-_-_-_-
Flashback
Hari ini, Jimin berencana pergi menemui temannya.
Berbekal ransel berisi beberapa helai baju santai yang biasa ia gunakan. Raut wajah muram terpatri awet di wajah lembutnya."Apa kau terlalu lama menunggu?" Temannya datang. Menghampiri Jimin yang perlahan mulai goyah pendiriannya.
"Tidak, Jiyoon-ah. Aku juga belum lama sampai." Jimin ragu untuk menatap Jiyoon yang kini duduk di depannya.
"Kau kenapa? Tumben mengajakku bertemu berdua. Apa sebenarnya kau juga menghubungi Jungkook dan Taehyung Oppa?""Jiyoon, aku butuh bantuanmu. Tolong aku."
Flashback end
-_-_-_-
"Yakk Jiminnie, kau melamun lagi ha?" Hoseok datang menghampiri Jimin sembari menghisap rokoknya.
"Kau masih memikirkan nasibmu besok?" Lanjut Hoseok yang kini ikut duduk di samping Jimin.Mereka membeli apartemen yang kebetulan harganya murah. Tadinya Jimin hanya akan menyewanya, tapi kemudian Hoseok meminta Jimin untuk membeli saja apartemen ini. Menurut Hoseok, apartemen ini bisa dijadikan sebagai investasi atau bahkan bangunan langka nantinya di tahun-tahun ke depan.
Apartemen ini terlalu buruk menurut Hoseok. Lantai yang masih berupa ubin, tv dengan layar cembung dan terlalu kecil bahkan untuk Hoseok yang memiliki mata normal, sedangkan kamar mandi dalamnya memiliki pintu yang sudah rusak.
"Hyung, apa mereka akan mengerti dengan penjelasanku nanti?" Jimin kini menatap Hoseok.
"Aku tidak bisa menjamin. Kau tau yang kau bawa itu bukan hanya harta mereka.""Tapi Hyung, kenapa kau mau ikut campur dengan urusanku sampai sejauh ini?"
"Bukannya aku sudah pernah menjawab sebelumnya? Kau sudah ku anggap sebagai adikku sendiri." Hoseok kini memandang ke arah tv yang menyala.-setidaknya itu salah satu alasanku bisa sampai sejauh ini." Lanjut Hoseok dalam hati.
"Hyung, dari tadi ponselmu menyala. Kau sengaja membuatnya senyap?" Jimin bertanya dengan kening mengerut.
"Kau bisa memeriksa ponselmu jika perlu." Lanjut Jimin."Ya, sepertinya ada panggilan masuk. Aku akan mengangkatnya dulu." Hoseok berjalan menjauhi posisi Jimin yang bingung dengan sikap Hyung nya itu.
"Kau pulang Seok-ie? Kau benar-benar kembali?" Terdengar suara serak setelah Hoseok pertama kali menekan tombol hijau di layar ponselnya.
"Bisakah tidak sekarang? Aku masih punya banyak urusan. Aku akan menghubungimu lagi jika senggang."
"Tidak bisakah kita bertemu Seok-ie? Kau melupakanku?" Penolakan terasa menyangkut dalam mulut Hoseok tanpa berniat keluar. Setelah apa yang Jimin ceritakan kepadanya, terbesit ide gila yang lagi-lagi akan menyeret dua orang yang penting di hidup Hoseok. Bisakah?-
"Mari bertemu. Aku akan mengirim alamatnya nanti. Dan, bisakah aku meminta tolong, lagi?" Suara Hoseok terdengar gemetar setengah rela meminta bantuan kepada orang di seberang sana.
"Aku harus mengeluarkan 'dia' kali ini?"
"Ya." Dan setelah itu percakapan diputus sepihak oleh Hoseok.
Dengan tangan dingin yang mulai berkeringat, Hoseok menghampiri Jimin yang masih berada di depan tv."Bisakah kita undur pertemuan dengan sahabatmu itu? Aku akan membantumu dengan cara lain, Jimin."
-_-_-_-
"Kau tau kalau pencuri itu sudah kembali?" Pemuda dengan setelan rapi layaknya dokter memandang pemuda lain yang kini duduk menyamping menatap jendela yang sedikit berembun.
"Apa mau mereka, Hyung?" Pemuda yang tengah menatap jendela kini memberi perhatian penuh kepada pemberi informasi tadi.
"Mereka mau hidup mereka masing-masing. Merebut kehidupan yang kau renggut.""Aku benci itu, Hyung. Tidakkah mereka tau? Aku juga hampir mati."
"Itu yang mereka mau, kau benar-benar mati." Setelah itu satu suntikan diberikan oleh pemuda dengan setelan dokternya."Setidaknya menyembunyikanmu yang tidak berdaya ini bisa memberiku keuntungan. Dan aku yakin pecundang itu akan menggunakan adiknya lagi kan?"
"Oppa,.." Kini terlihat perempuan memasuki ruangan yang persis seperti kamar rawat rumah sakit.
"Dia baru saja tertidur, jangan berisik ya." Senyum lembut terpatri jelas berbanding terbalik dengan raut sebelumnya."Sudah makan? Sudah minum obat?" Perempuan itu bertanya sembari memandang wajah sayu yang terlelap tenang.
"Ya. Dan sekarang aku yang lapar. Masak apa hari ini? Bisakah kita makan sekarang?" Pemuda itu menarik lembut tangan perempuan yang kini terkekeh melihat kekasihnya yang merengek manja.
"Baby Seokjin sudah lapar, eum?"
"Yakk, aku ini lebih tua darimu Shin Yura. Ani, aku lebih suka Kim Yura."Fake -end-
Next?
First story nih :)...
Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan, Terima kasih. :)
KAMU SEDANG MEMBACA
EVADERE
Fanfiction"Apa harapan terbesarmu sekarang?" -Anonym- "Berdiri di masa lalu. Jika itu terjadi, dengan senang hati aku akan mengubah sudut pandangku kala itu. Hanya duduk di bangku penonton, tanpa berperan di dalamnya." -Lee Seehi- Kehidupan seorang Lee Seehi...