Part 8

232 17 0
                                    

Ares: "Oh, Hai, maaf aku-"

Emma: "Sorry aku bawa teman, dia terluka." Emma memotong kalimat Ares dan menjawab dengan santai.

Ia menunduk lagi memastikan perban sudah menempel dengan baik, kemudian ia membereskan kapas, alkohol dan perban memasukkan semua ke dalam kotak P3K. Wolfy mencengkram knop pintu erat-erat, ekspresinya tampak seperti menahan kekesalan.

Emma: "Ayo aku bantu jalan ke apartemenmu." Emma membantu Ares bangun dari sofa dan memapah Ares. Ia melingkarkan tangan kanan Ares ke bahunya dan tangan Emma merangkul pinggang Ares.

Ares: "Kurasa tak perlu, aku bisa sendiri Emma."  Ares merasakan suasana canggung yang terjadi diantara mereka berdua. Emma menghindari kontak mata dengan Wolfy, sedangkan Wolfy tak berhenti memandang Emma dengan tatapan penuh amarah.

Emma: "Tadi kamu sampai jatuh. Itu membuktikan kamu nggak bisa jalan sendiri saat ini."  Emma berjalan melewati Wolfy yang masih berdiri di dekat pintu.

Ares: "Hmm.. Emma, kurasa kamu harus segera kembali. Kamu harus jelaskan ke Wolfy, tampaknya dia salah paham." Ares berkata setelah mereka berdua sampai di dalam apartemennya.

Emma: "No worries. Dia nggak peduli dengan apa yang kulakukan dan apa yang terjadi padaku. Tenang saja." Emma memberi senyum palsu, berpura-pura ia baik-baik saja dengan itu.

Emma: "Nah, sekarang ceritakan apa yang terjadi denganmu?" Emma duduk di samping Ares dan melipat kedua tangannya. Ares memandangnya beberapa saat kemudian tersenyum kecil.

Ares: "Karna kamu sudah tau aku bukan manusia biasa, kamu pasti tau apa yang kami lakukan bukan? Aku bertarung melawan demon level 4 di bawah dekat lapangan tenis. "

Emma: "Jadi mereka dibagi menjadi beberapa level?"

Ares:"Yes. 1 sampai 5, dibagi berdasarkan kekuatan mereka. Dan yes, bentuk dan kekuatan mereka berbeda-beda." Emma mengangguk-angguk.

Emma: "Kurasa berat buat kalian harus selalu siap melawan makhluk seperti monster kapanpun mereka datang. Oh, apa lukamu juga segera sembuh seperti Wolfy?"

Ares: "Tidak secepat Wolfy. Dia manusia serigala, kekuatan tubuhnya untuk menyembuhkan luka jauh lebih cepat dibanding makhluk lain."

Emma: "Tubuhnya memang sangat kuat.." Emma mengangguk pelan, matanya tampak tidak fokus dan menerawang.

Ares: "Aku akan baik-baik saja. Cepat kembali ke apartemenmu." Ares tersenyum lebar.

Emma: "Baiklah. Aku pergi. Kalau perlu sesuatu panggil saja ya. Bye.." Emma beranjak dari sofa dan membuka pintu apartemen Ares.

Emma kembali ke apartemen Wolfy, ia mendengar geraman dari dalam kamar Wolfy. 'Apa dia sedang berubah?' pikir Emma sambil berjalan melewati kamar Wolfy dan berjalan menuju kamarnya. Tiba-tiba Wolfy keluar dari kamar, matanya berubah merah tua menyeramkan. Ia berjalan cepat dan menarik lengan Emma.

Emma terkejut dengan Wolfy yang begitu kasar menariknya dan ia lebih terkejut lagi ketika berhadapan dengan Wolfy, melihat mata Wolfy yang berwarna merah tua dengan tatapan penuh amarah. Wolfy mendorong Emma ke dinding lorong dan mengepalkan kedua tangannya di sisi kanan kiri Emma. Emma ketakutan saat Wolfy memukul dinding disamping kanannya.

Wolfy: "Aku minta kamu jangan tertarik padanya dan ini yang kau lakukan?! Dan aku nggak peduli padamu kau bilang?!" Emma tersadar Wolfy bisa mendengar pembicaraanya dengan Ares karena kekuatan pendengarannya.

Emma: "Apa yang kulakukan itu urusanku. Bukankah kamu yang ingin kita hanya sebatas teman? Kurasa aku nggak perlu menjelaskan padamu apa yang terjadi. Kamu pasti sudah dengar sendiri. Aku tak mengerti apa yang membuatmu marah seperti ini. Dan ya, kamu nggak peduli denganku sejak awal." Emma mendorong Wolfy dan berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Wolfy berjalan cepat mengikuti Emma, memegang kedua bahu Emma dan mendorongnya ke meja rias.

Wolfy: "Kalau aku nggak peduli padamu, aku nggak akan menahan diri dan menyuruhmu untuk nggak tertarik padaku. Aku memintamu untuk bersama dengan manusia biasa agar kamu lebih aman. Tapi ini yang kamu lakukan?! Apa bedanya kalau kamu sama Ares?!"

Emma: "Kalau kamu ingin aku melupakanmu, berhenti membuatku kehilangan kendali pada perasaanku dan tinggalkan aku sendiri." Emma mendorong Wolfy lagi namun Wolfy tak bergeming.

Emma: "Wolfy, lepaskan aku!" Emma memberontak berusaha melepaskan diri dari Wolfy.

Wolfy mempererat genggamannya dan mendekatkan bibirnya ke bibir Emma. Tangan kanannya memegang pipi kiri Emma, mengangkat dagu Emma dan mencium Emma dengan kasar. Emma terbelalak sesaat, kemudian ia menutup matanya. 'benarkah ini terjadi? Wolfy menciumku?' perasaannya campur aduk dan bingung dengan apa yang dilakukan oleh Wolfy.

Kedua tangan Emma memegang pinggiran meja rias dengan erat. Wolfy menggerakkan kedua tangannya ke pinggang Emma dan mengangkatnya sampai terduduk di meja rias. Mereka saling bertatapan sejenak, nafasnya berat memburu. Wolfy meletakkan kedua tangannya di meja di sisi kanan kiri Emma.  Pelan-pelan Wolfy mendekatkan bibirnya dan mencium Emma lagi, kali ini dengan lebih perlahan.

Seperti terbangun dari mimpi bagi Emma, saat Wolfy menjauhkan bibirnya. Wolfy menundukkan kepalanya, berusaha mengontrol nafasnya yang memburu. Emma menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Mereka terdiam dengan canggung beberapa saat.

Emma: "Gimana.. aku bisa melupakanmu kalau kamu seperti ini.. "

Wolfy: "Aku nggak mau kamu melupakanku. Dan aku peduli padamu." Matanya sudah kembali berwarna hitam gelap dan menatap Emma dengan lembut.

Wolfy: "Sorry.. aku kehilangan kontrol- Emm, wajahmu, sudah bersih." Wolfy terlihat bingung, wajah Emma kini bersih tanpa jerawat. Emma meraba wajahnya, melihat kulit di tangannya yang bersih tanpa bercak kecoklatan lagi. Mereka bertatapan dan tertawa bersama.

Emma: "Efek ramuannya sudah hilang." Wolfy tersenyum dan mengangguk. Emma menarik baju Wolfy dan menciumnya sekali lagi. Wolfy membalasnya, memegang kedua paha Emma yang mengapit pinggulnya, menggendong Emma ke kasur. Wolfy menidurkan Emma di kasur perlahan dan menyudahi ciumannya dengan kecupan ringan di bibir Emma.

Wolfy: "Tidurlah. Tenangkan jantungmu." Ia tersenyum dan beranjak  dari kasur, berjalan keluar kamar meninggalkan Emma. 

Emma meletakkan tangannya di dada kirinya, merasakan degup jantungnya yang berantakan. Ia tersenyum, menutup matanya dan meneriakkan "Oh my God" tanpa suara. Ia berguling-guling  di kasurnya, menutup bibir dengan kedua tangannya, menahan gejolak rasa kebahagiaannya sendiri. 'Ini bukan mimpi! Wolfy menciumku!'

WOLFYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang