•Salam -3•

2.2K 245 17
                                    

Suara sesuatu membuat telinga Alora terganggu, jemari tangannya reflek meraba. Bisa dipastikan tempat yang ditidurinya bukanlah kasur empuk dengan seprai hangat, ini seperti kau terjatuh terjengkang ke belakang pada genangan air seusai hujan lebat. Alora membuka matanya, hingga perlu meraba sendiri jika kelopak matanya terbuka tetapi yang dilihatnya tetaplah kegelapan.

Jikapun ini sedang pemadaman, tak akan segelap ini, bukan? Ia bangkit, meraba sekitar, ia meyakini jika ini adalah tanah bersemen yang lembab dan basah. Ia merangkak dan kaki kanannya tertarik ke belakang, tangannya meraba kembali, ada sebentuk benda yang terbuat dari besi dan merantai kakinya.

"Ada orang? Ini di mana? Kenapa aku di sini?" tanyanya pada siapapun.

"Alora," bisik seseorang memanggil.

Wanita cantik itu berhenti merangkak seketika saat mendengar jelas namanya dipanggil. Ia tak bisa melihat di dalam kegelapan seperti saat ini, jadi tangannya terulur meraba sekitar. Tiga jangka lututnya merangkak, tangannya sudah menyentuh seseorang.

"Kau, siapa? Ini di mana? Mengapa aku di sini?" tanya Alora.

Hanya terdengar embusan napasnya dan seseorang di depannya. Alora berdehem kemudian mengulangi pertanyaannya kembali. Sepasang tangan menyergap tangannya dengan sigap, kemudian deru napas seseorang seperti tepat berada di depannya.

"Alora," panggilnya lagi.

"Kau siapa? Mengapa tahu namaku? Bagaimana? Darimana?" tanya Alora.

Belum juga Alora bernapas satu tarikan napas, tenggorokannya sudah dicengkeram erat. Tangan Alora jelas memegangi apa pun yang membuat jalan napasnya tersumbat. Tangan itu kokoh, hanya satu tangan rupanya, bukan dua. Tetapi sudah bisa membuat Alora sulit bernapas.

Alora memukuli tangan kokoh itu, meski tak ada pencahayaan sama sekali, ia yakin jika orang itu benar ada di depannya. Ia bisa melihat di dalam kegelapan neraka sekalipun.

"Le ... pas! L-Paskan!" teriak Alora di sela ketidakberdayaannya.

"Alora, apa kau tak ingat siapa aku? Apa kau tak bisa menebak dari suaraku?"

Seseorang yang mulai diyakini Alora sebagai lelaki dari suara seraknya yang dalam dan tertahan kini menarik kasar lehernya hingga tubuhnya maju hanya bertumpu pada lutut dan cengkeraman yang kian terasa menyempitkan tenggorokannya.

"M-hon, le-as!"

Alora dilepaskan namun juga didorong kuat ke belakang.  Wanita itu segera bangkit dan mencari sesuatu untuknya bersandar, agar dirinya bisa melindungi dirinya sendiri entah dengan menendang atau mencakar, ia punya sedikit kuku yang bisa menajam jika diperlukan.

"Mengapa pergi dariku? Aku adalah mimpi burukmu!"

Ia mundur, meski tak yakin terus saja berharap. Sesuatu yang hampir bisa diartikan sebagai sandaran sudah terasa di punggung tapi, seseorang itu mendapatkannya kembali. Kali ini ia dijambak dengan kencang dan dibenturkan ke sesuatu yang keras, dinding batako mungkin, Alora tak yakin, kini lantai bersemen yang lembab dan tergenang air kembali dirasakannya.

Alora tergagap bangun karena mendengar suara kucing tengah bertengkar di atap. Itu hal biasa, sudah beberapa kali terjadi, kemungkinan besar kucing tetangga ingin dikawinkan. Tetapi bukan itu yang membuat Alora tertegun, apa yang ada di bawah tubuhnya adalah kasur empuk di kamarnya yang semula, tubuhnya pun tak merasa lembab. Alora bangkit sedikit guna mengambil kaca kecil di laci, ia melihat keningnya berdarah dan memar.

Alora melihat kembali dan lagi, sampai ia yakin jika itu memang terluka. "Jadi, yang tadi bukan hanya mimpi? Lalu siapa yang melakukannya?"

#

Agape [The End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang