Hari ini hari keberangkatan Cahaya untuk menjalankan tugas dari ayahnya.
Pagi-pagi sekali Cahaya sudah berangkat berdua bersama Aksa menuju hutan tempat para siluman kobra bersarang, namun mereka dengan tenang melewati hutan itu.
Tidak ada suara hewan sama sekali dan hawa disekitar mereka begitu mencekam.
"Cahaya berapa lama kita akan sampai ketempat tujuan?" tanya Aksa dengan nada pelan.
"sekitar 3 hari setelah ini kita akan melewati sungai besar dan kita akan beristirahat dipinggir sungai itu karena banyak sumber makanan dan bukan lagi kekuasaan siluman kobra" Aksa mengangguk paham.
'seeeettt' suara desisan nyaring terdengar dari belakang mereka Cahaya dengan sigap menarik pedangnya dan berbalik kebelakang begitu pula dengan Aksa.
"cuma satu mana teman mu yang lainnya apa mereka bersembunyi?" tanya Cahaya dengan nada tenang namun mengejek.
"aku hanya sendiri cantik mau bermain sebentar dengan ku? Kau pasti akan mati hanya dengan sekali hantam" ejek ular itu lalu mulai menyerang Cahaya dengan bringas.
Cahaya menghadapi serangan ular itu dengan tenang sementara Aksa hanya menonton karena jika ia ikut campur malah akan menganggu fokus Cahaya.
"segitu saja kemampuanmu? Hah... Sayang sekali padahal aku kira kau kuat" ejek Cahaya, tanpa aba-aba lagi Cahaya menebas kepala ular itu dengan cepat lalu memotong badannya menjadi 3 bagian dan menghancurkan bagian ekornya.
"ayo kita pergi karena bisa bahay jika kita terus berada disini" Cahaya berjalan terlebih dahulu lalu Aksa menyusul Cahaya.
"kau sungguh hebat oh iya ini obati lenganmu yang memar itu" Aksa memberikan sebotol kecil cairan berwarna hijau pekat pada Cahaya.
"ah... Aku terluka ternyata karena ekor ular sialan tadi" umpatnya kesal.
"kau ini sepertinya mati rasa" Cahaya tertawa kecil.
"aku ingin bertanya seperti apa sosok raja siluman kobra itu? " tanya Aksa.
"dia aku akui tampan namun sayang otak dan prilakunya tidak" ungkap Cahaya jujur.
Aksa terkekeh kecil.
"apakah aku boleh bertanya hal pribadi tentangmu?" tanya Aksa hati-hati.
"tentu saja" jawab Cahaya.
"ehem... Apakah kau pernah memiliki hubungan sebelumnya dengan laki-laki? ".
"ya pernah namun..." jawabnya dengan nada lirih dan sedih.
"eh... Maaf aku tak jadi menanyakannya jika tau itu akan membuatmu sedih" kata Aksa panik.
"tak apa bertanya itu sesuatu yang wajar".
Didepan mereka menyalir sungai yang tak terlalu dalam namun berarus cukup kuat.
Cahaya turun dari kuda dan membawa kudanya kepinggir sungai untuk minum begitu juga dengan yang dilakukan Aksa.
Setelah itu mereka berteduh dibawah besar dekat sungai sambil memakan bekal dan beristirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan.
"aku ingin mengisi air sebentar kau amati kudanya jangan sampai mereka lolos dari hadapanmu" Cahaya berjalan agak jauh dari pohon pesar tersebut untuk mengisi persediaan air minum.
Tiba-tiba kuda meringkik nyaring dan berlari kearah Cahaya dengan cepat.
Cahaya dengan sigap menghadang kedua kuda itu.
"ada apa tenang tenang" kuda kuda itu tenang ketika Cahaya mengelus-ngelus mereka dengan sayang.
"ada apa Aksa?" tanya Cahaya saat melihat Aksa berlari kearah mereka sambil membawa 2 tas dipundaknya.
"aku tidak tahu mungkin mereka merasakan bahaya akan datang" jawab Aksa dengan napas tersengal.
"yasudah kita lanjutkan perjalanan lagi sekitar 3 kilometer lagi ada sebuah desa kecil kita bisa beristirahat disana sampai esok".
Cahaya menaiki kudanya diikuti dengan Aksa, mereka melewati sebuah jembatan kayu dengan hati-hati takut jika nanti mereka jatuh dan tercebur kesungai.
Kuda-kuda tersebut dengan terlatih berjalan dengan berhati -hati diatas kayu yang hanya berdiameter sekitar satu meter itu.
Sampai diujung jembatan mereka menghembus napas lega.
"hah... Cahaya ini aku ingin memberimu ini, aku sudah lama ingin memberinya namun belum sempat bertemu berdua denganmu" Aksa menyerahkan kotak kayu antik dengan ukiran seperti bulan ditengahnya.
"apa ini? " tanya Cahaya bingung melihat kotak tersebut.
"itu tusuk konde punya ibuku, biasanya ibuku memakainya ketika akan bertarung atau berperang namun sekarang ia telah tiada, dia menitipkan itu untukku agar tidak jatuh ketangan yang salah dan bisa diberikan kepada yang berhak" Cahaya tersipu menerima benda pusaka tersebut.
Cahaya membuka kotak tersebut dan menemukan sebuah tusuk konde dengan aksen bunga berwarna silver yang terbuat dari perak.
"cantik sekali, terima kasih aku akan menyimpannya dengan baik" Cahaya tersenyum tulus ke Aksa.
"ayo kita lanjutkan perjalanan hari sudah mulai gelap" mereka berjalan menyusuri sebuah perkebunan setelah melewati hutan yang tidak terlalu rindang.
"sebentar lagi matahari tenggelam ayo kita harus bergegas untuk mencari tempat bermalam" Aksa mengangguk dan memacu kudanya dengan cepat menuju sebuah desa yang sudah terlihat dari kejauhan.
Mereka mendatangi sebuah rumah milik teman ayahnya Cahaya bernama Ki Sakti ia salah satu juru kunci dan ketua desa di desa ini.
"wah kalian sudah datang ayo masuk aku sudah menyiapkan teh hangat dan kamar untuk kalian" Ki Sakti menyambut mereka dengan ramah.
"wah nak Cahaya tambah cantik ya mbah terakhir ketemu pas 10 tahun yang lalu" mbah Sumi, istri Ki Sakti membawa nampan dengan teko dan gelas dari tanah liat.
Cahaya tersenyum tulus, sedangkan Aksa berpamitan membersihkan diri di kamar mandi luar.
"ki kata ayah, aki memiliki salah satu tanaman sakti ayah meminta bibitnya juga daunnya untuk membuat ramuan rahasia" Ki Sakti mengangguk lalu berjalan kearah sebuah ruangan.
"kalian bukannya akan pergi kesrbuah kerajaan siluman?" tanya mbah Sumi.
"iya untuk menyampaikan perang akan tiba" jawab Cahaya.
"Cahaya ini tanaman yang diminta ayahmu sebaiknya jika kau ingin melanjutkan perjalanan lebih baik berjalan kaki dan kudamu kau titip disini karena desa yang kau tuju hanya dapat dilewati dengan berjalan kaki" usul Ki Sakti.
"terimakasih usul dan tanamannya" Ki Sakti hanya mengangguk.
Aksa masuk dengan wajah yang masih basah karena air juga pakaian yang sudah diganti.
"ayo makan malam sudah siap" Tantri anak Ki Sakti muncul dari arah dapur.
"mari nak Cahaya nak Aksa" Cahaya duduk bersampingan dengan Aksa dan didepan mereka ada Tantri yang sedang menyuapi anaknya.
Makan malam berjalan dengan hening tanpa ada suara obrolan saat tangah makan.
Malam semakin larut dan Cahaya sudah tertidur bersama Tantri dan anaknya sementara Aksa tidur diruang tamu.
🐍🐍🐍
Matahari malu-malu mengintip dari celah pegunungan, Cahaya duduk ditempat tidur dengan mata sedikit sembab karena kurang tidur.
Tama bangun dengan wajah khas bangun tidur anak kecil.
"Tama sudah bangun?" tanya Cahaya lembut.
"bi ibu mana? " tanyanya.
"ibumu sedang memasak untuk sarapan" jawab Cahaya lembut.
"ADA SERANGAAAAAN! " seorang perempuan berteriak karena terjadi serangan dadakan dari sekelompok penjarah.
Jangan lupa vote dan koment maaf ya kalo baru bisa update :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Hikari
ActionCahaya Purnama adalah penerang bagi sebuah desa dia wanita terkuat dan tercantik didesa Sukma Jaya sebuah desa yang selalu diselimuti kabut sehingga membuatnya terlihat mengerikan padahal desa tersebut sangat indah namun sayang desa tersebut dekat d...