"NAMA lengkapnya Aryiella Garcia, umurnya sekitar 22 tahun, status jomlo, masih perawan, anak rumahan yang hampir nggak pernah keluar rumah kalau nggak ada kepentingan."
Raffa mengernyit sambil memandangi kertas yang disodorkan Nayla padanya. Di situ tertuliskan alamat Riri lengkap beserta nomor teleponnya. Raffa memandangi Nayla sekali lagi, lalu mengulangi kata-kata wanita itu barusan padanya.
"Aryiella Garcia?"
Nayla mengangguk. "Namanya cakep, sih, tapi orangnya kelihatan biasa aja." Nayla mengangkat bahunya tak acuh. "Itu menurut pengelihatan gue, kalau aslinya, ya, gue nggak tahu. Apalagi sifatnya yang agak absurd, lo serius mau ngelamar dia? Ini lamaran, lho, Raf, jangan lo ajak dia buat main-main doang!"
Raffa mendengkus. "Padahal, lo sebelumnya ngedukung gue banget buat ngelamar dia, Nay."
Nayla menghela napas kasar. "Iya, sih, daripada dia ngejomlo sampai kiamat, kasihan juga anaknya."
Raffa tersenyum miring. "Anaknya nggak minta dikasihanin."
"Yang satu itu mana mungkin, dia paling nggak suka dikasihanin dari dulu." Nayla mendesah lagi. "Tapi, kalau lo ngelamar Riri ... gimana sama Riza? Bukannya lo sama dia-"
"Gue nggak ada apa-apa sama Riza." Raffa menggertakkan gigi-giginya saat mendengar nama itu dibawa-bawa. "Dia juga udah punya pacar. Kenapa dia nggak ngejar-ngejar pacarnya aja, bukannya ngejar-ngejar gue kayak cewek nggak tahu diri gini? Gue itu playboy, Nay, gue suka ngejar, tapi paling nggak suka dikejar-kejar."
"Terserah lo, deh, menurut gue antara Riri sama Riza sama-sama baik, masih virgin juga, itu kan yang lo cari waktu ngedeketin Riza?"
Raffa hanya menutup mulutnya rapat-rapat. Nayla belum mengetahui seperti apa Riza yang sebenarnya. Tidak ada yang tahu siapa sosok sebenarnya yang ada di balik tubuh polos dan malu-malu itu.
"Dan kalau Riza ngejar-ngejar lo sampai segininya, gue cuma punya dua jawaban yang paling masuk akal."
Raffa mengernyit. "Apa?"
"Pacarnya nggak sekaya lo dan keluarga lo atau lo udah pernah nidurin dia, makanya dia ngejar-ngejar lo sampai segitunya. Lo udah merawanin dia, iya?"
Raffa menutup mulutnya rapat-rapat. Dia paling tidak suka membahas masalah ranjang dengan orang lain. Oke, kalau cuma bilang dia pernah tidur sama siapa saja nggak masalah, tapi kalau sudah menyangkut masih 'virgin' atau tidaknya seseorang, yang ada dia bisa disleding karena dia nggak punya bukti.
Kalau Raffa bilang, Riza sudah tidak perawan saat dia menidurinya. Mana mungkin Nayla percaya, cewek sok polos bangsat seperti itu! Raffa bisa tahulah, mana virgin dan mana yang bukan, dan jelas-jelas Riza nggak masuk di dalamnya. Walau ada yang bilang, virgin nggak harus berdarah di malam pertama, tapi mana mungkin Riza masih virgin kalau ... sudahlah.
"Kenapa diam? Jangan bilang kalau lo udah-"
"Jangan ngurusin masalah ranjang orang, urusin masalah ranjang lo sendiri aja." Raffa berdiri dan menatap Nayla sekilas sebelum dia berbalik hendak pergi.
"Gue nggak mau ngurusin masalah ranjang lo, lo juga udah dikenal playboy di mana-mana, tapi, kalau lo cuma ngelamar Riri buat permainan semata, gue nggak bakal tinggal diam walaupun sekarang kita saudara."
Raffa menoleh ke belakang seraya memamerkan senyuman tipis. "Cowok berengsek kayak gue masih nyari cewek baik-baik buat dijadiin istri. Kalau Riri menurut pengamatan lo baik, kenapa enggak gue coba aja daripada gue dijodoh-jodohin sama cewek nggak baik? Gue nggak ada niat mainin Riri, nggak sekalipun, gue cuma mau lari dari kejar-kejaran Mama yang nyuruh gue cepet nikah, dan juga ..." kejar-kejaran si Riza gila!
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Mantan Playboy (TAMAT)
Romance[Follow me first] Nggak ada angin, nggak ada hujan, apalagi guntur menyambar. Tiba-tiba seorang laki-laki datang melamar. Sebagai wanita fresh graduated yang ingin menyandang predikat perawan tua, Riri harus menelan semua niatnya bulat-bulat, karena...