7. Inhibitor

1.7K 166 47
                                    

Rara dapat bernapas lega setelah mempresentasinya hasil penelitiannya di hadapan presenter lain. Beberapa mahasiswa yang ikut proyek penelitiannya juga lancar dalam mempresentasikan paper mereka. Setelah ini hanya tinggal menunggu hasil apakah prosiding mereka lolos dari reviewer atau tidak. Namun Rara optimis artikelnya pasti lolos reviewer Scopus. Bukannya terlalu percaya diri, tapi Rara memang sudah banyak menelurkan artikel terindeks Scopus. Jadi dia sangat optimis kali ini akan lolos lagi.

"Bu Rara, congrats. Presentasi yang sangat menarik," puji Rama--rekan sesama dosen yang juga ikut seminar.

"Terima kasih, Pak Rama. Pasti presentasi Pak Rama juga bagus. Sayangnya saya tadi tidak sempat melihat Pak Rama presentasi. Saya lihatnya cuma Bu Ririn tadi."

"Ah, biasa saja, Bu. Saya malah nggak presentasi. Anak-anak bimbingan saya yang mempresentasi semuanya. Saya tinggal lihat mereka saja. Saya nggak lagi malas aja presentasi, Bu." Pak Rama ini orangnya cerdas tapi tergolong santai diantara dosen-dosen lain. Meski kata para mahasiswa kalau ngajar Pak Rama galak dan serius.

"Pak Rama bisa saja. Penelitian Pak Rama tentang fungi endofit kan berhasil membawa Pak Rama mendapat gelar profesor."

Pak Rama hanya merespon dengan senyuman. Pria yang disebut the king of mikrobiology itu pun memanggilnya istrinya yang baru saja keluar dari ruang panitia untuk mengurus sertifikat mahasiswanya.

"Rin! Aku di sini," panggilnya pada sang istri yang merupakan dosen baru.

"Iya, Mas."

Dosen baru itu pun menghampiri suaminya dan juga Rara. Pak Rama pun langsung menggandeng tangan istrinya dengan mesra.

"Saya salut sama semangatnya Bu Ririn. Penelitiannya juga tidak kalah keren sama Pak Rama."

"Saya juga masih belajar, Bu. Lagi pula saya cuma ikut proyek penelitiannya Prof. Ida."

"Eh, yang. Kamu tadi katanya mau cari oleh-oleh buat Umi sama Abah. Ayo aku temani," ujar Pak Rama pada istrinya.

"Oh, iya. Aku hampir lupa, Mas. Untung kamu inget."

"Bu, kami duluan ya. Mau cari oleh-oleh dulu buat keluarga di rumah," pamit Pak Rama yang dibalas anggukan oleh Rara.

Kedua pasangan itu pun berjalan menuju pintu keluar gedung. Pak Rama masih menggandeng tangan istrinya erat. Sejenak Rara berpikir, punya pasangan yang seprofesi dan satu tempat kerja sepertinya lebih banyak keuntungannya. Frekuensi bertemu yang sering, bisa makan siang bersama, bisa diskusi bersama membahas pekerjaan, dan tentunya lebih mudah memahami kesibukan satu sama lain.

Rara pun merogoh ponsel di saku blazernya. Kontak Rega langsung menjadi pencariannya. Tiba-tiba saja dia ingin menghubungi Rega.

***

Rega berjalan menuju parkiran. Dari kejauhan ada Gina di belakangnya. Gina memang mengekori Rega. Tadi siang memang ada kecanggungan saat Gina keceplosan memuji Rega, seolah memperlihatkan bahwa wanita itu memang tertarik pada Rega. Namun Gina tak akan memperkental kecanggungan yang dibuatnya sendiri. Maka dengan penuh keyakinan Gina berjalan cepat menyusul Rega.

"Rega!"

Merasa dipanggil, Rega pun langsung menoleh ke belakang. Gina pun berlari mendekat ke arah Rega.

"Hmm, aku boleh pulang bareng kamu?" tanya Gina ragu. "Hari ini aku nggak bawa kendaraan. Mobil aku lagi mogok."

Rega mengangguk. Ingin menolak, tapi tidak tega juga jika tidak menolong gadis itu.

"Iya. Boleh kok."

Gina tersenyum lebar. Akhirnya keinginannya pulang kerja bersama Rega terwujud. Masa bodoh jika Rega masih ingat kata-katanya tadi. Yang penting dia bisa dekat lagi dengan Rega.

All or NoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang