Bagian 1

127 20 7
                                    

Seongdong-gu, Seoul

Terik matahari menerpa wajah cantiknya. Irene menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuhnya untuk menghindari cahaya itu.

"Nona.. Sebentar lagi sarapan. Nyonya besar nanti marah jika Nona belum bangun." bisik pengasuhnya sewaktu kecil yang bernama Gaeun menarik selimut milik nonanya.

"Sebentar lagi..." erangnya lalu menarik kembali selimutnya.

"Nona-"

Seseorang mendobrak pintu kamarnya dan berdiri didekat pintu kamarnya sambil melipat kedua tangannya.

"Aakkhh.. Pintunya bisa rusak nanti!" omel Irene yang langsung bangun dari tidurnya.

"Park Irene, apa gurumu pernah mengajarimu berteriak pada orang tuamu sendiri?"

"Tidak ibu. Aku akan bersiap dan langsung ke meja makan." ucap Irene tersenyum manis pada ibunya.

"Kamu punya waktu 15 menit untuk bersiap, ibu tunggu dibawah." ujar ibunya pergi meninggalkan kamar Irene.

"Gaeun!! Kapan ibu pulang??" ujarnya yang setengah berbisik.

"Nyonya sudah pulang.. sejak kemarin malam.." jawab Gaeun ikut berbisik.

"Apaa?? Kenapa aku tidak tahu?" Irene menghela napas pasrah dan segera bersiap-siap untuk sarapan.

Hanyang University, Seoul

Wanita berambut coklat bergelombang dengan hidung mancung, bibir kecil berwarna merah persik dan warna mata hitam pekat seperti batu obsidian bernama Park Irene, dewi kebanggaan Jurusan Teater & Film Hanyang, memiliki banyak kelebihan yang membuat semua orang takjub dengannya.

"Irene!" panggil dua temannya yang sedang asik bermalas-malasan.

"Gak ada dosen? Yang lain kemana?" tanya Irene.

"Iya gak ada, yang lain lagi nontonin gladi dari Jurusan Teknik, kayaknya mereka mau lomba gitu." ujar Nam Yuri, teman satu jurusan sekaligus teman dekat Irene.

"Pasti God of Destruction yang ingin mereka lihat." sahut teman disebelahnya, Wang Minji.

"God.. apa?"

"God of Destruction. Dewa penghancur dari Jurusan Teknik. Karena dia sering menghancurkan barang didekatnya dan bisa memperbaikinya seperti baru." Jelas Minji.

Sebenarnya Irene tertarik untuk mencari tahu seperti apa orang yang dijuluki dewa penghancur itu, tapi ia langsung mengurungkan niatnya.

"Kalau gitu aku langsung balik ya."

"Ntar kamu gak ikut dinner bareng?" tanya Yuri.

"Aku pass, mungkin lain kali. Maaf ya.."

"Oke, lain kali harus ya!" sahut Minji.

"Siap, titip salam buat temen yang lain ya." ujar Irene.

Saat ini ia ingin cepat-cepat pulang dan beristirahat sebelum ibunya datang nanti sore dan menyeretnya ke acara pertemuan koleganya.

BRUK

"Akh" Irene jatuh dengan menahan tubuh laki-laki yang jatuh ke arahnya. Ia mendorong laki-laki di atasnya ke samping lalu duduk dan mengatur napasnya karena menahan beban tubuh laki-laki itu.
"Hei, kamu gak apa?" tanya Irene menggoyang-goyangkan badannya, tapi tidak ada respon sama sekali. Wajahnya sangat pucat dan berkeringat. Irene menempelkan tangannya pada laki-laki itu.
"Sudah kuduga.."

Tanpa pikir panjang lagi, Irene merangkul laki-laki itu ke ruang kesehatan yang kebetulan saat ini sepi karena jam istirahat. Ia mencari obat penurun demam karena tubuh laki-laki itu sangat panas tapi Irene tidak menemukannya.

Hidden SyndromeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang