3. Damai

2.1K 152 15
                                    

Sewaktu ada telepon dari Gina tadi, Rega langsung me-reject tanpa aba-aba. Dia lebih cari aman saat Rara sudah meluapkan emosinya. Mau dijelaskan kejadian rincinya pun, paling Rara masih enggan untuk mendengarkan Rega. Jadilah Rega hanya diam saat Rara mengomel. Kalau dipikir-pikir semenjak punya anak, frekuensi mengomel Rara lebih sering. Mungkin naluri seorang istri sekaligus ibu sudah keluar secara alami dari dalam dirinya.

Rega pura-pura tidur saat Rara masuk ke kamar mereka. Istrinya itu tidur begadang sampai jam 00.30 pagi. Jangan tanya kenapa Rega belum tidur. Dia mendadak insomnia jika sedang marah-marahan dengan Rara. Padahal biasanya setelah pulang dari rumah sakit Rega akan langsung hibernasi seperti beruang kutub. Kalau kata mamanya seperti bangkai.

Rega membalikkan badan dan melirik istrinya. Benar saja, Rara tidur membelakanginya. Rega tetap berpura-pura tidur. Menunggu Rara terlelap agar dia bisa mengelus puncak kepala Rara. Seperti yang biasa dilakukannya setiap mau tidur. Beberapa menit kemudian Rega melancarkan aksinya. Tangannya mengusap lembut puncak kepala Rara. Sesekali dia mencuri kesempatan mencium bibir Rara singkat.

"Kamu tuh cantik, tapi galak banget," gumam Rega. Jemarinya menyelipkan helaian rambut Rara ke belakang telinganya.

"Galak kamu bilang?" cecar Rara. Matanya sudah melotot. Rega kaget bukan main mendapati istrinya bangun secara tiba-tiba. Dia semakin bergidik ngeri melihat wajah Rara seperti zombi yang hendak menghisap darah.

"Ka-kamu belum ... tidur?" tanyanya terbata.

"Belum. Gimana mau tidur kalau tangan kamu nggak bisa diem. Itu bibir kamu juga asal nyosor aja." Rara mencebik.

Sesaat terjadi keheningan.

"Rara kamu beneran nggak mau dengerin penjelasan aku?"

"Penjelasan apalagi? Anak kamu sendiri yang bilang papanya makan bareng wanita lain. Anak kecil kemungkinan bohongnya kecil. Kalau diuji dengan statistika taraf signifikansinya 0,0001%, Re."

Rega menggeleng-gelengkan kepalanya. Heran di saat seperti ini masih bisa mengoceh tentang teori statistika.

"Dengerin dulu dong."

"Aku nggak ada niat selingkuh sama Gina atau wanita lain. Kejujuran aku nggak perlu diuji pake statistika, Ra."

"Terus ngapain kamu makan berdua sama Gina sampai lupa jemput aku di kampus? Ocha aja ke sininya diantar Gladys sama Elang tadi."

"Aku keluar sama Gina karena aku minta tolong ke dia nyari mainan buat anak-anak. Gina yang tahu beli boneka sama lego model terbaru di mana."

Rara masih cemberut. Masih belum percaya sepenuhnya pada suaminya.

"Kamu masih ragu?"

"Terus kenapa kamu makan bareng sama dia?"

"Aku traktir dia makan cuma sebagai tanda terima kasih aku ke dia karena udah aku repotin cari mainan buat anak-anak."

"Terus kenapa dia telepon kamu tadi?"

"Itu karena urusan pekerjaan, Ra. Nggak lebih."

Rega meraih tangan istrinya. Menggenggamnya erat. Lalu mengecup lembut punggung tangan Rara. "Tolong percaya sama aku, sayang."

Rara mengangguk, namun masih enggan untuk berkata-kata lagi. Sontak Rega langsung merengkuh tubuh Rara, membenamkan kepala wanita itu ke dalam dada bidangnya.

"Maaf ya kalau aku belum bisa menepati janji aku ke kamu buat jadi suami ya baik."

"Re?" ucap Rara seraya mengusap dada suaminya. Suara detak jantung Rega juga terdengar jelas menembus gendang telinganya.

All or NoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang