•Hubungan-10•

1.7K 226 16
                                    

Mempunyai suatu keluarga utuh, mungkin bukan harapan banyak orang. Mereka lebih suka berharap punya uang banyak, bisa pelesiran ke tempat destinasi keren, atau bisa mendatangi Paris yang terkenal dengan kota romantisnya. Tetapi, Alora lebih suka meminta pada Tuhan-semasa kecilnya di panti asuhan-agar diberikan orang tua angkat yang baik dan menerima seutuhnya. Sayangnya, itu hanya di angan-angan semata.

Kini, ia merasa jika Tuhan selalu baik untuk semua umat yang percaya dan taat kepada kasihNya. Ia bisa menyaksikan dan merasakan betapa hangatnya sebuah keluarga sungguhan, bukan hanya ibu-ibu panti dan adik-kakak panti asuhan yang tak jelas asal-usulnya.

Di depannya tampak seorang wanita paruh baya dan adik perempuan Reynold tersenyum menyambut kedatangannya. Keduanya menyalami tangan Alora dan mempersilakannya duduk di sofa ruang tamu.

"Namamu siapa?" tanya wanita paruh baya itu lembut.

"Alora Thalita."

Wanita itu tersenyum dan menatap putranya. "Nama yang cantik, secantik orangnya."

"Kak Rey udah cerita ke kami soal Kakak, ternyata beneran cantik." Adik Reynold memuji Alora dan tampak senang bertemu dengannya.

Alora tersenyum lega karena keluarga Reynold menerimanya, sama seperti yang dikatakan lelaki itu padanya sebelum masuk tadi. Mama Reynold berkata jika papa Reynold meninggal sudah bertahun-tahun, mereka bertiga hidup bersama di rumah ini dan hanya Reynoldlah tulang punggung keluarga.

Mama Reynold mengapit lengan Alora ke ruang makan, setelah mengobrolkan banyak hal di ruang tamu. Tak ada sajian istimewa, hanya masakan rumahan yang justru menarik perhatian Alora. Lidahnya lama tak merasakan masakan seorang ibu, terakhir ia berkunjung ke rumah panti asuhanlah merasakan masakan rumahan paling sederhana, itu pun membuat Alora merasa tak enak.

"Mungkin masakan mama tak seenak masakan koki di restoran, apalagi bahannya, tapi jangan remehkan rasanya, bisa bikin nagih!" Reynold berkata pelan di akhir kata.

Alora tersenyum merekah. "Tenang saja, aku suka masakan semua mama, apalagi seharum ini."

"Kalau gitu, kamu harus janji untuk habiskan semua ini!" Wanita paruh baya itu menantang Alora.

"Wah, datang dengan perut kosong, pulang dengan perut sekarung nanti."

Keempat orang itu tertawa di meja makan, hanya ditemani lampu gantung menyala kuning mereka menghabiskan makan malam. Alora mengirim pesan balasan secepat kilat memberi tahu Queen soal makan malamnya yang sukses dan tentu saja gaun marsala pilihan Queen menambah kecantikannya.

Setelah makan malam, mama dan adik perempuan Reynold membiarkan keduanya berduaan di ruang tamu, kemudian berpindah ke gazebo dekat kolam ikan emas. Alora suka dengan eksterior rumah Reynold, tenang, damai dan selaras dengan alam, begitu konsepnya.

"Kau tampak suka di sini," kata Reynold.

"Iya, aku senang bertemu dengan keluargamu. Mereka welcome padaku."

"Mama tadi berkata, kalau dia setuju aku melamarmu."

"Apa mama dan adikmu enggak keberatan dengan statusku?"

Reynold menggeleng sambil tersenyum. "Enggak."

"Kalau aku pernah diperkosa, apa kau juga enggak mempermasalahkan itu?"

Reynold tertegun, menarik senyumnya dan menatap Alora dalam-dalam. "Itu tidak lucu, Alora."

"Aku serius, Rey."

Reynold berhenti tertawa dengan perkataan Alora yang mengira jika itu adalah lelucon atau pertanyaan omong kosong. "Kapan hal itu terjadi?"

Alora tercekat, mulai terdiam cukup lama sebelum akhirnya bercerita soal itu semua. Reynold mendengarkan dengan kening mengerut dan mengabaikan minuman dingin yang dibuatkan mamanya tadi. Alora menceritakan semuanya, ya, dari awal hingga sekarang.

Agape [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang