PACTA | 7

40.5K 3.5K 246
                                    

Yang nungguin vote sama komen dong

****

Safira baru saja keluar kamar dan menoleh pada pintu di sebelahnya yang masih tertutup. Bagaimana keadaan lelaki itu di dalam sana? Bisa tidur kah? Atau terlelap sangat nyenyak setelah menciumnya tanpa alasan? Ck, sialan! Semalaman Safira sulit sekali memejamkan mata hanya karena terus mengingat ciuman yang ia dan Sean lakukan.

Double sialan!

Kalau sudah sadar seperti ini, Safira jadi membenci dirinya sendiri yang bisa bersikap lemah saat Sean melakukan hal semena-mena padanya. Memang bukan ciuman pertamanya, tapi Safira merasa begitu bodoh karena tidak menghindar saat Sean melakukan itu semalam.

Menghentakan kaki sambil sedikit menggerutu, Safira lantas memasuki dapur. Ini masih terlalu pagi untuk dirinya beraktifitas, karena sulit tertidur, Safira jadi terbangun lebih awal. Memang menyebalkan, Sean yang mabuk tapi dirinya yang sulit tertidur.

Mengeluarkan dua lembar roti dan selai cokelat dari dalam kulkas, Safira berniat membuat sarapan untuk dirinya sendiri. Masakan yang Mami bawakan tadi malam masih ada, tapi Safira tidak berniat untuk menghangatkan makanan itu. Ia tidak ingin dibuat repot pagi ini.

Namun sepertinya tidak dengan lelaki yang baru saja keluar dari kamarnya itu. Begitu suara keluhan terdengar dari luar dapur, Safira tahu satu-satunya yang membuat paginya berantakan adalah sosok itu.

"Aduh, Fir ... kepala gue pusing!"

Safira langsung mendengkus saat mendengar suara ringisan dari lelaki yang semalam telah mencuri ciumannya. Sedikit banyak ia sudah menyiapkan diri untuk tidak bertindak bodoh seperti semalam.

"Fir ... pusing."

"Mabok aja terus!" gerutu Safira sambil mengolesi selai cokelat di atas rotinya. "Gilirian pusing nyarinya gue."

"Bikinin susu, Fir, kepala gue sakit banget." Suara itu terdengar lagi dari balik sofa ruang tengah.

Safira sama sekali tidak memperdulikannya. Cukup tadi malam ia memperlakukan lelaki itu sebagai seorang suami hingga berakhir dengan sebuah ciuman yang membuat wajahnya memerah dan detak jantungnya yang berdebar cepat.

"Ck, gue yakin semalam itu gue kerasukan jin!" dengusnya pelan.

"Fir ..."

"Bawel deh, Se!" Kali ini ia sedikit berteriak, hingga Sean bisa mendengar suaranya.

"Pusing..." keluh lelaki itu lagi

Bagaimana tidak pusing, semalam Sean meneguk banyak sekali minuman beralkohol, dan efeknya masih terasa hingga pagi ini.

"Siapa suruh lo mabok! Udah deh, jangan banyak ngeluh sama gue, gue gak akan nolongin lo!" ujar Safira dengan kesal.

Ya ampun, kenapa sih ia masih saja kesal?

Sean beranjak, melangkah dengan tangan memijat kening seraya mendekati Safira yang sedang sibuk membuat sarapan untuk dirinya sendiri. Hanya dua lembar roti dan segelas susu cokelat.

"Judes banget anak perawan," cibir Sean yang sudah berdiri di samping perempuan itu. "Perasaan semalem ada yang ngotot gak mau suaminya dipegang-pegang cewek lain. Giliran suaminya minta tolong gak dibantuin."

"Suaminya aja gak peduli istrinya pulang naik apa semalam," balas Safira tak kalah menyindir. Ia lantas menggigit sedikit rotinya yang sudah dilapisi selai cokelat. "Elo bahkan gak nanya gue ke rumah Mami naik apa?" ujarnya seraya mengunyah.

Sean yang masih merasakan pening di kepala lantas menyandarkan tubuhnya pada meja bar dengan posisi menyamping, membuatnya dengan leluasa memandangi wajah Safira yang sedang asik memakan rotinya sambil duduk di atas stool bar.

PACTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang