Eps. 8

1K 94 3
                                    

Yuna memandangi wajah damai seorang pria berwajah rubah gurun dengan kedua matanya yang tertutup tengah berbaring dengan nyaman di sampingnya, sambil memeluknya dengan erat membuat ujung hidung mereka saling menyapa.

Jeongin tertidur karena lelah dengan hari ini.

Kuliahnya.

Pikirannya.

Juga perdebatannya dengan Yuna yang keras kepala.

Tangan Yuna terulur begitu saja mengelus rahang tegas milik Jeongin, membelai semua kulit wajahnya, mengusap lembut setiap permukaannya.

Peraturan yang Jeongin buat terlintas di kepalanya.

"Kau akan sekelas dengaku, maka dari itu inilah peraturanmu selama di kampus, tentu peraturan kampus dan rumah berbeda"

"Pertama, Kau harus selalu barada di sampingku, jangan pernah minghindar satu langkahpun"

"Kedua, berikan yang aku mau sekalipun itu jatahku"

"Ketiga, kau tau? Banyak sekali yang mengagumiku maka dari itu tugasmu menahanku agar tidak berpaling walaupun itu tak akan pernah terjadi"

"Keempat, kau harus selalu izin kepadaku setiap saat Yuna"

"Dan yang terakhir, jangan pernah kau dekat dengan pria lain selainku, jika aku melihat kau berada di samping pria ataupun bercengkrama dengan pria lain, aku tak segan-segan menghukummu di saat itu juga"

Yuna tersenyum mengingat peraturan konyol Jeongin, sudah jelas dia melawan tetap saja dia kalah dan membuat Jeongin marah jadilah seperti ini.

Tubuhnya penuh dengan warna merah keunguan, beruntung Jeongin tidak membuatnya di leher tetapi di dadanya hingga keperut dan beruntung Yuna dapat memberhentikan aksi Jeongin.

Yuna menangis?

Tentu saja gadis itu menangis.

Ini sudah kelewatan, sudah tidak wajar lagi bagaimana seorang majikan melecehkan bawahannya sendiri?.

Otak Yuna menolak tetapi tubuhnya menerima dan itu membuat Yuna frustasi.

"Jangan membuatku berharap..."

"... jika kau memang menginginkanku, berilah aku kepastian setidaknya dengan kau mengatakan bahwa kau mencintaiku..."

"... tapi kurasa itu tidak akan pernah terucap dari bibir ranummu"

Yuna mengusap kedua mata Jeongin yang tertutup.

"Bolehkan aku berharap?"

Yuna menciumi wajah Jeongin.

"Eungh~ cukup Yuna aku sangat lelah, jangan membuatku marah dan ingin menerkammu"

Yuna tersenyum entahlah detak jantungnya sangat cepat.

Benarkah Yuna sudah jatuh ke Jeongin?.

Apa ini cinta?.

Apa ini hanya sebuah rasa yang tidak pasti?.

Suka misalnya?.

Entah.

Yuna menatap Jeongin yang perlahan kedua matanya terbuka membuat Yuna tersenyum melihat manik cantik itu.

"Apa?"

"Tidak ada"

Jeongin mengeratkan pelukannya lalu tangannya masuk kedalam baju Yuna sedangkan Yuna menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh mereka.

"Tidurlah besok kau kuliah pagi denganku"

Yuna menutup matanya ketika Jeongin mencium keningnya dan mengusap punggungnya di belakang sana.

"Jeongin"

"Hemm"

"Apakah aku boleh berfikir bahwa aku milikmu?"

"Tentu bahkan kau memang sudah milikku, tanda yang berada di tubuhmu itu adalah bukti"

Yuna diam perlahan rasa kantuk menyerangnya.

"Tidurlah, jangan menciumiku lagi karena aku akan membuat lebih jika kau melakukan itu"

Yuna mengangguk lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jeongin, membiarkan Jeongin mengantarnya ke alam mimpi dengan usapan hangat dan lembut di punggungnya.

"Kau milikku Yuna"

Jeongin mencium puncak kepala Yuna.

"Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain aku"
.
.
.
.
.
Bersambung...

Obsession 'Yang Jeongin'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang