Chapter 2

557K 31.1K 4.9K
                                    

Alena menghentikan langkahnya di depan pintu rumah saat mendengar suara orang-orang yang tengah berdebat.

Alena mengintip disana ada papa, bunda, kakek dan neneknya yang tengah berdebat. Alena melihat jika bundanya menangis begitu pula dengan neneknya.

"Sampai kapanpun aku tidak akan menganggapnya sebagai putriku, hanya Nayla putriku satu-satunya!!!"

"Kamu sungguh keterlaluan Dimas, Alena juga putrimu darah dagingmu!!!"

"Aku tidak mencintai ibunya maka anak itu tidak berhak mendapatkan kasih sayang dariku!!"

"Istighfar Dimas!! Apa salahnya jika sekali saja kamu memperlakukan Alena sama seperti Nayla!!!"

"Aku tidak bisa!!"

"Mas tahan emosi kamu, kamu sudah meninggikan suara kamu di depan ayah dan ibu,"

"Cuih, ini semua gara-gara kamu!! Kamu perempuan yang membuat putraku seperti ini!!!"

"Berhenti menyalahkan istriku mah, Dinda tidak ada hubungannya dengan semua ini!!"

"Ada Dimas!!! Andai perempuan ini tidak ada maka kamu dan Sonya tidak akan bercerai dan membuat Alena menjadi korban!!"

"Cukup!! Aku dan Sonya sepakat bercerai karena memang kami tidak saling mencintai, bahkan Sonya juga sudah menikah dengan lelaki yang dicintainya ibu!!"

"Tapi jangan Alena yang kalian jadikan korban!!! Apa salah Alena dalam hal ini!! Anakmu itu tidak tahu apapun Dimas, coba kamu pikirkan bagaimana perasaan Alena saat kamu memanjakan Nayla di depannya? Bagaimana perasaan Alena saat kamu tidak pernah datang ke sekolahnya untuk mendampingi Alena menerima penghargaan? Bagaimana perasaan Alena saat kamu tiap tahun memberikan suprise ulang tahun pada Nayla sementara Alena hanya kamu berikan lilin dan alat pemantik sialan itu!!"

"Aku tidak peduli mah, sampai kapan pun putriku hanya Nayla satu-satunya, kalau papa dan mama lupa ini semua gara-gara kalian, andai saja kalian tidak menjodohkan aku maka semuanya tidak akan seperti ini, andai saja kalian merestuiku bersama Dinda maka Alena tidak akan ada dan menderita!!!"

Sudah cukup Alena mendengarkan perdebatan orang di sana, hatinya sudah cukup tersayat. Alena meninggalkan pekarangan rumahnya dengan keadaan menangis, yang penting sekarang ini Alena butuh tempat untuk menangis.

Alena tiba di tepi danau yang tak jauh dari rumahnya, Alena menangis kencang saat mendengar ucapan papanya.

"Hiks hiks apa salah Alena pah,"

Alena menepuk dadanya berkali-kali mencoba menghilangkan rasa sakit yang menghimpit di dadanya. Alena menangis kesakitan jika mengingat dirinya anak yang tak diinginkan di dunia ini.

Alena kembali mengingat di mana kedua orang tuanya menolak keinginan Alena kecil berusia tujuh tahun yang ingin di temani menerima piala lomba menggambar.

Flashback on

"Papa Alena dapat juara satu!!!"

Alena datang menghampiri papanya yang tengah menemani Nayla bermain di ruang tamu.

Sementara Dimas hanya diam dan menatap Alena sekilas lalu kembali fokus pada Nayla.

"Papa," Alena hendak menghambur ke pelukan Dimas tapi dengan cepat Dimas menahan tangan kecil Alena.

"Saya belum mandi, jangan peluk," Alena mengangguk lemah dan duduk di dekat Dimas memperhatikan Dimas yang tersenyum melihat Nayla cukup lama.

Dimas saat itu menoleh melihat Alena yang diam dengan tatapan kosong ke depan. Dalam hatinya Dimas juga tidak tau kenapa sulit memperlakukan Alena seperti Nayla.

Lilin [TELAH TERBIT & DISERIESKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang