Lucky

435 56 10
                                    

"Halo, Jeong. Lagi sibuk nggak?"

"Lagi nugas, sih. Ada apa? Tumben telepon."

"Oh. Tadinya mau ajak jalan, tapi lain kali aja kalo gitu."

"Eh, deadline-nya masih lama, kok. Kalo mau jalan ayo aja, hehe."

"Serius? Jangan sampe nilaimu kosong aku yang salah, ya."

"Beneran. Mau jalan ke mana?"

"Malem gini yang masih rame mana, ya... Asia Afrika? Nanti aku jemput."

"Boleh, aku siap-siap dulu ya, Kak!"

"Hm, see ya."

Sambungan telepon terputus. Jeongin memang sedang mengerjakan tugas kuliahnya malam ini. namun rasanya sudah lama ia tidak sekadar bertemu dengan Hyunjin—sahabatnya. Lagi pula, tenggat waktu untuk tugasnya tidak dalam waktu dekat. Tidak ada salahnya melepas penat sebentar, bukan?

Segera Jeongin mengganti pakaian tidurnya dengan hoodie putih simpel dan celana jeans biru pudar, serta sepatu Converse merah muda sebagai alas kakinya. Selepas bersiap, Jeongin membuka aplikasi chat di ponselnya guna menghubungi Hyunjin.

Jeongin
Kak, aku udah siap ya|
19.47

Kak Hyunjin
|Oke, aku OTW
19.48

Tak lama, terdengar suara klakson tanda Hyunjin telah tiba di depan kost Jeongin dengan sepeda motornya. Kebetulan kamar kost Jeongin terletak di bagian depan, sehingga suara klakson motor dapat dengan jelas terdengar. Setelah memastikan tak ada yang tertinggal, Jeongin mengunci pintu kamar kostnya lalu bergegas menghampiri Hyunjin, "Ayo jalan, Kak!"

"Ayo. Udah siap semua, 'kan? Handphone sama uang jangan ketinggalan."

"Udah semua. Helmnya?"

Hyunjin menyodorkan sebuah helm, "Nih, pake sendiri apa dipakein?"

"Pake sendiri, lah! Aku udah gede." Hyunjin tertawa geli melihat wajah masam Jeongin, "Iya deh, bayi. Ayo naik, keburu kemaleman." Jeongin bergegas duduk di jok motor dengan wajah sedikit kesal. Hyunjin memang suka sekali menganggap Jeongin sebagai seorang anak kecil dan memanggilnya dengan panggilan 'bayi' meskipun lelaki itu tahu Jeongin benci panggilan itu.

"Udah? Pegangan yang kenceng, mau ngebut." Hyunjin memacu sepeda motornya kencang, membuat angin malam menelusup masuk membelai lembut wajah Jeongin melalui celah helmnya. Jeongin cukup rindu hal-hal kecil seperti ini, hal kecil yang seakan membawa kembali kenangan beberapa tahun lalu.

Hyunjin dan dirinya telah bersahabat sejak keduanya menduduki bangku sekolah menengah pertama, tepatnya pada tahun kedua. Seharusnya Jeongin berada satu tingkat di bawah Hyunjin, namun berkat kelebihannya pada bidang akademis, Jeongin berhasil mengikuti program percepatan kelas dan berakhir masuk ke kelas yang sama dengan Hyunjin.

Saat itu, tidak ada yang ingin berteman dengan Jeongin di kelasnya hanya karena ia tergolong lebih muda dari siswa lain. Jeongin selalu sendirian, hingga akhirnya Hyunjin datang dan menemaninya. Sejak saat itu, hubungan pertemanan keduanya semakin erat—nyaris seperti saudara.

Kini Jeongin dan Hyunjin sedang menjalani tahun pertama di bangku kuliah. Kesibukan kuliah tentu saja berbeda dari bangku sekolah—lebih sibuk, lebih padat. Hal itu yang menyebabkan waktu mereka bersama tidak lagi sebanyak dulu, Jeongin rindu waktu bersama Hyunjin.

Just HyunJeong.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang