SMP || 02

215K 9.4K 147
                                    

LAGI-LAGI mimpi terkutuk itu mendatanginya.

Raffa mengumpat berulang kali sembari mengacak-acak rambutnya frustrasi. Dia tidak berniat memimpikan kejadian malam itu lagi dan lagi, tapi seperti kaset usang yang rusak, mimpi itu terus-menerus mendatanginya dengan intensitas sentuhan yang semakin tinggi.

"Sial!"

Raffa mendesah kasar sembari mengelus miliknya yang menegang di balik celana. Jika saja tadi ia memilih membawa pulang salah seorang wanita, mungkin situasi seperti ini tidak akan terlalu menyesakkan. Masalahnya, sejak kejadian malam itu, dia menjadi tidak bernafsu dengan wanita manapun selain wanita yang ia temui di pesta pernikahan sepupunya.

"Sialan, gue perlu nikah kalau kayak gini terus!"

Dengan langkah gontai dia keluar dari kamarnya. Selama beberapa hari terakhir, dia menjadi baby sitter Evan, lantaran Nayla dan Ethan ingin menghabiskan waktu berdua. Tentu saja, mereka ingin menghabiskan waktu berdua karena pengantin baru memang membutuhkannya. Belum lagi, si Bocah Es Batu itu menginginkan seorang adik.

"Om Raffa baru bangun?" pertanyaan itu membuat Raffa mendelik.

Baru bangun? Memangnya sekarang jam berapa?

Melihat Evan yang sudah berpakaian rapi dan tidak sendirian di meja makan membuat dahi pria itu mengernyit. Dia menoleh ke arah jam dinding dan seketika itu pula matanya melotot.

"Anjir, udah pagi?"

"Lo kira masih tengah malam?" tanya Nayla sinis sembari mengambilkan nasi untuk Evan, sebelum beralih pada Ethan. "Lo emang cuma numpang, tapi lo juga wajib ikut sarapan. Sini, makan!"

Raffa menggaruk-garuk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.

Ethan yang melihatnya hanya melirik sekilas sebelum berujar, "Mimpi buruk lagi?"

"Iya, kayak kemarin dan kemarinnya lagi."

"Perlu ke psikiater?"

Tawaran itu membuat Raffa menggeleng tegas. Astaga, dia tidak akan pergi ke psikiater mana pun. Apalagi alasannya karena ada seorang wanita yang telah menolak pesonanya mentah-mentah.

Sori aja, ya, gue masih punya harga diri!

"Om Raffa sakit?" tanya Evan begitu Raffa duduk di sebelahnya.

"Enggak, kamu makan aja yang banyak, jangan banyak omong kalau nggak mau tersedak."

Evan tidak bertanya lagi dan Raffa mulai menyantap makanannya dengan santai. Dia tidak terlalu lapar, jujur saja, mimpi itu selain membuatnya terangsang juga membuat perutnya terasa kenyang.

Ethan telah selesai makan lebih dulu, seperti biasa, sepupunya itu makan dengan lahap disusul putranya yang benar-benar seperti kopian dari ayahnya.

"Tante tadi nelepon, kamu disuruh pulang malam ini. Beliau mau mengenalkanmu dengan wanita pilihannya."

"Ck!" Raffa berdecak, dia menatap Ethan tidak suka. "Udah gue bilang berapa kali, sih, kalau gue nggak suka dijodohin?"

Ethan mengangkat bahunya tak acuh. "Kalau kamu memang nggak suka, bawa salah satu pacarmu pulang dan kenalkan pada mereka."

Raffa mendelik. "Enak aja, gue nggak mau nikah sama mereka."

"Kalau sama Riza mau?" Nayla ikut campur dengan membawa-bawa nama wanita yang sejak sebulan yang lalu dekat dengannya.

Raffa ganti mendelik ke arah wanita itu. "Lo mau gue ngerebut dia dari pacarnya?"

"Kenapa enggak coba? Masih pacar juga, belum nikah, masih bisa jadi milik bersama. Kalau lo emang suka ya berjuang dong buat dapatin dia, bukannya mundur dan jadi pengecut kayak gini!"

Raffa mendengkus. "Sori, ya, gue alergi berjuang demi tujuan yang nggak pasti."

"Om Raffa sukanya yang pasti-pasti, tapi pacarnya suka gonta-ganti. Om ini ternyata orangnya plin-plan, ya? Harusnya Om setia sama satu wanita aja, kayak Daddy gitu misalnya."

Ethan berdeham saat Evan ikut campur dalam pembicaraan mereka. Nayla yang melihatnya tampak puas, Evan berada di pihaknya untuk menyudutkan Raffa yang jujur saja, belum kapok-kapok juga.

Dia sempat dengar jika Raffa mendekati Riza, salah satu pekerjanya di restoran, dan dia tahu juga kalau Riza sudah punya pacar, tapi perempuan itu tetap meladeni Raffa dan membuat pria itu baper. Ketika tahu Riza sudah punya pacar, Raffa mundur, padahal dari sudut pandang Nayla, dia bisa melihat jika Riza benar-benar menyukai seorang Raffa si Playboy Tengil dan Mesum.

"Evan mau berangkat sekarang atau nanti?" tanya Ethan setelah dehamannya reda.

"Sekarang, Dad, ayo berangkat!"

Ketika dua orang itu telah pergi, Nayla kembali bicara, "Riza kayaknya kangen sama lo, coba hubungi dia lagi siang ini. Oh iya ... lo bisa ngambilin album foto pernikahan gue minggu lalu di studio fotonya, nggak?"

"Gue? Kenapa nggak lo aja, sih, gue sibuk tahu!"

"Hari ini Damn cuti, cuma ada Nando sama gue yang ngehandle dapur, kalau gue pergi, lo bisa bayangin apa yang akan terjadi sama restoran gue nanti?".

Raffa mendengkus. "Oke, gue pergi."

"Oh, ya, jam dua belas, ya, ntar bareng sama Riza."

"Anjir!" Raffa melotot, tapi Nayla tak peduli dan segera berlalu dari sana. "Gue, kan, sengaja lagi ngehindarin dia. Astaga ... lo nggak tahu gimana rasanya jadi orang ketiga, sih, Nay, nyesek tahu," gerutunya.

____

Bisa mengertiin posisi Raffa sekarang? 🤣🤣🤣

Suamiku Mantan Playboy (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang