Part 2

507 23 0
                                    

Nafas Emma terengah-engah, jantungnya berdegup sangat kencang.

Emma: "Please don't eat me." ia mengulang kata-katanya berulang kali.

Serigala itu tampak siap menerkamnya, namun tatapan tajamnya yang seperti penuh dengan kemarahan perlahan-lahan melunak dan ia berhenti menggeram. Serigala melangkah mundur pelan-pelan dan berlari meninggalkan Emma yang masih terlentang di tanah lembab yang dipenuhi dedaunan  yang sudah mengering.

Dengan nafas berat, Emma berusaha bangun, mengambil handphonenya yang terjatuh dan segera belari ke luar hutan. Ia berlari sekencang yang ia bisa sampai ke bibir hutan. Lututnya lemas hingga ia terjatuh tepat setelah ia keluar dari hutan. Ia memegang dadanya, berusaha menenangkan degup jantungnya.

'Gila aku hampir mati tadi!' teriaknya dalam hati sambil memandang ke arah hutan lagi. Ia segera berusaha bangun dan berjalan cepat menjauhi hutan. Ia tau ia tak bisa menceritakan ini kepada siapapun, serigala itu, lebih besar daripada serigala pada umumnya. Emma tau, pasti itu bukan serigala biasa. Tak mungkin serigala biasa memiliki ukuran tubuh sebesar itu, dan tatapan serigala itu yang tiba-tiba melunak, pergi begitu saja meninggalkannya? Tidak mungkin! Kalau itu hanya serigala biasa, Emma yakin ia pasti sudah mati saat ini. Ia berusaha menenangkan diri dan kembali ke dalam tenda.

-----------------------------------------------------

          Teman-teman Emma mengalami kulit terbakar karena camping. Emma dan teman-teman konsumsi tidak terbakar sama sekali karena mereka lebih sering berada di tenda.  Beberapa minggu ini ia lewati seperti biasa, masih melirik Wolfy  saat Wolfy ada didekatnya.

          Emma dan ketiga temannya sedang mengerjakan tugas seperti biasa di hall C.  Wolfy berada beberapa meter di depan Emma, Wolfy memakai kaos coklat dan kemeja kotak-kotak berwarna merah gelap. Angin berhembus kencang, langit sudah mendung sejak siang tadi.

          Emma memandang Wolfy sekilas seperti biasa, namun ada sesuatu yang membuatnya menoleh lagi ke arah Wolfy. Punggung tangannya, berbulu cokelat kekuningan yang tadinya tidak ada sebelum angin berhembus. Bulu itu tiba-tiba saja muncul di punggung tangan Wolfy dan membuat Emma terbelalak melihatnya.

          Wolfy mencoba menutupinya dengan memasukkan tangannya ke saku celana jins. Saat itulah matanya bertemu dengan mata Emma. Ia tampak sangat kaget, sedangkan Emma masih tak percaya dengan apa yang dilihat tadi, masih menatap ke arah Wolfy dengan wajah shock.

          Wolfy memalingkan wajahnya, rahangnya mengeras dan ia terlihat tegang. Emma tersadar dari rasa terkejutnya dan segera menundukkan kepala, masih shock dengan apa yang dilihat. " Emm, lu kenapa?" Emma memandang teman-temannya yang terlihat cemas melihat wajahnya yang pucat. Ia hanya menggeleng dan memberi senyum singkat.

          Pikiran Emma  masih tertuju pada apa yang baru saja dilihat sampai akhirnya teman-temannya selesai mengerjakan tugas. Wolfy sudah tak terlihat saat Emma sudah berani memandang ke sekitar, sejak tadi ia hanya menunduk atau pura-pura memandangi laptop.

          Ia menghela nafas panjang, berharap itu bisa membuat perasaannya lebih lega. Mungkin tadi mataku salah melihat, mungkin aku sedang nggak enak badan jadi penglihatanku kacau. Ia mencoba meyakinkan diri bahwa apa yang ia lihat salah. Ia  beranjak untuk pulang ke kos-an nya yang tidak jauh dari kampus.  Ia sedang menuruni tangga di pintu keluar saat tiba-tiba ditarik oleh seseorang dengan kuat. Ia tak sempat berteriak kesakitan karena gerakan yang sangat cepat.

          Wolfy menarik Emma ke pinggir kolam yang letaknya terpencil. Biasanya tempat ini menjadi tempat berkumpul anak-anak teknik yang arogan.  Dia mendorong Emma ke dinding dan mengurung Emma diantara kedua tangannya.

WOLFYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang