BAB V

622 90 15
                                    

"Berapa kali harus kukatakan, aku tidak mau melihatmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berapa kali harus kukatakan, aku tidak mau melihatmu."

Jennie tersentak, terkejut dengan bentakan yang barusan dia dengar. Menghela napas sejenak, Jennie kemudian melanjutkan kegiatannya yang tengah mengganti air dalam vas bunga di kamar mandi. Setelah mencoba menguatkan hatinya dan memasang senyum seramah mungkin, Jennie melangkah keluar dari kamar mandi dan langsung berhadapan dengan wajah kaku dan tatapan tajam Taeyong.

Sejujurnya, Jennie masih belum terbiasa menghadapi Taeyong yang membencinya. Tidak pernah terbiasa.

"Bagaimana kabarmu pagi ini, Tae?"

Taeyong menatapnya tajam. "Kenapa kau masih diizinkan masuk ke kamarku?" tuntutnya. Tatapannya masih tajam pada gadis yang kini ada dihadapannya ini.

"Sudah kubilang pada perawat-perawat itu-"

Jennie mengerti untuk tidak membiarkan kata-kata tajam Taeyong melukainya. Dia paham bahwa lelaki itu kehilangan ingatannya mengenai semua peristiwa dalam enam tahun terakhir, tidak mengenali Jennie dan makna dirinya dalam hidup Taeyong. Ya, lelaki itu tidak menyadari betapa berartinya gadis itu untuknya, dulu.

Jennie memahami banyak hal, tetapi ternyata, mengerti saja tidaklah cukup. Delapan minggu yang panjang sudah dilaluinya disini. Namun, sikap Taeyong masih sama dinginnya, bahkan, bisa dikatakan justru lebih dingin dan ketus. Dia menolak kehadiran Jennie, enggan melihat eksistensi gadis itu dihadapannya. Bahkan setelah delapan minggu, seharusnya Jennie sudah bukan orang asing lagi baginya. Setidaknya lelaki itu bisa menerima kehadiran Jennie yang hanya ingin membantunya. Namun, nyatanya tidak.

Rasanya justru lebih menyakitkan dan mungkin Jennie sudah lelah. Mungkin, Jennie sudah mencapai batasnya. Hatinya seakan tidak mampu lagi menerima lebih banyak rasa sakit.

"Keluar," perintah Taeyong dengan nada dinginnya, seakan tidak mengizinkan adanya celah untuk membantah. Perintahnya begitu final.

Jennie ingin tetap di sana, meski hanya sebagai orang asing yang datang setiap hari dan menanyakan kabarnya. Jennie ingin sedikit saja waktu, karena besar kemungkinan Taeyong tidak akan mendapatkan kembali ingatannya. Jennie ingin berdiri di sampingnya, tetapi hal kecil seperti itu pun dia tidak lagi dapat dia lakukan.

Dan Jennie, yang bukan siapa-siapa, yang sangat sangat beruntung bisa bertemu Taeyong dan jatuh cinta kepadanya, mungkin hanya sekali seumur hidup saja sudah cukup untuknya. Sudah habis masa tenggatnya. Jadi, meski dengan pukulan keras yang kini menghantam jantungnya dan rasa sakit menjalar di setiap bagian tubuhnya, Jennie mengambil langkah mundur. Sudah saatnya Jennie untuk menyerah.

Tangannya meraih kembali karangan bunga yang dibawanya dari dalam vas, tidak sanggup memedulikan air yang tidak berhenti menetes memenuhi wajahnya. Matanya terpaku memandangi bayangan tubuh Taeyong yang tertimpa cahaya matahari pagi yang keemasa, masih membuang muka, seakan tidak sudi untuk menyaksikannya pergi.

Memory Of Love (COMPLITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang