Kim Youngbin."Ya ampun, maaf banget dek barusan dateng. Tadi ada rapat dadakan sama himpunan di kampus."
Aku tertawa pelan melihat raut bersalah dari kak Youngbin, tetangga sekaligus guru les privat ku yang baru beberapa minggu disewa oleh mama.
Aku mempersilakan kak Youngbin untuk masuk, "Santai, kak. Lagipula pesenan makanan ku belum nyampe. Aku lagi pengen belajar sambil nyemil, hehe."
Kak youngbin mengikuti langkah ku ke arah ruang keluarga. Aku duduk lesehan di antara sofa dan meja yang ada di depan televisi.
Kak youngbin meletakkan tas ranselnya di sofa, lalu ikut duduk di sebelahku namun masih menyisakan jarak yang cukup untuk satu orang.
"Emangnya kamu pesen apa?" tanya kak Youngbin sambil mengeluarkan buku berisi materi sbmptn.
"Capcin sama piscok sih, kakak juga ku pesenin itu. Nggak papa, kan?" tanya ku menatap kak youngbin.
"Lah, nggak dipesenin pun sebenernya nggak papa. Makasih ya, tau aja kakak lagi pengen yang manis manis," kata kak youngbin yang membuat ku tertawa, "kayak kamu."
Aku hampir saja tersedak ludah sendiri saat mendengar kelanjutan dari kak youngbin yang sekarang malah asik menertawaiku.
"Cie salting ciee,"
"Siapa yang salting?!"
"Manis banget sih," celetuk kak youngbin yang masih tertawa.
"Sayang, kamu pesen makanan ya? Udah di depan tuh," kata mama tiba tiba yang berjalan dari arah ruang tamu dan kini menghampiri ku.
Aku mendongak menatap mama yang berdiri, "Iya mah, sebentar."
Kemudian aku berdiri dan berjalan keluar.
"Pesanan atas nama kak Youngbin, ya?" tanya pengantar makanan itu yang kujawab dengan anggukan.
"Ini uang nya, makasih mas." kataku sembari memberikan uang kepada pengantar makanan itu.
Saat aku ingin berbalik, aku dikejutkan dengan adanya kak Youngbin yang berada tepat di depanku.
"L—loh, kak Youngbin?"
"Kok pesenan nya pake nama kakak?" tanya kak Youngbin yang membuatku sedikit terkejut, berarti kak Youngbin sudah ada disini sejak aku menerima pesanan.
Aku kemudian meringis pelan, "Nggak papa sih, kak. Iseng aja, hehe."
Ku kira Kak Youngbin akan marah atau kesal karena menggunakan namanya tanpa izin untuk memesan makanan, tapi ternyata ia malah tersenyum dan menyuruhku untuk segera masuk lagi ke dalam rumah.
Aku mengikuti langkah kak Youngbin sambil berpikir kemudian aku bertanya, "Kak Youngbin nggak marah?"
Kak Youngbin sudah mendudukkan dirinya di tempat yang sama seperti tadi, ia pun melihat ku yang ada di sebelahnya.
"Kenapa marah? Kakak malah seneng," katanya yang membuat ku sedikit heran.
"Seneng?"
"Iya, soalnya kan kamu ngefans berat sama kakak, sampe-sampe make nama kakak buat mesen makanan." kata Kak Youngbin tertawa.
Aku hanya menatap datar tetangga ku ini. Bagaimana bisa dia berpikir bahwa aku mengidolakan nya. Padahal kan tujuan ku memakai nama kak Youngbin memang hanya sebuah kebetulan dan keisengan semata.
"Datar di luar, padahal dalem hati panik soalnya udah ketahuan." kata kak Youngbin.
Aku mencibir pelan, "Idih, kak youngbin kepedean banget sih jadi orang."
Kak Youngbin kembali tertawa mendengar cibiran ku, "Udah ah, capek ketawa terus. Yaudah, ayo ayo fokus belajar!"
"Padahal yang daritadi ketawa kan Kak Youngbin sendiri," kataku pelan tetapi masih dapat didengar olehnya.
"Kamu mah nggak asik! Diajakin ketawa malah datar terus daritadi,"
"Itu mah kakak aja yang lagi receh," kataku tanpa melihat nya, karena sibuk membuka-buka buku.
"Dek,"
Aku menengok karena panggilan kak Youngbin, "Kenapa kak?"
Kak Youngbin yang semula fokus ke arah bukunya, kini mendongak dan menatap ku. Ia tersenyum singkat.
"Habis belajar, jalan yuk!"
Aku berpikir sejenak atas ajakan tiba-tiba dari kak Youngbin.
"Emang kak Youngbin nggak malmingan?" tanyaku, mengingat hari ini adalah hari Sabtu.
"Makanya kakak ngajak kamu, gimana?"
"Pacar kak Youngbin?"
Kulihat kak Youngbin tersenyum kecil kemudian ia menggeleng, "Kakak nggak punya pacar."
Aku sedikit terkejut dengan pengakuan dari Kak Youngbin. Dilihat dari aktivitas nya di sosmed, ia memiliki banyak follower yang kuyakini sebagian besar menyukai tetangga ku ini. Terlebih lagi, Kak Youngbin juga tampan.
Maka dari itu, dari sekian banyak gadis yang menyukai nya, masa tidak ada satupun yang membuat ia tertarik?
"Mikir apa hayo?" celetuk kak Youngbin yang membuat ku tersadar.
"Kakak nggak bohong kan? Masa kak Youngbin nggak punya pacar?"
"Iya, ngapain kakak bohong sama kamu?"
Aku mengamati sorot mata kak Youngbin untuk memastikan apakah ia berbohong atau tidak. Namun yang kutemukan hanyalah sorot matanya yang serius, yang membuat ku sempat terpana selama beberapa detik.
Kak Youngbin menaikkan kedua alisnya, "Kakak ganteng banget ya, sampe kamu daritadi lihatin kakak terus."
"Ngarang!"
Aku sontak mengalihkan pandangan, dan berpura-pura sibuk membuka plastik berisi dua gelas capcin. Ku dengar suara tawa dari arah sebelahku.
"Nih kak," kataku sambil meletakkan segelas capcin di meja depan kak Youngbin.
"Makasih."
Aku berdehem pelan setelah meminum sedikit capcin milikku, "Kak Youngbin beneran mau ngajak aku?"
Kulihat kak Youngbin mengangguk sambil menyeruput es capcin nya.
"Gimana? Mau nggak nih?" tanya kak Youngbin.
"Sebenar nya aku sih mau mau aja," jawabku sambil melihat ke arah nya, "tapi nggak tau, mama mau ngasih izin apa enggak. Kan kakak tau, alesan mama minta jadwal les jumat, sabtu, minggu. Biar aku nya nggak keseringan main."
Kak Youngbin membalas tatapan ku sambil tersenyum, "Kakak udah izin kok tadi, mama kamu ngebolehin."
Aku menatap laki-laki ini tak percaya.
"Seriusan kak? Kapan kakak bilangnya?"
Kak Youngbin terlihat berpikir, "Emm, sejak kakak ngajuin diri buat jadi guru privat kamu kayaknya."
"H—hah?"
Aku terdiam, sedang mencerna maksud dari perkataan kak youngbin barusan.
"Udah, nggak usah mikirin aku dulu. Nih buruan kerjain soal nya," kata kak Youngbin menyodorkan buku kehadapanku. "Biar cepet selesai, dan aku bisa jalan sama calon pacar."
🍃🍃