part 5

26 1 0
                                    

Para gadis sudah tertidur dengan lelap namun aura disekitar pondok mulai mencekam.

Malam ini adalah malam dimana Yaksa akan mengambil satu gadis desa dari pondok ini.

Cahaya tidak bisa tidur ia terjaga didalam pondoknya sambil meminum teh melati hangat dan mengamati gerak gerik mencurigakan dari jendela yang ada di dekat ruang tamu.

Bulan Sabit bersinar dengan terang ia seperti senyuman kecil dilangit.

Cahaya melihat sesuatu yang bergerak kearah pondok adiknya yang berada berseberangan dengan pondoknya.

"licik juga dia memanfaatkan wujud itu untuk bisa masuk tanpa ketahuan lumayan" gumam Cahaya.

Cahaya mengendap-endap ke arah pondok adiknya berada dia memegang erat pedangnya yang masih ada didalam sarungnya.

Dia mengintip sedikit dari celah dan melihat Adinda sedang tersenyum remeh kewujud seorang anak perempuan yang sedang melihat kearah Adinda dengan tatapan lapar.

"hahahaha... Kau pintar tidak tertidur anak cantik tapi sayang kau lebih lemah dari ku" Yaksa merubah dirinya ke wujud manusianya yang lebih gagah dan tampan.

"yakin, tapi jika ingin bertarung denganku jangan disini lebih baik diluar aku akan membuat mereka semua tertidur nyenyak" Adinda tersenyum licik lalu membacakan mantra jawa kuno yang tentunya tidak berpengaruh bagi Cahaya.

"baiklah tapi dengan satu syarat".

"apa cepatlah aku ingin melanjutkan tidur" Yaksa terkekeh.

"jika kau kalah berikan cincin yang kau pakai itu" Adinda melotot.

"percuma kau punya kerajaan jika perhiasan saja masih meminta kepada gadis kecil sepertiku".

Yaksa langsung mendorong dinda kepintu dan pintu itu hancur, Cahaya bersembunyi disamping pondok agar tidak ketahuan Yaksa.

"kau tidak sabaran tuan, tapi baiklah kita mulai" Adinda mengeluarkan pedangnya yang bergagang putih karena terbuat dari tanduk kerbau terbaik dan juga mata pedangnya terbuat dari perak yang telah diberi lapisan khusus.

Pedang itu buatan seorang pandai besi yang sudah Adinda anggap ayah keduanya sendiri karena ia sangat baik dan juga sangat menyayangi Adidan seperti anaknya sendiri.

"mari kita mulai" Yaksa langsung menyerang Adinda dengan pedangnya yang digagangnya terdapat ukiran ular dan ditengah pedang itu juga ada ukiran ular.

Mereka saling menyerang dengan sama kuatnya Cahaya hanya menyaksikan dengan tenang.

Adinda terlempar lumayan jauh setelah terkena tendangan dari Yaksa tepat dibagian perutnya.

"kau curang tuan Yaksa Pramudja" Yaksa tertawa licik lalu menghunuskan pedangnya kearah Adinda yang sedang duduk lemah karena tendangan yang Yaksa berikan berhasil membuatnya menghantam tanah dengan keras.

"ternyata kau lemah sekali" Yaksa beru saja mau menusuk kearah jantung Adinda namun dengan cepat Cahaya menangkis serangan Yaksa.

"wah ada satu lagi ya seru sekali namun sayang kalian berdua akan mati" Daksa tiba tiba datang dan ikut menyerang Cahaya.

Adinda mulai berdiri setelah berhasil menyingkirkan rasa sakitnya dan mulai menyerang Daksa.

"heh... Masih memanfaatkan kebaikan adikmu itu ya?" Cahaya melihat Daksa yang ada tidak jauh darinya sedang melawan Adinda.

"tentu saja buat apa punya boneka tapi tidak dimanfaatkan?".

"memang iblis!" umpat Cahaya lalu menendang Yaksa sampai terlempar tidak terlalu jauh namun mendarat dengan mulus.

HikariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang