Vampir Menara Selatan: Part 2

42 4 0
                                    

Putih.

Aku hanya melihat putih di sekelilingku. Tidak ada horizon dan dimensi yang terlihat. Apakah aku melayang? Tidak, aku tengah menapak.

"Tut... Tut... Tut..."

Suara apa itu? Terdengar seperti suara robot yang sedang kehabisan bahan bakar. Di tengah dunia putih tanpa horizon ini ada robot? Apa yang sedang aku lakukan?

"Tut... Tut... Tut..."

"Kakak... "

Cere....?

Makin lama semua putih mulai memperlihatkan bentuk. Perlahan semua bentuk memiliki warna.

"Kakak!?"

"Tuan Muda Yuriczearsh!"

Walau masih berbayang, paling tidak aku tahu aku masih hidup. Pemandangan tembok putih beserta kabel-kabel yang menggantung, tentu saja ini adalah rumah sakit.

Aku mendengus dalam hati. Aku masih hidup. Padahal Si'el bilang dia tidak akan menyisakan darahku setetespun. Kenapa aku sekarang masih hidup?

Tidak sempat aku bertanya apa-apa pada orang-orang di ruangan, dokter sudah datang untuk menanganiku. Butuh waktu sekitar beberapa menit sebelum akhirnya aku bisa bicara dengan orang-orang dalam ruangan: adik perempuanku, Cere;dan Beldern.

"Sudah berapa lama aku tidur?" Tanyaku lemas setelah dokter pergi.

"Anda koma selama 5 hari," jawab Beldern. "Apa Anda tidak ingat apa yang terjadi?

Dalam hati aku miris. Tentu saja aku mengingat segala detiknya dengan jelas, tapi konyol saja kalau aku bilang aku diserang vampir.

"Tidak," jawabku kemudian, "seingatku, aku bantu beres-beres festival, lalu jalan lewat menara selatan sekolah, lalu--"

Belum sempat aku melanjutkan, Beldern memotong, "di sana, Tuan Muda," ujarnya, "saya mencari Anda karena Anda tidak kunjung datang. Tampaknya Anda terjatuh ke atas pagar taman menara selatan. Leher dan bahu Anda sobek karena ujung pagar yang runcing dan tajam."

Sebentar.

Aku berkedip, bingung setengah mati. Kenapa aku jadi malah kecelakaan di pagar?

"Itu yang dikatakan forensik polisi."

Sampai memanggil polisi segala.

"Saya sempat heran kenapa luka Anda benar-benar parah padahal kalau tertusuk pagar sekali kan harusnya hanya luka tusuk sekali, namun tim forensik mengatakan bisa jadi Anda berusaha melepaskan diri dan malah melukai diri sendiri lebih parah."

Aku tidak sebodoh itu sih. Tapi akan aku ikuti cerita dari tim forensik polisi. "Ah, iya, aku ingat," ujarku sambil menyentuh perban yang membalut lukaku, "tim forensik benar-benar hebat. Mereka sangat tepat. Aku kira aku bisa melepaskan diri dengan sukses. Eh, malah jatuh lagi gara-gara lemas," aku tertawa kecil, "mungkin karena aku sudah cukup lelah dengan festival juga, jadi staminaku tidak cukup tapi adrenalinku masih memberontak."

"Begitukah?" Beldern terlihat tidak yakin. Tentu saja, dia punya intuisi lebih untuk curiga dengan ceritaku yang terdengar instan dan simpel, karena dia sudah mendampingiku sejak kecil.

Aku mengangguk pelan, "begitulah..."

"Apa Kakak akan baik-baik saja?" Tanya Cere dengan cemas.

"Tentu saja," aku berusaha meraih Cere.

Adikku itu langsung tanggap dan menggenggam tanganku.

"Aku akan baik-baik saja," ujarku riang, "terima kasih telah mengkhawatirkanku."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

12 Legenda di SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang