Pasangan suami istri itu tak pernah menyangka akan dianugerahi anak kembar. Mungkin ini rejeki yang berlipat ganda yang dititipkan Tuhan setelah Rara kehilangan janin yang dikandung sebelumnya. Rara sangat menyayangi keduanya. Begitu pula Rega.
Selama ini Rara selalu berusaha meluangkan waktu untuk kedua buah hatinya. Tapi apalah daya. Apa yang diusahakannya terkadang tidak sesuai ekspektasi. Seperti tadi saat dia telat menjemput Davin dan Ocha. Untung dia bisa menjinakkan keduanya. Karena kalau keduanya bad mood, Rara akan sangat kuwalahan mengurus mereka. Terlebih sekarang dia juga menempuh pendidikan S3.
Rara saat ini memang tercatat sebagai mahasiswa S3 tahun pertama di kampus tempatnya mengajar juga. Dia melanjutkan studi program doctoral setelah Rega menyelesaikan pendidikan spesialisnya. Ya, Rega sudah benar-benar menjadi seorang internis sekarang. Awalnya Rega memperbolehkan Rara untuk kuliah S3 di luar negeri seperti yang dicita-citakan Rara dulu. Tapi Rara mengalah. Rara lebih memilih dekat dengan suami dan kedua anaknya. Apalah arti sebuah gelar jika keluarganya tidak sempurna? Rara sepenuhnya sadar bahwa kecerdasan tanpa cinta itu memang bahaya.
"Makan yang banyak ya, kembar kesayangan Mama." Rara begitu senang melihat Ocha dan Davin makan sangat lahap.
"Pap-pa. Pappaa," teriak Ocha begitu Rega datang di ruang makan. Pria yang masih terlihat muda dan tampan di usia 32 tahun itu tersenyum lebar merespon panggilan putrinya.
"Kalau makan jangan sambil teriak-teriak, Cha. Nanti kalau tersedak," tegur Rara tegas. Dia langsung melirik Rega, memberi kode agar Rega bergabung bersama mereka agar Ocha tidak kebanyakan ngomong.
Rega duduk di kursi kosong sebelah Rara, berhadapan dengan Ocha yang mulutnya masih dipenuhi makanan. Rega terlihat lebih segar setelah mandi dan mengganti pakaiannya dengan kaos oblong dan celana selutut.
"Laper banget, ya?" tanya Rega pada Ocha. Anak perempuan itu hanya membalasnya dengan anggukan.
"Anak Papa udah pada besar." Rega mengelus puncak kepala Ocha dan Davin secara bergantian.
"Kamu mau makan sekalian?" tanya Rara pada Rega. Wanita itu sudah bersiap siaga mengambil piring kosong dan centong nasi.
Rega melirik ayam di dalam box besar di atas meja makan. Lalu dia menggeleng. "Nggak deh. Belum lapar."
Rara meletakkan kembali piring kosong dan centong nasi. Tapi tiba-tiba saja Davin meletakkan sendok dan garpunya. Lalu mendorong piringnya ke arah Rara.
"Udah, Ma."
"Lho... kan masih banyak, sayang. Kenapa nggak dihabisin?" tanya Rara.
"Udah kenyang."
"Tapi kamu baru makan sedikit. Kamu sakit?" tangan Rara langsung menyentuh dahi Davin. Tapi tidak terasa panas. Suhunya normal.
"Davin sehat kok, Ma."
"Terus kenapa makanannya nggak dihabisin, sayang?"
"Karena Papa nggak ikut makan sama kita. Kalau Papa nggak makan, Davin juga nggak makan," ancam Davin.
Rega menghela napas menghadapi Davin. Anak itu sifatnya sama dengan ibunya. Kaku dan keras kepala. Di tengah lamunannya, tiba-tiba Rara menyodorkan sepiring nasi dan ayam krispi di hadapannya.
"Makan sekarang juga," titah Rara tegas. Matanya sudah mendelik memelototi Rega.
Rega menghela napas lagi. Sebenarnya dia memghindari makanan junk food. Namun melihat aura galak istri dan anak laki-lakinya keluar, terpaksa dia memakan makanan itu.
"Iya, Vin. Papa makan nih," ujarnya sembari menyendok nasi dan potongan ayam. "Jangan ngambek lagi ya, Vin. Kamu jelek kalau ngambek gitu."
"Aku ngambek gara-gara Papa dan Mama," jawab anak itu jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
All or None
RomancePapa itu lebih sayang sama pasien. Kalau Mama lebih sayang sama mahasiswa (Davin Ananta Ferdiano). Papa dan Mama susah diajak piknik (Rosa Canina Ferdiano). Cerita ini adalah sequel 'Erlebnisse'. Harap membaca 'Erlebnisse' terlebih dahulu sebelum me...