Chapter VI: The Hero.

24 7 0
                                    

Selasa, 4/10/2011 adalah hari terakhir aku melihat mata wali kelasku. Saat hari itu kita semua sedang mensidang Pak Ahsan. termasuk guru guru juga di ruang guru. Jam menunjukkan pukul 10.20. Disitu aku diwawancarai oleh seorang ibu guru.

"Sebelumnya, kita belum pernah bertemu yaa?" Tanya Ibu guru.

"Jika saya ingat ingat... Sepertinya belum bu." Jawabku.

(Wah, ternyata Ibu ini cantik juga!) Ucapku dalam hati.

"Begitu ya, kalau begitu perkenalkan nama Ibu adalah Ibu Vina dan Ibu adalah Kepala sekolah disini."

"Kepala sekolah? Maafkan ketidaksopanan saya bu." Kataku dengan gugup.

Rekan Ketua pun membawa Egi ke hadapan kepala sekolah

"Tidak apa apa, lalu apa yang ingin kau rencanakan sekarang dengan membawa murid ini kesini?"

Pak Ahsan terlihat sangat terkejut dan marah setelah melihat Egi dihadapannya. Aku tidak tau apa isi pikiran Pak Ahsan saat itu, yang aku tau aku telah mengalahkannya dalam permainan yang ia buat sendiri. Pak Ahsan pun bertanya padaku.

"Bagaimana cara kau melakukan ini semua?"

Aku pun menjawabnya dengan bermuka serius.

"Yang saya lakukan hanyalah meniru contoh dari bapak, wali kelasku. Bapak membayar Tony Egio untuk menulis Kode Kematian, bukan hanya Egi, tetapi staff kantin juga bapak bayar. Dan aku pun menirunya."

"Meniru caraku? Berarti OB itu kau..."

"Iya, benar. Aku membayarnya." Kataku sambil mengeluarkan seikat uang yang sangat banyak dari kantong.

"Darimana kau mendapatkan-"

"Tunggu tunggu, apa maksud kalian? Egi? Staff kantin? OB? Membayar? Aku tidak mengerti sama sekali."
Tanya Kepala sekolah dengan kebingungan.

Ketua OSIS pun menjawab pertanyaan Kepala sekolah dengan gesit.

"Biarkan saya yang menjelaskannya bu! Jadi, murid yang bernama Tony Egio, dia dibayar oleh..*ehem.. Pak Ahsan untuk menuliskan Kode Kematian pada kertas kertas tertentu, untuk menakuti sekaligus memberi peringatan kepada para siswa siswi yang ada di sekolah. Dan untuk staff kantin, sepertinya dia dibayar juga oleh Pak Ahsan untuk memancing October untuk mengambil salah satu kertas yang sudah di taruh di meja kantin tersebut oleh Egi. Kurang lebih itulah yang saya tau bu."

"Oh jadi begitu, lalu tentang OB itu?"

"Kalau dari situ saya sudah tidak tahu bu, biarkan October yang menjelaskannya."

Semua orang yang ada di ruangan pun melihat ke arahku sambil terlihat penasaran. Aku pun menjelaskan rencanaku sambil menghela nafas.

"Hah.. Baiklah. Pak Ahsan! Tadi bapak bertanya darimana aku mendapatkan uang untuk membayar OB itu bukan? Bisakah bapak menebaknya?"

Dia pun hanya terdiam melihatku sambil merasa kesal. Aku pun melanjutkan berbicara sambil bermuka serius.

"Saya mendapatkannya dari Pedagang kantin. Iya, si pedagang kantin. Caranya cukup mudah, waktu tadi pagi saat kantin sedang sepi. Saya seorang diri mengunjungi tempat pedagang yang bapak bayar itu, dia terlihat sedikit terkejut saat melihatku, karena terakhir kali aku bertemu dengannya aku mengambil seluruh kertas yang ia buang pada tempat sampah."

Selasa, pukul 06.45, setelah aku dipanggil oleh pengurus OSIS untuk menuju ruang OSIS, aku mengunjungi kantin terlebih dahulu sambil membawa kertas kertas.

"Kau kan.. " Kata Pedagang kantin.

"Mbak, bolehkah saya tanya sesuatu?"

"W-Waktu itu kan sudah pernah.. Lagian sekarang kantin masih tutup.." Jawabnya sambil terlihat gugup.

UNSOLVED (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang