BAB VI

698 88 9
                                    

"Bagaimana kabar Oppa?" Tanya Jennie pada Taehyung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana kabar Oppa?" Tanya Jennie pada Taehyung. Ya, Jennie baru saja menjemput Taehyung dibandara. Saat ini mereka tengah menikmati makan siang bersama.

"Oppa baik J. Bagaimana denganmu dan Taeyong?"

Jennie terdiam sejenak, gerakan sumpitnya melambat. Jennie bahkan tidak tau harus menjawab apa, sudah 1 minggu Jennie tidak lagi datang ke rumah sakit. Dia hanya mendapat kabar Taeyong dari Mark dan juga Eommanya.

"Seperti yang Oppa lihat, J tentu saja baik" Jawab Jennie dengan senyum yang dia paksakan. Karna sejujurnya, kondisi Jennie bahkan jauh dari kata baik.

"J, lihat Oppa. Jangan memendam semua sendirian. Sekarang Oppa ada disini, kamu bisa membagi semua bebanmu dengan Oppa." Ujar Taehyung meyakinkan. Karna melihat Jennie serapuh ini, adalah hal yang tidak pernah dia inginkan.

Setelah hampir sepuluh minggu dirawat di rumah sakit, Taeyong akhirnya diizinkan pulang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah hampir sepuluh minggu dirawat di rumah sakit, Taeyong akhirnya diizinkan pulang. Mungkin itu lebih baik untuk saat ini, karena pihak rumah sakit telah sepakat bahwa keluarga Taeyong lebih bisa merawat pasien mereka yang.... yah, semakin hari semakin galak, memelototi perawat yang mengganti perbannya atau membantunya mandi. Tidak ada lagi yang akan dibuat trauma seumur hidup akibat ketajaman mata dan lidah seorang Lee Taeyong.

Taehyung hanya bisa saling tukar pandang dengan Mark yang pagi itu juga kebagian tugas menjadi penjemput Taeyong.

"Kenapa kau bersikap sangat buruk kepada mereka?" tanya Taehyung kepada Taeyong dalam perjalanan menuju kediaman Keluarga Lee.

Taeyong yang duduk di kursi belakang sendirian hanya diam dengan mata terpejam. Tidak peduli dengan pertanyaan sahabatnya itu.

"Semoga beruntung mengurusinya nanti," bisik Taehyung dari sebelah Mark yang tengah mengemudi.

Keduanya sebenarnya sudah bisa menduga alasan perubahan sikap Taeyong itu. Perangainya berubah buruk begitu menyadari Jennie tidak lagi kembali ke rumah sakit untuk menjenguknya setiap pagi. Bahkan setiap keluarga atau sahabat Taeyong bisa melihat perubahan pada lelaki itu dengan jelas, dari cara Taeyong yang selalu tersentak menoleh ke arah pintu setiap kali pintu ruang rawatnya dibuka, dan jika yang muncul bukan Jennie, perangainya menjadi lebih menyebalkan dari biasanya. Sudah berapa kali sang adik menjadi sasaran tatapan tajam Taeyong setiap kali dia datang untuk mengunjungi kakak bodohnya itu. Tetapi Mark memutuskan untuk diam saja. Dia telah berjanji kepada keluarganya dan calon kakak iparnya itu untuk mengesampingkan masalah ini, memilih untuk fokus pada masa pemulihan kakaknya. Karena, masih ada terapi panjang yang harus Taeyong selesaikan. Tidak perlu membebani pikirannya dengan kehadiran Jennie, lebih-lebih memaksa kembali ingatannya.

Taehyung sendiri merasa sulit menerima apa yang terjadi diantara sahabatnya itu. Dia baru datang 1 minggu yang lalu setelah menerima permintaan Jennie untuk kembali dan mendampingi Taeyong. Mengesampingkan segala pertanyaan di dalam kepalanya, Taehyung segera menyelesaikan urusannya agar dapat kembali ke korea dengan cepat.

Taehyung bahkan tidak dapat menutupi keterkejutannya, setelah dia mendengar semua cerita tentang kondisi sahabatnya. Namun, secara pribadi merasa ada yang salah dengan keputusan Jennie. Tetapi Jennie tetaplah Jennie, jika dia sudah memutuskan sesuatu, akan sangat sulit untuk diubah pikirannya. Sejauh ini, barangkali hanya Taeyong yang bisa berkompromi dengannya, tetapi kondisi Taeyong yang tidak mengingat apa-apa tentang Jennie membuat hal itu mustahil dilakukan. Lagipula, Taeyong sendiri yang menyebabkan Jennie memutuskan menjauh untuk sementara. Dan orang lainlah yang terkena imbasnya.

Ketika mereka sampai di kediaman Keluarga Lee, sang Eomma menyambut mereka bertiga di depan pintu. "Bagaimana perjalanan ke sini?"

"Lancar-lancar saja, bibi" jawab Taehyung dengan sopan.

"Apa kau ingin langsung istirahat, Tae?" tanyanya pada putra sulungnya. "Atau makan siang dulu bersama-sama?" tawarnya. "Taehyung juga, tinggal untuk makan siang, 'kan?"

"Ah," kata Taehyung, terlihat canggung. "Aku ada janji makan siang dengan-yah, Bibi tahu lah."

Taeyong, meski setengah pincang dan bekas jahitan pasca operasinya belum seluruhnya kering, tidaklah bodoh. Matanya masih setajam biasanya, menangkap gelagat aneh Tahyung dan ibunya.

'Mereka menyembunyikan sesuatu' pikirnya.

Dan memang belakangan ini ada sangat banyak hal yang tidak mereka ucapkan kepadanya, yang kalimatnya sudah terbentuk di ujung lidah, tetapi mereka telan kembali bulat-bulat. Taeyong benci hal itu.

"Kau sungguh yakin, J? Tidak main-main?" tanya Taehyung sekali lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kau sungguh yakin, J? Tidak main-main?" tanya Taehyung sekali lagi. Matanya diedarkan ke sekeliling apartemen.

Jennie berdiri di sampingnya, memasang wajah teguh. Kardus-kardus pindahan kosong yang siap diisi diletakkan di dekat kakinya.

"Kita tidak ingin mengagetkan Tae dengan barang-barang yang terlalu... feminin, tentunya."

"Feminim?" Tanya Taehyung. Itu nyaris separuh isi apartemen Taeyong. Dari sofa marun hingga gorden jendela berenda, pernak-pernik yang mengisi celah pada rak buku, set piring dan mangkuk keramik, koleksi boneka yang menempati satu rak kaca khusus. "Kau ingin menggadaikan tempat ini ya, J?"

Jennie tersenyum sekali lagi. " Jangan terlalu Dramatis, Oppa"

Taehyung tidak sedang bertingkah dramatis. Jennie lah yang tidak benar-benar mengerti sebesar apa arti kehadirannya bagi Taeyong selama ini. Sebanyak apa dia telah mengubah Taeyong. Dan sedalam apa esensi dirinya meresap ke dalam diri Taeyong.

Tanpa ingatan pun, pria itu lebih suka telur gulungnya diisi keju, minta disiapkan es krim vanilla sebagai hidangan penutup setelah makan, tidak memakan bagian kuning telurnya, pergi menyiram tanaman hias dan bonsai milik ayahnya, bertanya apakah ibunya bisa membuat kue kering oatmeal dengan kismis, menyisihkan baju-bajunya yang berwarna terlalu muram, memandang ke luar dari jendela kamarnya, seakan menunggu kedatangan seseorang yang dia lupakan namanya.

Tetapi,Taeyong tidak pernah mengingat, tanggal lahir Taehyung, nama-nama tanaman bonsai ayahnya, cara Mark mengurutkan koleksi video game di rak pribadinya, tanggal pernikahan kedua orang tuanya, bunga favorit ibunya.

Taehyung kini mengerti, bahwa memori tersimpan lebih erat di hati.

Taehyung kini mengerti, bahwa memori tersimpan lebih erat di hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Memory Of Love (COMPLITED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang