Bagian 6

71 13 1
                                    

"Kamu tidak punya hak untuk merebut kehidupan anakku! Anakku satu-satunya hanyalah Kim Seokjin!"

Aku terbangun dengan keringat dingin yang mengalir dipelipisku. Kenangan yang sudah lama ingin kuhapus dari ingatanku, kembali menghantuiku.

"Hei Namjoon! Bangun! Aku bawakan sarapan untukmu!" teriak seseorang dari balik pintu apartement.

"Masuk saja, pintunya tidak dikunci." ujarku menguap lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahku.

"Kau tidak pernah menguncinya?? Bagaimana kalau ada pencuri atau pembunuh masuk kesini?? Itu bahaya!" teriaknya saat masuk kedalam apartement.

"Kalau hyung kesini cuma mau memberikan omelan padaku, lebih baik pulang saja. Aku tidak ingin mendengar omelan dari orang yang sama cerobohnya denganku."

"Yak! Aku khawatir padamu. Dasar anak ini, tidak pernah mengerti rasa khawatirku haah.." desahnya, lalu mengeluarkan makanan dari kantong belanja yang tadi dibawanya.

Seokjin hyung adalah orang yang kukagumi, minus sikapnya yang cukup menyebalkan. Setelah orang tuaku meninggal, tidak ada saudara yang mau menampungku secara sukarela. Mereka semua memutuskan untuk menitipkanku di panti asuhan tanpa menanyakan pendapatku. Lalu Seokjin hyung muncul dan mengumumkan ke semua orang kalau dia akan membawaku ke rumahnya. Banyak yang tidak setuju dengannya terutama orang tua hyung sendiri, tapi hyung tetap bersikeras, pada akhirnya mereka menyerah dan membiarkanku tinggal dengan Seokjin hyung.

"Jangan pedulikan mereka. Kamu adalah adikku mulai sekarang. Meskipun orang lain membencimu, ingatlah satu hal, aku akan selalu menyayangimu."

Aku tidak tau kenapa dia sangat keras kepala ingin mengajakku, tapi kata-kata itu yang membuatku bertahan hidup dari kebencian keluarganya. Setelah lulus sekolah menengah, aku membulatkan tekad untuk tinggal sendiri.

"Jin hyung gak kerja?"

"Coba tebak."

"Bolos?"

"Memangnya aku begitu?"

"Kalau hyung ada masalah yang gak terpecahkan, hyung akan bolos dan pergi ke tempat yang tenang." Dari raut wajahnya aku langsung tau kalau dia kaget karena aku mengetahui salah satu kebiasaannya.
"Kalo hyung masih mau disini, nanti tolong kunci pintunya. Aku mau berangkat kerja dulu, makasih makanannya hyung." ujarku mengambil bento yang dibawa hyung, lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Hei, ini kan hari minggu!"

"Hari minggu adalah waktu yang tepat untuk bekerja daripada bermalas-malasan. Dah hyung." ujar Namjoon keluar dari apartementnya.

"Haahh, padahal aku kangen padanya karena beberapa hari ini lembur di kantor."

~~~~~~~~

'Minggu adalah hari yang cocok untuk bekerja' begitulah pikiran Namjoon yang saat ini sedang merapikan buku-buku dan menyusunnya sesuai urutan.

"Namjoon, tolong bawa ini ke loker yang diujung sana. Setelah ini kamu boleh istirahat." ujar wanita berkacamata, pemilik toko buku, Patricia.

"Baik." jawab Namjoon mendorong troli yang penuh dengan buku-buku tersegel rapi.

Pasti kalian bingung dengan pekerjaanku. Saat ini aku memiliki 2 pekerjaan tetap, siang hari aku kerja di toko buku dan malam hari di supermarket. Tentu saja dihari libur tidak ada kata sepi, kami benar-benar kewalahan jika hanya satu staff yang berjaga. Jadi pagi hari sampai siang di toko buku, sore sampai malam di supermarket. Lagipula jarak rumahku dengan supermarket lebih dekat daripada toko buku.

Setelah merapikan buku-buku dan mengurutkannya dengan benar, aku menarik salah satu kursi didekat sana lalu mendudukinya, merilekskan tubuhku dan menempelkan kepalaku pada meja.

Hidden SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang