PACTA | 1

65.3K 4.8K 325
                                    

Tekan bintang yuk!!

****

Ada beberapa hal yang berubah atas hidup mereka ketika pernikahan itu terjadi, terutama pada Safira. Meski mereka sudah memiliki beberapa perjanjian di dalam pernikahan itu, tetap saja keinginan Sean akan menjadi nomor satu.

Sean berulang kali melarang Safira untuk bekerja lagi di Kafe temannya. Lelaki itu mengatakan kalau Safira akan kelelahan dan sulit untuk diajak bergelut di atas ranjang kalau ia masih bekerja di sana.

Tapi, Safira dengan segala akal di dalam kepala memaksa untuk tetap bekerja karena ia tahu alasan itu sangat bagus untuk dirinya menolak ajakan Sean berhubungan badan.

"Gak bisa ... gue tetap harus kerja! Masih ada bokap sama adek gue yang harus gue biayain."

"Gue tambah uang bulanan lo!" ujar lelaki itu dengan tangan terlipat di depan dada, punggungnya bersandar pada sofa, dan pandangannya tertuju lurus ke arah Safira. "Mau berapa? Bilang aja."

Ngomong-ngomong, pernikahan mereka sudah berjalan hampir seminggu, dan selama itu pula Safira beralasan sedang datang bulan agar Sean tidak meminta jatah padanya.

Ya ampun, jatah? Safira geli sekali rasanya mendengar itu.

"Ma-maksud lo ...," mata Safira membelalak kaget. "Se-sepuluh juta mau lo-tambah?" Bahkan suaranya sampai tercekat. Sebanyak apa sih uangnya Sean itu? Safira benar-benar dibuat terperangah.

Membicarakan uang adalah sesuatu yang bisa membuat jantung Safira berdebar kencang. Dibanding mencium wangi parfum, perempuan itu lebih menyukai wangi uang yang baru keluar dari mesin ATM.

"Hm," Sean berujar angkuh, seangkuh wajahnya yang menyebalkan itu. "Gue kasih sebanyak yang lo mau, tapi jangan kerja lagi, di rumah aja layanin gue, termasuk seks." Tentu saja, memangnya apa lagi yang menjadi tujuan Sean memberi uang bulanan kalau bukan untuk itu.

Safira mendengkus. Harga dirinya sedang dipertaruhkan. Haruskah ia melepaskan keperawanannya hanya demi selembar uang? Bukan! Itu bukan hanya selembar. Ada banyak lembaran di balik uang sepuluh juta, bahkan sepuluh juta bisa untuk membayar gajinya selama tiga bulan.

"Gak usah sok mikir, Fir, gue tahu elo tertarik sama penawaran gue." Sean berujar jumawa, mengangkat kakinya ke atas meja.

Sial! Sudah berapa kali Safira direndahkan oleh lelaki itu? Tidak, ia tidak boleh kalah. Berdeham keras, Safira mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Biar pun gue mata duitan, gue tetap gak mau berhenti kerja!"

"Yakin?" Kedua alis Sean terangkat tinggi, ia juga menambahkan sebuah seringai saat mengatakan itu. "Gue tambah sepuluh juta, resign dari kerjaan lo!"

Semakin membelalak, Safira merasakan jantungnya terjun bebas ke dasar perut. "Se-puluh juta?" tanyanya tergagap. Kalau seperti itu selama sebulan saja ia sudah meraup penghasilan sebanyak dua puluh juta. "Lo yakin?"

Sean mengangguk samar, wajahnya tetap terlihat angkuh dan sombong membuat Safira semakin benci dengan lelaki itu. Tapi ... tidak! Ia tidak akan membiarkan Sean menginjak harga dirinya lagi. Ck, baru kali ini ia menolak rejeki.

"Gak! Mau lo tambah berapa pun gue tetap gak mau berhenti kerja!"

"Kenapa?"

"Gak mau aja, gue gak suka diem di rumah seharian!" Tangannya terlipat di depan dada.

"Lo bisa belanja."

"Tetap gue gak mau!"

Sean mendengkus, menurunkan kakinya dari atas meja lalu memajukan tubuhnya ke arah Safira. "Ada apa sih sama kafe temen lo itu? Kayaknya berat banget lo keluar dari sana!" Ia mulai terpancing dan wajahnya kini tidak sesantai tadi.

PACTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang