2 bulan kemudian...
Baru saja Marlos terbangun dari tidurnya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia semakin merasa ada yang salah dengan tubuhnya. Ia menjadi susah tidur nyenyak dan kurang fokus. Marlos tidak bermimpi aneh-aneh, namun tubuhnya seolah membuatnya terbangun begitu saja. Membuatnya terjaga disisa malam. Bahkan saat ia bertugas di kelompok sel 3 pun mulai melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Tiga hari yang lalu ia lupa mengunci balok kaca dan membuat orang-orang terjangkit itu berlarian. Alhasil, Reon dan Anthony mau tak mau juga harus ikut bermain kejar-kejaran. Atau dua hari yang lalu saat Marlos lupa untuk tidak memisahkan ampas makanan dengan kotoran lainnya, sehingga membuat saluran pembuangan tersumbat. Pada akhirnya, mereka terpaksa memanggil seorang ahli untuk menyelesaikan masalah tersebut.
"Kau terjaga lagi?" tanya Anthony yang melihat Marlos duduk di kursi samping jendela seraya menatap langit malam. Marlos menganggukkan kepalanya samar.
"Aku pikir kau harus ambil cuti libur dan bermain diluar. Yang kau alami akhir-akhir ini mungkin saja karena jenuh. Sudah hampir 3 bulan kita disini tanpa ada kegiatan lain yang bisa merefresh otak." ujar Anthony.
"Kalo kalian mau, besok pagi aku akan minta izin keluar. Kita akan bersenang-senang seharian. Bukankah petugas pipa pembuangan membutuhkan tiga hari untuk memperbaiki? Kita masih punya waktu libur hari ini dan besok." sahut Reon dengan mata tertutup. Reon memang seperti itu, meski terbangun ia tetap akan memejamkan matanya. Mungkin sebagian orang akan lebih memilih membuka matanya terlebih dahulu sebelum membuka mulut. Tapi Reon sebaliknya.
"Ada gunanya juga kau, bung. Gara-gara pipa pembuangan, kita bisa libur 3 hari." lanjut Reon yang dibalas Marlos dan Anthony dengan kekehan ringan.
***
Pagi ini udara cenderung hangat, mungkin karena sebentar lagi musim panas. Pagi tadi Reon datang ke kantor kepala laborat untuk meminta izin berjalan-jalan ke kota. Karena tidak punya alasan untuk membiarkan ketiga lelaki itu tetap tinggal, akhirnya sang kepala pun mengizinkan. Toh urusan pipa pembuangan juga belum terselesaikan. Entah karena pipanya yang memang sangat kompleks, atau karena Marlos yang keterlaluan. Setelah bersiap, akhirnya ketiga lelaki itu segera menuju halte terdekat. Kali ini niatan untuk bisa ke kota akhirnya bisa terlaksana.
"Haaaaah, aku jadi rindu keluargaku." ujar Anthony saat ketiganya sudah duduk manis di dalam bus.
Keluarga? Marlos jadi teringat Kakeknya. Satu-satunya keluarga yang ia punya adalah Kakeknya. Sedang kedua orang tuanya sudah lebih dahulu meninggalkan diriya di dunia. Tapi lebih dari itu, sosok Kakek adalah idola bagi Marlos. Satu-satunya alasan mengapa ia bergabung dengan kemiliteran adalah karena keinginan Kakeknya. Padahal Marlos sudah menolak, ia ingin bekerja di kantor atau pabrik saja asal bisa pulang dan merawat Kakeknya. Tapi Kakeknya tetep kokoh dengan pendiriannya bahkan rela menghabiskan waktu di panti jompo. Marlos merasa sudah menjadi cucu yang durhaka namun juga patuh disaat bersamaan.
"Aku berharap bisa menemukan wartel di kota. Aku ingin menelpon Ibuku." Sahut Reon. Sedang Marlos hanya bisa terdiam, merasakan angin semilir yang menerpanya dari jendela bus yang terbuka.
"Aku penasaran, apa orang-orang tau jika laboratorium kota mereka menyimpan beribu-ribu manusia terjangkit?" ucap Marlos tiba-tiba, mengintrupsi percakapan keluarga antara Anthony dan Reon. Suasana langsung senyap begitu saja. Anthony dan Reon berhenti berbincang. Hanya terdengar deru mesin bus. Marlos mengalihkan pandangannya saat tak kunjung mendengar jawaban Anthony dan Reon. Tanpa sengaja, matanya bertatapan dengan seorang nenek yang duduk di sebrang kursi mereka. Nenek itu menatap dengan tajam kearahnya. Marlos melirik Anthony dan Reon seolah meminta penjelasan. Namun keduanya nampak sama sekali tak berekspresi ataupun memberi clue apa yang sebenarnya terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trial Run (Hiatus)
Ciencia FicciónGrizelle Anastasya, Andreas Frendagle dan Harbert Roberto adalah seorang ahli laborat yang bekerja dibawah naungan W.S.R.O yang mengembangkan bakteri pemakan plastik. Namun, apa jadinya jika bakteri penyelamat itu justru menjadi wabah yang mengancam...