GUITAR AND THE VOICE

1.5K 173 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


CHAPTER 3

°•°•°

Seperti biasanya, Jimin berjalan santai sepulang sekolah dengan tujuan rumah guru Kang, les piano.

Tetapi kali ini sedikit  berbeda, Jimin akan mampir sebentar di kedai Neneknya melepas rasa rapar. Hari ini cukup melelahkan kelas olahraga sungguh menguras tenaga.

Earphone silver menyumbat sepasang telinga Jimin, memenuhi pendengaran dengan melodi-melodi favoritenya. Bahkan tanpa sadar sesekali tangan Jimin bergerak.

Jari-jemarinya mengikuti alunan, seolah piano kegemarannya tengah ada di depannya sekarang. Kelewat menikmati sampai tidak peduli beberapa pejalan kaki memandang heran kearahnya, mereka berpikir Jimin tidak waras. Mungkin.

Langkah Jimin terhenti, bukan karena sudah sampai. Ia masih harus melewati sekitar lima ruko lagi baru sampai kedai Neneknya.

Jimin mendadak menghentikan pacuan langkahnya sebab netranya melihat sesuatu yang tidak asing.

Bukan sesuatu, sih. Lebih tepatnya seseorang, seseorang yang dua hari lalu Jimin tolong. Tengah di kerumuni banyak orang-orang yang tengah bertepuk tangan.

Kalau di lihat-lihat dari penontonya sepertinya bukan sesuatu yang buruk atau berbahaya. Hanya orang gila saja yang bertepuk tangan saat melihat sesuatu yang mengerikan atau mungkin orang gila pun tidak akan bertepuk tangan kalau tahu yang didepannya adalah bahaya.

Matanya tidak salah lihat, Jimin benar, orang itu adalah orang yang dua hari lalu ia tolong. Dan sekarang dihadapannya orang tersebut tengah memetik senar gitar mengikuti nada yang sudah dituliskan. Karya seorang penyanyi terkenal, orang itu membawakan salah satu lagunya.

Berdiri di belakang standing Mix dan terus mengalunkan suara merdunya. Jimin terkesima, tidak menyangka suara orang itu bagus juga. Jimin jadi tambah senang menolong orang itu kemarin, suara manisnya jadi tidak hilang sia-sia'kan.

Semua bertepuk tangan saat lagunya selesai. Berduyun-duyun memberikan sedikit uang sebagai imbalan atau lebih tepatnya apresiasi atas suara indah yang baru saja diperdengarkan, menaruhnya kedalam wadah yang sudah disediakan sebelum akhirnya membubarkan diri.

Hanya Jimin yang tersisa, masih berdiri disana melihat kearah orang itu.

Pemuda yang terlihat sebaya dengan Jimin tengah asik merapihkan uang hasil jerih payahnya. Akhirnya Jimin bertepuk tangan, guna mengalihkan perhatian agar tertuju padanya dan Bingo!, berhasil juga.

"Hai! Aku yang dua hari yang lalu. Ingat? Jembatan Mapo"

Tidak ada respon, malah kembali  sibuk merapihkan peralatan yang baru saja dipakai sama sekali tidak menghiraukan ucapan Jimin.

THE LAST MIXTAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang