Rasa Bersalah

762 22 0
                                    

" Kenapa gue yakin kalo dia ada hubungannya sama gue?" Teriak Satria sembari merebahkan tubuhnya di kasur.

" Kenapa gue nggak bisa ingat apapun setelah kecelakaan itu?" Satria memegang kepalanya dengan kesal.

" Yang gue inget cuma Dewa. Gue inget dia nyuruh gue buat jagain Cahaya sebelum gue pingsan dan Amnesia. Tapi kenapa gue nggak pernah bisa ingat sama wajahnya Cahaya?" Satria duduk di tepi ranjangnya sambil melempar beberapa barang.

" Gue akan ngerasa bersalah dan jadi pengecut kalo sampai gue nggak bisa nemuin Cahaya. Gue udah bunuh orang yang nggak bersalah dan menghilangkan kebahagiaan orang lain." Satria mengepalkan kedua tangannya karna rasa kesalnya.

Kini pikiran Satria benar - benar sangat kacau. Sebenarnya, ia sama sekali tidak ingin mengingat luka lama. Apalagi, selama ini ia selalu mencoba untuk berdamai dengan dirinya sendiri. Namun, semakin ia mencoba menenangkan dirinya, bayang - bayang kejadian itu selalu muncul, seolah menghantuinya.

Berat rasanya, hidup dengan rasa bersalah. Bahkan jika ia bisa memilih, ia akan memilih tiada waktu itu. Tapi sepertinya, takdir berkata lain. Ia masih tetap di berikan kehidupan hingga saat ini. Entah apa rencana semesta, tapi menurutnya semua ini tidak adil bagi dirinya.

" Gue mau minta maaf, soal kejadian di sekolah tadi." Ucap Bagas yang entah sejak kapan sudah berada di kamar Satria. Bahkan Satria sendiri tidak mengetahui kedatangan sahabatnya itu.

Satria langsung menolehkan pandangannya ke arah sumber suara tersebut. Ia mendapati Bagas yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Seolah tidak terjadi apapun, Bagas berjalan ke arah Satria dengan santainya. Namun Satria masih menatap sinis ke arah Bagas tanpa berkata apapun.

" Gue tau, perlakuan gue udah keterlaluan. Apapun itu, gue rasa lo bisa maafin gue. " Ujar Bagas memulai pembicaraan.

Satria tidak menjawabnya. Ia bahkan tidak mau menatap Bagas. Ia tertawa remeh seolah Bagas sangat menjijikkan bagi dirinya. Bagaimana tidak, setelah kejadian di sekolah Bagas masih saja berani menunjukkan wajahnya di depan Satria. Mungkin Satria memang menghargai persahabatan, tapi ia juga benci dengan tindakan Bagas yang sudah melewati Batas. Apalagi itu menyangkut rasa penasarannya yang sudah di ganggu.

Bagas menepuk pundak Satria dengan pelan. " Lo tau kan Sat, kalo gue lagi emosi gue nggak akan bisa berpikir jernih. Jadi, gue rasa lo udah maklumi sikap gue."

Satria berdiri dari duduknya sembari menepis tangan Bagas dari pundaknya dengan kasar. Ia lalu menatap sinis Bagas. " Nggak usah basa - basi! Apa mau lo?!"

" Santai, Sat. Gue nggak mau ngajak lo ribut. Gue kesini cuma mau minta maaf." Ucap Bagas sembari tersenyum miring.

" Lo tau kan, gue akan selalu memaafkan apapun yang menyangkut persahabatan kita. Tapi, gue tetap nggak akan maafin soal tindakan lo ke cewek itu."

" Sebelumnya, sorry banget nih, Sat. Gue kesini juga nggak mau bahas cewek itu. Tapi, gue rasa ada sesuatu yang di sembunyikan dari tuh cewek."

" Gue juga ngerasa hal yang sama." Ucap Satria dengan tatapan datarnya.

" Apa perlu gue yang cari tahu?" Tanya Bagas.

" Gue nggak mau lo ngelakuin hal bodoh lagi. Jadi gue minta sama lo, jangan pernah cari tau apapun. Karena gue, bisa cari tau sendiri tanpa melibatkan siapapun termasuk lo." Sahut Satria penuh penekanan.

" Gue tau, lo masih marah soal tindakan gue ke Bulan. Tapi, gue ini sahabat lo, gue bisa bantuin lo dapetin petunjuk yang lo mau." Bujuk Bagas sembari menatap Satria.

Satria tersenyum miring. " Gue rasa lo nggak tuli sama ucapan gue! Cukup jelas, berulang kali gue bilang jangan ikut campur urusan gue!"

" Oke, gue nggak akan ikut campur urusan lo. Tapi kalo lo dalam kesulitan, lo bisa bilang ke gue." Ujar Bagas sembari tersenyum miring, ia lalu melangkahkan kakinya hendak keluar dari kamar Satria.

Satria BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang