#4

10 2 0
                                    

Boy POV

"Jadi adik ini namanya siapa?"

"Oh saya Boy pak"

Di sinilah aku di kantin kampus Larissa dengan ditemani Pak Asep. Sambil menunggu Larissa, aku memutuskan untuk tetap di sini. Enak ada teman ngobrol, dan Pak Asep pun menjanjikan cerita yang menarik. Rahasia Larissa. Sambil menghabiskan sisa sarapanku aku berbincang-bincang dengan Pak Asep yang sesekali pergi melayani mahasiswa yang membeli di warungnya.

Dari Pak Asep aku jadi tahu kalo Larissa senang sekali membuat atau menggambar komik. Kalo Pak Asep tanya untuk apa pasti Larissa hanya menjawab ini untuk media pembelajaran aja pak, biasa tugas pak. Padahal Pak Asep tahu Larissa hampir setiap hari jika ada waktu luang menggambar komik di warung Pak Asep dan Larissa juga memiliki beberapa buku yang isinya komik gambarannya sendiri.

Ternyata Larissa tak hanya mewarisi bakat dari bundanya tetapi juga dari ayahnya. Iya, ayah Larissa seorang guru seni rupa di salah satu SMP di Bandung yang kadang juga menerima pekerjaan-pekerjaan yang ada kaitannya dengan seni. Sedangkan bunda Larissa seorang guru geografi yang sejak aku dan Larissa masih kecil sudah beberapa kali mendapatkan prestasi di bidang keguruan.

Selain senang sekali membuat komik Larissa juga suka membantu orang lain. Pak Asep sendiri sering dibantu melayani mahasiswa yang membeli dan membuatkan minum sampai banyak mahasiswa yang mengira Larissa bekerja dengan Pak Asep. Pak Asep sering meminta Larissa untuk tidak perlu membantu Pak Asep tapi Larissa selalu memaksa dan Larissa juga nggak mau diberi imbalan. Pernah Pak Asep sengaja nggak mau dibayar karena Larissa udah terlalu sering membantu Pak Asep tapi Larissa tetap menolak.

Ya Allah Larissa kenapa kamu begitu baik sih. Aku sampai nggak bisa berkata-kata setiap kali Pak Asep menceritakan kamu.

Bahkan Larissa juga mengikuti UKM di UPI yang itu berkaitan langsung dengan masyarakat. Sebenarnya banyak sekali yang mendukung Larissa untuk menjadi ketua UKM itu tapi seperti itulah Larissa, dia tidak mau terlihat menonjol dan dia hanya mau dijadikan sekertaris. Selain ikut organisasi di dalam kampus, Larissa juga ikut organisasi di luar kampus dan juga aktif menjadi relawan.

Pantas saja kata Pak Asep Larissa sibuk banget.

Walaupun Larissa punya banyak kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat, itu semua tidak sejalan dengan pertemanannya. Pak Asep merasa sangat sayang, Larissa tidak memiliki banyak teman. Larissa lebih suka menulis dan membuat komik di warung Pak Asep daripada jalan dengan teman-temannya.

Tapi bohong sekali kalo nggak banyak cowok yang mengejar-ngejar Larissa.

Nah ini topik yang paling aku tunggu. Aku penasaran benget sebenernya cowok seperti apa atau minimal siapa yang disukai Larissa.

"Iya dik neng Larissa itu banyak banget yang ngejar-ngejar, tapi dia sih pernah bilang ke Pak Asep kalo nggak salah dia itu nggak fokus ke hal-hal seperti itu dulu. Sebenernya dia itu suka dan lagi nunggu orang yang dia suka kembali"

"Siapa pak orangnya?"

"Wah neng Larissa nggak bilang ke bapak siapa. Terus bapak kan tanya kalo misal orang itu nggak dateng kumaha neng? Kata neng Larissa dia pasti Dateng kok. Neng Larissa sampai seyakin itu berarti neng Larissa beneran sayang atuh sama cowok itu. Pak Asep cuman takut kalo cowok itu beneran nggak dateng, kasihan atuh neng Larissa"

Aku jadi penasaran sebenarnya cowok seperti apa yang bisa membuat Larissa sampai sesuka itu. Sampai benar-benar menolak cowok lain demi mempertahankan cowok itu. Padahal bisa jadi cowok yang mendekati Larissa saat ini lebih lebih dan lebih baik dari cowok itu. Wah bakal jadi saingan berat ini. Harus cari tahu aku, tapi gimana caranya?. Aku juga nggak punya apa-apa yang bisa di banggakan, tapi Pak Asep memberi sedikit angin segar untukku. Kata Pak Asep sepertinya Larissa tidak mencari cowok yang punya ini dan itu tapi dia cari yang bisa mendukung dia, nemenin dia ngobrol dan mengerti kesibukan dia. Kalo itu sih gampang, aku pun yang nggak punya apa-apa ini bisa punya peluang

***

Mentari sudah semakin merah menimbulkan semburat oranyenya di langit. Mendatangkan senja. Iya senja, tapi bukan Senja Larissa Putri. Suasana di sekitar kampus sudah semakin sunyi. Mahasiswa mulai meninggalkan kampus kecuali beberapa mahasiswa yang memiliki jam kuliah malam atau mereka yang sibuk bergelut dengan tugas dan rapat. Para penjual mulai mengemasi dagangannya bersiap menutup warungnya untuk membukanya kembali esok pagi.

Pak Asep menghampiriku "dik boy nggak pulang? Udah mau gelap ini"

"Larissa eh senja belum ke sini pak" jawabku dengan sedikit cemas

"Pulang aja dik, neng Senja udah pulang biasanya jam segini"

"Bapak mau tutup warungnya?"

"Belum dik tapi bapak saranin dik boy pulang aja, kasihan atuh udah nunggu dari tadi"

"Ya udah pak saya pulang ya. Makasih sudah diajak ngobrol banyak meskipun saya nggak beli di warung bapak hehe" kata ku mulai menyerah dan khawatir tetapi juga tak enak dengan Pak Asep yang sudah sangat baik

"Gapapa atuh dik. Udah biasa itu mah"

Setelah berpamitan dengan Pak Asep aku pergi dari kampus tanpa Larissa. Aku merasa tidak enak sekaligus khawatir karena aku pergi bersama Larissa tapi aku tidak pulang bersama dia. Nanti kalo dia kenapa-kenapa gimana? Aku nggak bisa seperti itu.

Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah Larissa, menunggunya di depan rumah dan berharap aku tahu entah dia keluar rumah atau pulang ke rumah.

Satu jam, dua jam aku terus menunggu dia di depan rumahnya. Dari tadinya aku duduk di atas sepeda montor pak Dhe sampai aku duduk di trotoar di depan rumah Larissa. Entah sudah berapa nyamuk yang berusaha mengusikku tapi satu persatu berhasil ku bunuh dengan sedikit keteguhan hatiku untuk menunggu Larissa.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku menunggunya. Sampai tiba-tiba aku dibangunkan satpam yang menjaga daerah rumah Larissa.

"Dik, adik ngapain disini?" Tanya pak satpam dengan menggoyangkan pundak ku

"Oh maaf pak, bapak tadi lihat anaknya yang punya rumah ini? Yang cewek pak" tanyaku masih setengah sadar

"Wah bapak nggak tahu dik, kenapa nggak masuk aja dik?"

"Gapapa pak. Bapak nggak tahu ya pak, ya udah saya pulang saja pak"

Aku bangun dan melihat jam yang menempel ditanganku, ternyata sudah jam setengah sepuluh. Aku memutuskan untuk pulang karena sudah malam dan aku juga ada janji dengan temanku. Aku mulai menyalakan montor pak Dhe dan pergi menjahui rumah Larissa.

Di sepanjang perjalanan yang mulai sedikit sepi dengan angin yang menusuk tulang, aku terus berpikir kemana Larissa pergi? Kenapa sampai semalam ini dia belum juga pulang? Kamu kemana sa? Aku menghawatirkan mu.

***

Hi! Jangan lupa vommentnya yaa.. dukungan dari kalian bikin aku lebih semangat buat terus nulis dan lanjutin cerita ini sampai selesai 🙂🙏🏿

Diujung WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang