SARAPAN seperti biasa. Tidak ada suara, bahkan bunyi sendok yang beradu dengan piring tak diizinkan untuk berbunyi ketika anggota keluarga sedang makan. August menyelesaikan acara makannya pertama kali, disusul Raffa yang kemudian bangkit hendak pergi ke kantor. Seperti biasa, lalu kenapa Rosa menyuruhnya pulang kemarin?
"Kamu mau ke mana?" Suara itu membuat langkah Raffa terhenti. "Kita akan pergi bersama sekarang."
"Eh? Emang mau ke mana?" Raffa mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
Jangan bilang mau melamar Riri? Mana mungkin! Dia baru menghubungi ibunya kemarin, jadi tidak mungkin mereka bisa melamar Riri hari ini?
Mereka pasti butuh waktu untuk meneliti latar belakang keluarga Riri dulu, paling tidak satu minggu, mereka baru bisa melamar Riri untuknya. Iya, kan?
"Melamar Aryiella untuk kamu."
Raffa menatap ibunya dengan delikan. "Kalian nggak lagi bohongin Raffa, kan? Ini belum seminggu dan kalian mau membawaku melamar Aryiella—"
"Kenapa kamu nggak lihat sendiri saja, sih?" Rosa meletakkan piring dan sendoknya ke atas meja. "Beresin pakaian kamu, dandan yang ganteng, kita pergi sekarang juga."
"Pagi-pagi?"
"Arya tidak suka ada tamu anak laki-laki di malam hari."
Arya siapa? Raffa mengernyitkan dahi, tapi kemudian dia mendekati kaca besar yang berada di dekat meja makan, membenahi pakaiannya yang memang sudah rapi dengan dasi, lalu kembali menghampiri kedua orangtuanya.
Begini aja, toh, mereka pasti cuma bohongin gue doang.
"Yakin nggak ganti baju yang lebih bagus lagi?" tanya Rosa sembari mendelik.
Ibunya memang sudah berpakaian rapi, gaunnya cantik berwarna hijau, sedang ayahnya mengenakan jas rapi dengan kemeja hijau yang terlihat senada dengan pakaian istrinya.
"Nggak, gini aja cukup."
Rosa menatap Aug yang kemudian berdiri dan pergi. Raffa mengikuti ayahnya, sedang Rosa berjalan di sampingnya.
"Kamu sejak kapan kenal Aryiella?" tanya Rosa basa-basi.
"Nggak inget."
Raffa mendengkus, dia tidak mungkin bilang pada ibunya, jika ia baru tahu nama wanita itu kemarin. Bisa digolok dia nanti! Mana Raffa yakin sekali, jika ibu dan ayahnya akan membawanya menuju rumah wanita yang lain lagi.
"Anaknya lucu, ya? Nyenengin banget?"
Raffa menatap ibunya. "Mama kenal sama dia emangnya?" Raffa mendengkus. "Dia suka bohong, Ma."
"Terus, kalau dia suka bohong, kenapa kamu minta Mama ngelamarin dia buat kamu?"
"Karena dia ...."
Raffa terdiam, dia juga tidak tahu mengapa ia bisa meminta orang tuanya melamar Riri untuknya. Niatnya ingin menikahi Riri semata-mata karena kesal. Riri telah menolaknya, meninggalkannya di atas ranjang, membohonginya, menipunya. Raffa merasa tidak terima dan ia ingin membalasnya.
Dia ingin Riri, dia ingin mendapatkan wanita itu, menidurinya ... tapi kenapa dia sampai perlu menikahinya?
"Kamu ikut mobil Papa atau bawa mobil sendiri?" Pertanyaan itu membuat Raffa tersadar.
"Bawa mobil sendiri aja." Raffa berbelok memasuki mobilnya dan menyalakan mesin lebih dulu.
August melihat putranya dengan wajah datar tanpa makna, tapi di balik ekspresi dinginnya, dia bisa menilai seperti apa putranya. August bisa melihatnya; kebimbangan, keraguan, niat melamar dan menikahi Aryiella hanya sebuah niat samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Mantan Playboy (TAMAT)
Romance[Follow me first] Nggak ada angin, nggak ada hujan, apalagi guntur menyambar. Tiba-tiba seorang laki-laki datang melamar. Sebagai wanita fresh graduated yang ingin menyandang predikat perawan tua, Riri harus menelan semua niatnya bulat-bulat, karena...