Lee Dawon."Dijemput kakak kamu?"
Aku mengangguk, untuk menimpali pertanyaan Amel—teman sekelasku.
"Wah, mantap nih! Kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan."
Aku hanya menggeleng sambil tertawa pelan menanggapi perkataan nya barusan yang kelewat semangat.
"Kenapa?! Nggak usah protes! Aku cuma pengen lihat kakak kamu doang! Udah lama sejak minggu kemarin aku lihat dia."
"Belum lama Mel, kamu mah gampang banget ya kangen sama kak Dawon." kataku lagi lagi tertawa.
Aku pun mengedarkan pandangan ke arah jalan. Menanti jemputan dari sosok yang dikagumi oleh sahabat ku itu.
"Ini tuh salah kak Dawon! Kenapa coba dia ganteng banget? Ya ampunnn, beruntung banget kamu punya kakak kayak kak Dawon."
"Beruntung dari mana? Kamu aja yang belum tau kelakuan absurd nya kak Dawon kalo dirumah."
Tak lama, suara mobil mendekat membuat kami berdua menengok ke arah yang sama. Didepan ku sudah ada mobil berwarna silver yang di dalam nya terdapat kak Dawon, kakak ku satu satunya.
"Adek, yuk pulang."
Aku kira kak dawon akan menunggu ku dengan duduk di jok kemudi nya, namun aku salah. Dengan setelan khas orang kantor, dan juga kacamata yang bertengger manis di wajah kak Dawon, ia malah keluar dari mobil dan menghampiri ku.
"Iya, kak. Yaudah Amel, aku duluan ya. Kamu hati hati." pamitku pada Amel yang diam diam sedang mengagumi kak Dawon.
"Duluan ya, dek." pamit kak Dawon juga.
"E—eh, iya kak."
Aku berjalan masuk ke dalam mobil diikuti oleh kak Dawon. Sebelum mobil benar benar jalan, aku sempat melihat ke arah Amel. Ia berekspresi seolah masih syok karena barusan mendapat keajaiban.
Aku lagi lagi tertawa karenanya.
"Kamu kenapa dek?"
"Kakak sih! Pake acara tebar pesona tadi! Kan temen ku jadi baper!" jawabku masih saja tertawa.
"Eh, siapa juga yang tebar pesona. Kakak mah pesona nya alami, nggak perlu ditebar-tebar, cewek pun pada klepek-klepek." kata kak Dawon kemudian berdehem sok cool.
"Iya deh iya, kakak mah udah mempesona walaupun cuma make celana bunga bunga sama kaos spongebob." kataku menyindir style pakaian kak Dawon di rumah.
"Idih, kamu mah suka nya buka aib orang. Kakak marah ah!"
Aku menengok ke arah kak Dawon. Ku amati ekspresi kak Dawon lamat-lamat, dan itu membuatnya langsung membuang muka ke arah jendela.
"Kenapa kak? Nggak tahan ya lihat wajah imut dari adik mu ini?" kataku menggoda kak Dawon.
"Imut dari Hongkong! Wajah kayak badut aja sombong!"
Kak Dawon tertawa keras saat melihat ku yang kesal padanya.
"Ya ampun, badut nya ngambek nih. Aduh gimana ya? Padahal mau dibeliin es krim, tapi nggak jadi deh."
"Ihh mau kak!! Ayo beli eskrim!!"
Mendengar perkataan kak Dawon, tentu saja membuat ku terus meminta nya untuk tidak membatalkan hal itu.
"Nggak mau ah, kamu aja tadi sok-sokan ngambek sama kakak. Giliran kakak ngomongin eskrim langsung deh,"
"Kakak nyebelin! Adek marah ah!" kataku sambil membuang muka ke arah jendela.
Kudengar kak Dawon asik tertawa hingga beberapa detik kemudian, ku merasa ada yang deja vu.
Tanpa aba-aba aku menengok ke arah kak Dawon yang juga sedang menatapku dengan kedua alis terangkat.
Kami pun secara tiba-tiba tertawa bersamaan. Mengingat perkataan ku barusan yang mirip seperti yang dikatakan kak Dawon beberapa menit yang lalu.
"Wahh kamu mah follower setia kakak. Sampe yang kakak ucapin, kamu ikut-ikutin."
"Hihh nggak ya kak, sorry sorry aja. Jangan ngarep deh aku jadi follower kakak. Yang ada aku itu haters setia kakak!" ucapku masih saja tertawa.
"Haters itu fans yang tertunda, dek. Wahh calon fans kakak nih cieee."
Aku langsung saja mendaratkan pukulan pada lengan kiri kak Dawon.
"Udah ah kak, capek ketawa terus daritadi."
"Siapa juga yang nyuruh kamu ketawa dek?"
"Ih bodoamat! Kak Dawon nyebelin!!"
🍃🍃🍃