BAB 1 : JALAN BUNTU

98.1K 3.6K 86
                                    

"Sudah jalan buntu, Ran." ujar Gio, sahabat Pangeran sekaligus pengacara pribadi keluarga Utama

Pangeran mengusap wajahnya dan mengangguk lesu. Kepalanya memikirkan seribu cara untuk bisa mencari jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya. Baginya, solusi yang ditawarkan oleh Gio sangat tidak masuk akal untuk dilakukan. Meskipun dia bisa dan mampu melakukannya, hati nuraninya menolak dengan keras ide gila itu

"Menurunnya kepercayaan publik semenjak kasus dugaan malpraktik itu seharunya cukup buat menyadarkan elo. Meskipun bokap lo gak bilang, lo tahu kan dia butuh banget bantuan elo. Dan, mau nggak mau bantuan itu harus datang dari direksi juga. Artinya elo harus memenangkan hati direksi. Terutama keluarga Aswindo selaku pemegang saham terbesar setelah bokap lo"

Pangeran menatap Gio tajam, "Gue tahu Gi. Tapi kenapa kesepakatannya sudah ditentukan sebelum gue menawarkan bantuan"

"Bokap lo peka dan tahu kemana harus berjalan. Lo tahu juga kan, meskipun Pak Radja dan Pak Aswindo sudah bersahabat sejak lama, mereka tahu etika bisnis. Nggak mungkin juga Pak Aswindo mau bantu kalau nggak ada imbalannya. Walaupun imbalannya agak nggak terduga juga sih, dia mau elo jadi bagian keluarganya"

Gio meninggalkan Pangeran sendirian di ruangannya. Mata Pangeran menatap koran harian di mejanya. Headline koran itu , 'ISU KASUS MALPRAKTIK, USAINYA KINERJA RS PELITA KASIH UTAMA'. Terang-terangan headline itu mencoba mengguncang direksi rumah sakit dan memaksa Pangeran yang baru kembali dari luar negri untuk bergerak cepat menyelamatkan Rumah Sakit Pelita Kasih Utama.

"Bangsat!" umpatnya lirih penuh kesal, entah untuk keberapa kalinya.

Kepala Pangeran pusing. Dia tidak menyangka tujuannya pulang ke Jakarta yang awalnya hanya untuk kembali bekerja di RS Pelita Kasih Utama harus tidak sesuai. Dia harus memikirkan keadaan rumah sakit, tepatnya keberlangsungannya. Baru saja Pangeran bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu, handphonenya berdering. Papa Pangeran, Radja Utama menelpon dan mengundangnya makan malam di rumahnya.

PANGERAN

Sudah lama aku meninggalkan Indonesia karena menyelesaikan studi sepesialisku di Amerika. Awalnya, aku sangat senang akhirnya aku bisa menyelesaikannya dan kembali untuk kembali mengabdi kepada Rumah Sakit Pelita Kasih Utama, ah, tepatnya kepada Papaku, Radja Utama. Pria tua yang tidak menikah itu mengadopsiku ketika aku berusia tiga belas tahun dan tinggal di panti asuhan. Di umur itu, sangat sulit mencari orang yang mau mengadopsi kami. Kebanyakan orangtua lebih suka mengadopsi anak yang masih bayi. Tentu saja aku sempat meragukan niat baik Papa untuk mengadopsi, apalagi dia tidak menikah. Pikirku, dia pasti orang kaya yang pedofil. Ternyata tidak. Pria ini membesarkanku dengan baik, dan menjadikan diriku seperti sekarang ini.

Setibanya aku di Indonesia, aku mendengar bahwa salah satu dokter di RS kami melakukan malpraktik. Berita tersebut membuat kepercayaan publik dan direksi menurun. Papaku mati-matian berjuang mengembalikan keadaan seperti semula. Dia mendatangi para direksi untuk tetap mau bekerjasama dengan kami. Teman dekat dan teman lamanya, Bapak Aswindo yang juga pemegang saham terbesar menawarkan sebuah kesepakatan untuk menolong. 

Tentu, tidak gratis. Seperti kata Gio, kalau Papa dan Pak Aswindo tahu etika bisnis. Ada pertukaran yang diperlukan. Yang tidak kusangka adalah, Pak Aswindo menginginkanku sebagai pertukaran. Dia menginginkan aku menjadi bagian dari keluarganya melalui pernikahan. Ah, perjodohan. Entah dengan siapapun itu, tentu sebisa mungkin aku menghindar. Meskipun jalan buntu di depanku. Kalau bisa terbang di atasnya, akan kulakukan asal tidak perlu dijodohkan.

***

"Git! Udah deh! Jangan keras kepala!" omel Bella sambil melipat tangannya di dada

Git And Ran's Marriage [PINDAH PLATFORM]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang