh awan kelabu pagi ini. Ada celah-celah di antara awan kelabu itu, jadi aku masih bisa melihat indahnya langit biru pagi ini, walau tak seperti biasanya. Angin bertiup sangat kencang, membuat hijab yang kukenakan terbang tak karuan.
Adikku sudah sampai di sekolah, karena dia diantar oleh kakak yang biasa mengendarai motor dengan cepat, jadi wajar adikku sampai duluan di sekolah dibanding aku. Adikku menungguku di depan gerbang sekolah, kakakku yang mengantarnya juga ikut menunggu sampai kami masuk ke dalam sekolah.
Adikku sangat ketergantungan kepada orang lain, terutama aku. Dia sangat manja, karena kakak-kakakku selalu memanjakannya, terlebih kedua orangtuaku. Wajar jika ia diperlakukan dengan manja, karena dia yang paling muda di keluarga kami.
Sebenarnya adikku adalah kembaranku. Benar sekali, kami berdua adalah anak kembar. Aku lahir lebih awal, jadi dia adalah adikku. Adik kembarku yang bernama Aysila Arne Zerrin, aku dan saudaraku selalu memanggilnya Sila.
"Kamu lama banget sih! Kasian Sila nungguin dari tadi!" ia adalah kakak petamaku.
"Salahin Kak Aldo, kan dia yang bawa motor, bukan aku!" aku langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Di belakang Sila mengikutiku.
"Aysel, jangan cepat-cepat!" di belakang Sila terus mengikuti langkahku yang besar dan cepat.
"Gue telat, siapa suruh nungguin gue!" aku terus berjalan tanpa menghiraukan Sila yang jalan seperti kura-kura di belakangku.
Sampai di kelas aku menaruh tas di atas meja dan pergi keluar lagi. Kebiasanku di pagi hari saat sampai di sekolah adalah berdiri di depan kelas sambil menatap langit. Aku suka berlama-lama menatap langit, itu membuatku tenang.
"Aysel," seseorang mengagetkanku dan membuatku terbangun dari lamunan.
Aku mencari asal suara itu. Ternyata yang memanggil adalah seseorang yang kelasnya hanya berbeda beberapa kelas dengan kelasku.
"Di dalem ada Sila?" tanyanya sambil berteriak agar suaranya sampai ditelingaku.
Aku tidak menjawab pertanyaan laki-laki yang bernama Rey itu. Aku hanya menganggukkan kepala untuk menjawab bahwa di dalam kelas ada Sila. Buat apa aku teriak-teriak, buang-buang energiku saja.
Bel masuk berbunyi, aku masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran hari ini. Kebetulan guru belum datang untuk mengajar. Aku berjalan ke arah tempat dudukku.
"Sila, tadi Kak Rey nyariin lo," aku memberi tahu Sila tentang kak Rey yang tadi mencarinya.
"Iya. Emang dia nanyanya gimana?" Sila penasaran dan tertarik dengan percakapan yang aku mulai. Bagaimana tidak, orang yang tadi mencarinya adalah salah satu cowok favorit di sekolahku, tapi bagi siswi lain, tidak untukku.
"Dia cuma nanyain lo doang," jawabku karena tidak ingin membahasnya lebih lanjut.
Aku memainkan ponsel sambil menunggu guru datang, sedangkan Sila terus bertanya tentang Rey. Jawaban yang bisa kuberikan sekedarnya bahkan hanya dehaman malas.
*****
Aysel awalnya akan ke kantin bersama Sila. Saat di jalan Rey tiba-tiba datang dan mengajak Sila untuk ke kantin bersama. Jadilah Aysel ke kantin seorang diri, baginya tak masalah. Aysel lebih senang sendiri, jika ia bersama dengan Sila, pasti adiknya itu bawel serta banyak berbicara dan Aysel akan terganggu karenanya.

YOU ARE READING
Cinta Yang Jauh
Teen FictionCinta dari jarak jauh untuknya. Memang tak asli tetapi rasanya tulus. Penuh dengan kasih. Memberikan kenyamanan yang tak terkira. Sudah terjatuh sangat dalam padanya. Semua rasa ada padanya, manis, asin, asam, sampai pahit. Menjadi saksi atas semua...