Part 11

210 15 1
                                    

Mata Emma terbelalak melihat pertunjukkan di depannya. Dadanya terasa sakit, kakinya lemas dan ia mundur selangkah demi selangkah, perlahan-lahan,  ia menjatuhkan belanjaannya dan pergi meninggalkan apartemen itu.

Emma berjalan pelan di taman dekat lapangan di lantai satu. Matanya panas menahan air mata yang akhirnya meluap keluar. Ia mengusap air matanya, ia benci masih merasakan sakit di dadanya.

'Aku tau aku bukan kekasihnya, aku tak ber hak marah padanya. Bahkan dia sudah memintaku untuk tidak menyukainya... Dunia kami memang berbeda. Seandainya.. seandainya saja aku bisa berhenti menyukainya, dan dia bersama dengan seseorang yang sepadan dengannya seperti Luna, atau Gaia, semua tak akan jadi sepelik ini.'

Erebus: "Gadis manis, apa yang sedang kau lakukan disini sendirian?" Suara Erebus menghentikan pikiran-pikiran Emma, Emma menoleh ke arah Erebus. Matanya merah seperti biasa, rambut ikalnya diikat ke belakang. Senyum ramahnya langsung hilang saat melihat wajah Emma.

Erebus: "Ada apa? kenapa kamu menangis?" Ia melangkah mendekati Emma. Air mata Emma semakin deras mendengar pertanyaan Erebus, Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Erebus mendekat dan memeluk Emma, menepuk pundaknya perlahan. Ia menjetikkan tangannya perlahan, dan ia segera berada di rumah gelap  Erebus.

Erebus: "Duduklah, tenangkan dirimu." Emma duduk di sofa di depan perapian, masih menundukkan kepalanya.

Erebus: "Jadi kamu sangat menyukai si manusia serigala? Sampai menangis segala melihat dia dicium wanita lain?" Emma yang terkejut langsung memandang Erebus yang duduk di sampingnya.

Erebus: "Hmm.. kurasa kamu belum tau kekuatanku. Aku bisa melihat apa yang terjadi padamu dengan menyentuhmu." Ia tersenyum singkat.

Emma: "Waw.. kalian memang sungguh spesial." Emma menggeleng-gelengkan kepalanya.

Erebus: "Kau sendiri, harus tau konsekuensinya jika ingin menjadi pasangan seseorang seperti kami. Apalagi manusia serigala,  sungguh makhluk yang spesial. Mereka memiliki peraturan sendiri di dalam kawanan, emosi mereka pun lebih labil dan bisa melukaimu tanpa mereka sadari." Emma terdiam beberapa saat mendegar ucapan Erebus.

Emma: "Aku tak pernah berpikir sampai situ, karna bahkan Wolfy tidak  menginginkan kami berdua menjadi sepasang kekasih.. Mungkin dengan alasan yang sama dengan yang kau utarakan, atau mungkin juga karna bersama dengan manusia tidak cukup menarik untuk makhluk spesial seperti kalian.."

Erebus mengantar Emma kembali saat malam hari setelah Emma sudah lebih tenang.

Emma: "Terima kasih." Erebus mengangguk dan memberi senyum kecilnya.

Emma kembali ke apartemen Wolfy, membuka pintu dengan perlahan. Wolfy segera mendekatinya, memegang erat kedua lengan Emma, menjatuhkan Emma ke sofa.

Wolfy: "Aku nggak bisa mencarimu daritadi! Apa yang kau lakukan dengan Erebus?!"  Matanya yang penuh amarah berubah menjadi kemerahan, kuku jarinya berubah memanjang dan tajam menusuk lengan Emma.

Emma: "Wolfy, sakit, sakit.."  Wolfy tersadar dengan perubahan yang tak disengaja itu, segera melepas lengan Emma yang kini terluka.

Wolfy: "So-sorry, Emma.. sorry.." Ia mengusap kepala dengan kedua tangannya, merasa frustasi dengan ketidakmampuannya mengontrol emosi didalam dirinya.

Wolfy: "Sekarang kamu tau alasannya, kenapa kita nggak bisa bersama.." Hati Emma begitu sakit, namun ia menyadari kata-kata Wolfy memang benar. Mereka berdua terdiam, saling memandang satu sama lain, menahan rasa sakit mereka masing-masing di dalam hati.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ditengah kesedihannya, Emma tetap melanjutkan proses sidang skripsinya. Gaia, Cyclop dan Satyr pun datang menyemangatinya.

WOLFYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang