part 5

6 0 0
                                        


Nama kamu siapa?" tanya Desi sembari membatu Asyel membaringkan tubuhnya.

"Nama aku Aysel Arne Zerrin. Panggil Aysel aja Tante," sekarang Aysel sudah tidak merasa canggung lagi dengan Desi.

"Nama yang cantik, seperti wajahnya. Kamu mengingatkan tante dengan adik Deny, andai dia masih ada, pasti senang dan akan bertemen baik dengan kamu," Desi masih tersenyum.

"Tasya, sepertinya dia orang yang baik dan tulus ya, Tante. Menggemaskan dan sangat cantik, aku pernah mendengar cerita tentangnya dari Deny. Aku jadi penasaran dan sangat ingin bertemu dengannya. Andai bisa," Desi terlihat kaget saat Aysel menyebut nama itu.

"Iya, dia sangat menggemaskan. Bisa menarik hati setiap yang melihatnya, ketulusannya membuat point plus dalam dirinya."

"Pemalunya kamu sama dia saat bertemu orang yang tidak dikenal sama hehe," Desi terkekeh mengingat putrinya jika kedatangan tamu atau bertemu dengan orang yang pertama kali pasti akan malu dan menutup diri.

"Tante, aku harus pulang sekarang. Orangtuaku bisa khawatir dan akan mencariku," karena terus berada dekat Desi, membuat Aysel merindukan sosok mamanya. Yang sudah lama ingin ia rasakan peluk hangat dan kasih sayangnya.

"Tapi kamu harus dirawat di sini selama beberapa hari untuk pemulihan."

"Aku enggak mau bikin orangtuaku khawatir, Tante. Tolong bantu aku, agar boleh keluar dari sini. Kasian jika orangtuaku khawatir denganku," Aysel terus memohon agar Desi mau membantunya.

"Baiklah, Tante akan membantu kamu. Tapi kamu harus janji sama Tante, kamu harus istirahat yang cukup dan jangan pernah lupa makan. Setuju?"

"Iya Tante, aku janji," Aysel tersenyum senang karena Desi mau membantunya.

"Deny, Mama mau bicara sama dokter dulu ya," Desi membeti tahu Deny yang baru saja memasuki ruang Aysel.

"Oh iya, Ma. Kenapa lo senyum-senyum?" Deny mempersilahkan mamanya keluar, setelahnya Deny menatap Aysel yang tersenyum menatap kepergian Desi. Aysel langsung merubah wajahnya menjadi datar saat ditanya oleh Deny.

"Gimana Tante?" Aysel langsung bertanya karena saking penasarannya. Saat di jawab dengan anggukkan oleh Desi, ia bersorak senang.

Tidak lama dokter datang ke ruang perawatan Aysel. Deny masih belum tahu tentang kepulangan Aysel ke rumah hari ini. Saat melihat beberapa suster datang dan melepas infus Aysel, Deny baru tersadar.

Saat ingin dilepas jarum infusnya, Aysel malah menjauhkan tangannya dari suster yang akan membantunya. Aysel menggelengkan kepalanya, ia membayangkan betapa sakitnya saat jarum panjang yang ada di tangannya dilepaskan, sangat mengerikan dalam bayangnnya.

"Aysel, katanya mau pulang. Ayo kasihkan tanganmu ke susternya," Desi membujuk Aysel. Tetap Aysel menggelengkan kepalanya karena merasa ngeri.

Desi memeluk tubuh Aysel berusaha menenangkan Aysel. Tangan Aysel perlahan dijulurkan kepada susternya. Hanya perkataan Desi yang dituruti oleh Aysel, jika ada aba-aba, jadilah Desi harus mengulangnya. Seperti tarik nafas dan lemaskan tangan.

"Sudah," Desi memberi tahu Aysel. Langsung saja dilihat tangannya dan memeriksa kondisinya, sekarang tangannya menjadi kaku. Memang begitu sifat asli Aysel, tidak bisa menahan rasa sedikit walau hanya sedikit.

"Ma, Aysel udah boleh pulang?" tanya Deny hanya sekedar memastikan.

"Udah. Deny, mama minta tolong ambil kursi roda di lantai satu ya," perintah Desi.

Cinta Yang JauhWhere stories live. Discover now