Let Him Go

1K 99 14
                                    

Bantingan pintu, pukulan dan bentakan sudah bukan hal asing untuk Jeongin. Hidup bersama Hyunjin yang posesif dan temperamental membuat hal itu seakan menjadi makanan sehari-harinya.

Seperti saat ini, ketika Hyunjin tak sengaja melihatnya menyapa seorang lelaki yang merupakan teman lama Jeongin.

"Ngapain kamu senyum sama orang, hm? Udah berani sama saya? Dasar pelacur." Hyunjin mencengkram dagu Jeongin lalu menghempasnya kasar, membuat Jeongin  meringis kecil.

"Maaf, Kak. Dia cuma temen Jeongin," pemuda manis itu menunduk, tak berani menatap lelaki di depannya.

"Teman? Yakin gak main di belakang saya?" Jeongin hanya diam. Lelah, dia lelah dengan hidupnya selama dua tahun terakhir ini.

"Kalau saya tanya dijawab! Bisa ngomong gak kamu?" satu tamparan Hyunjin layangkan ke pipi Jeongin, meninggalkan bekas kemerahan di sana.

"Udahlah, capek saya sama laki-laki murahan kayak kamu. Stress lama-lama kalau gini terus." Hyunjin melangkahkan kakinya ke luar rumah.

"Ke mana, Kak?"

"Bukan urusan kamu!" sebenarnya, tanpa Jeongin tanya pun ia sudah tau. Hyunjin pasti pergi ke night club lalu pulang dalam keadaan mabuk.

♧♧♧

Pukul sembilan malam lewat empat puluh lima menit, Hyunjin belum juga pulang. Jeongin menganggap keadaan ini sebagai kesempatan yang bagus. Tas berisi barang-barang yang ia perlukan sudah siap di dekat pintu, beberapa jumlah uang pun sudah ia kantongi.

Jeongin berencana untuk melarikan diri dari tempat ini. Jeongin merasa dirinya sudah tak sanggup lagi hidup seperti ini. Jeongin hanya ingin hidup bahagia selayaknya orang lain.

Mobil milik Seungmin—temannya sejak kecil—sudah berada di depan rumahnya, siap untuk menjemputnya. Cepat-cepat jeongin memasukkan barang-barangnya ke bagasi lalu duduk di jok depan, ia takut Hyunjin pulang tak lama lagi.


"Udah semua, Jeong?" Jeongin menjawab dengan anggukan. Segera Seungmin melajukan mobilnya, membawa Jeongin pergi dari neraka ini.

♧♧♧

Hyunjin kembali, marah mendapati pintu rumahnya terbuka.

"Jeongin! Udah jam segini kenapa pintu masih kebuka?! Ngapain aja kamu?!" hanya hening malam menyambut teriakannya.

"Keluar! Jangan sembunyi dari saya!" lagi-lagi hanya sunyi yang membalas.

Amarah Hyunjin memuncak saat menyadari bahwa ia hanya sendiri, Jeongin tidak ada di sudut rumah manapun.

'Kemana pelacur kecil itu? Melarikan diri dariku?'

Mata tajamnya menangkap secarik kertas yang tertempel di pintu kulkas. Kertas itu berisi tulisan tangan rapi milik Jeongin—sebuah surat.

"Kak, maafin Jeongin. Jeongin udah capek. Jeongin capek dibentak terus, Jeongin capek dipukul, ditampar terus. Jeongin pergi, Kak. Jeongin juga pengen bahagia. Makasih buat dua tahunnya. Semoga kakak sehat dan bahagia selalu.

YJI."

Benar saja, Jeonginnya sudah pergi.

"BAJINGAN! DASAR JALANG MURAHAN! BERANI-BERANINYA KAMU PERGI DARI SAYA, HAH?!" tembok dapur kini menjadi sasaran kemarahannya.

Entah kenapa, ada suatu rasa yang aneh di hatinya. Rasanya seperti kekosongan, mungkin, kehilangan? Hyunjin tidak mengerti, ia hanya marah. Hyunjin merasa kehilangan sesuatu yang merupakan miliknya.

♧♧♧

Lima hari setelah Jeongin pergi, pada awalnya Hyunjin memang senang. Tidak ada lagi yang akan menganggunya. Tetapi perlahan Hyunjin mulai menyadari, ada sesuatu yang ikut menghilang saat Jeongin pergi.

Tidak ada lagi yang membangunkannya dan membuatkannya sarapan di pagi hari. Tidak ada lagi yang dengan pasrah menjadi sasaran kemarahannya. Tidak ada lagi yang dengan tulus memasak makan malam untuknya, meski sering kali hanya ia balas dengan bantingan pintu.

Hyunjin rindu Jeonginnya.

Ia sadar, ia salah selama ini. Perlakuan kasarnya tak sebanding dengan kasih sayang Jeongin untuknya. Hyunjin merasa bodoh, ia telah menyia-nyiakan seseorang yang mencintainya dengan sepenuh hati.

Sekarang, Hyunjin sangat ingin menarik Jeongin dalam peluknya. Mengucap beribu kata maaf di telinganya. Memperlakukan dan menyayanginya sebagaimana Jeongin terhadapnya.

Namun semua sudah terlambat. Sebesar apapun rasa sesal Hyunjin tidak akan membuat Jeonginnya kembali. Itu semua salahnya, sikapnya sendiri yang telah membuat Jeongin pergi dari hadapannya.

"Maafin saya, Jeong."

— ♧ —

Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Only know you love him when you let him go,

and you let him go.

— ♧ —

hyunjinnya bikin emosi^^

Just HyunJeong.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang