Rumah

19 2 0
                                    

Aku pulang ke rumahku, dan Bibi Anna juga pulang ke toko. Sebenarnya aku teringat Ayah dan Ibu, apakah mereka akan marah karena aku pergi tanpa pamit kemarin. Apapun itu entah mereka marah atau apapun aku akan menghadapinya.

"Ayah, Ibu aku pulang", ucapku sambil membuka pintu rumah pelan.

Benar saja dugaaanku, mereka terlihat sangat khawatir karena ulahku. Aku merasa bersalah dengan mereka.

"Itu dia Neira, kemana saja nak Ayah mencarimu", Ucap Ayah yang langsung menghampiri ku dan memegang kedua bahuku untuk memastikan aku baik-baik saja.

"Neira, Syukurlah anaku tidak apa-apa", ucap ibuku yang langsung memelukku.

Mereka terlihat sangat khawatir, tapi aku juga tidak bisa menceritakan semua hal pada mereka.

"Maafkan aku Ibu, Ayah", ucapku meminta maaf pada mereka.

"Kemana saja kamu, Ibu pergi ke Toko Anna berharap kamu akan ada disana tapi tokonya tutup dan tidak ada orang disana", ucap Ibuku yang masih terlihat cemas itu.

Mungkin aku bisa memakai alasan ini pada mereka,

"Aku pergi dengan Bibi Anna secara mendadak, maafkan aku karena tidak memberitahu dulu", ucapku.

"Baiklah tidak apa-apa, ayo makan kamu pasti belum makan", ucap ayahku.

"Sudah Ayah, perutku kenyang sekali tadi aku makan di toko Bibi Anna", ucapku.

"Maafkan aku berbohong Ayah, ibu", ucapku dalam hati sembari melihat ke arah mereka bergantian.

"Memangnya kalian pergi kemana nak?", Tanya Ayahku yang sedang duduk di kursi tua rumahku sebelah ibuku.

"Hmmmm aku pergi ke tabib di desa sebelah, dan katanya untuk mempercepat kesembuhan aku harus menginap dan lihat Ibu lukaku sembuh", ucapku berbohong pada mereka dengan memperlihatkan luka tanganku yang nyaris tidak berbekas.

"Aah benar bu lihat lukanya sampai hilang, padahal kemarin sepertinya sampai bengkak juga", ucap ayahku.

Aku tersenyum melihat kekhawatiran mereka yang terobati, meskipun jujur ada perasaan bersalah dalam diriku yang tidak bisa aku ceritakan. Mungkin perasaan ini juga yang Bibi Anna rasakan. Aku juga harus lebih mengerti perasaan orang-orang disekitarku dan tidak egois hanya dengan perasaan ku saja.

"Ayah, Ibu aku cape boleh aku tidur sekarang?", Tanyaku

"Baiklah nak ayo istirahat, selamat malam", ucap Ibuku mempersilakan aku untuk tidur.

Akupun bergegas pergi ke kamarku dan berisitirahat. Sejenak aku terpikir dengan semua hal yang aku alami akhir-akhir ini. Semua hal tampak seperti mimpi dan mengejutkan. Hingga aku pun tertidur karena lelahku dan karena pikiran ku. Hingga aku terbuai dalam mimpiku.

Alam mimpi,

Disebuah Padang bunga tulip yang luas dan dalam pelukannya.
"Kau tahu, aku berhasil menemukanmu lagi. Dan aku akan bersamamu kali ini", ucapnya.
"Menemukan lagi?", Tanyaku.
"Kau dan aku bersama, dan hanya itu yang aku tahu", ucapnya.

Aku memejamkan mataku dalam pelukan hangatnya itu, tak peduli dimana aku berada saat ini. Aku hanya menikmati nya saja. Merasa tenang dan menghilangkan semua beban pikiranku selama ini.

"Aku menemukan lagi yang hilang itu", ucapnya sambil mengecup keningku ini.

Deg... Deg...

Aku terbangun dengan membuka mataku dan tersadar dari mimpi indah ku itu bahkan tanpa gangguan sedikit pun. Dengan mata yang masih terbuka aku melamunkan lagi mimpiku itu.

"Mimpi ini, seperti memberi tahuku tentang sesuatu lagi", gumamku sendiri.

"Ahhh sudahlah aku mau tidur lagi, plis jangan mimpi lagi aku mau tidur saja yang lelap", ucapku sendiri sambil menenggelamkan diriku sendiri dalam selimut hangat ku.

_____

Keesokan harinya,

Aku duduk di kursi coklat rumahku yang sederhana ini, bersama kedua orang tuaku. Kami sarapan bersama dengan roti gandum panggang yang ibu buat untuk kami yang telah menjadi menu utama makan kami.

"Bu sebentar lagi kita mulai bertani gandum lagi, jadi untuk sementara ibu dulu yang menjual sayur di pasar yah", pinta Ayahku pada ibu.

"Baiklah suamiku, sepulang dari pasar aku akan segera pergi ke ladang", goda ibuku.

Kita bertiga bercanda gurau di meja kecil ini. Senyuman pagi yang kami dapatkan ini telah menjadi syukur untuk tuhan. Keluarga sederhana ini, aku menyayanginya.

"Neira kamu mau kemana hari ini?, Mau ikut ayah atau ibu?", Tanya ibuku.

"Hmm maaf Bu, hari ini aku akan pergi ke ...",ucapku.

"Baiklah, lagipula dia bukan lagi gadis kecil kita. Pergi saja nak", ucap Ayahku yang memotong perkataan ku .

"Ah Ayah, aku hanya ingin pergi dengan Bibi Anna", rengek ku pada Ayahku.

"Sudah sudah kemanapun kamu pergi, hati-hati nak", ucap Ibuku.

Matahari semakin naik, dan Ayah Ibu sudah bergegas untuk pergi bekerja. Aku pun bergegas untuk pergi ke toko Bibi Anna.

Sekejap aku sudah berada di toko bibi Anna, hanya saja suasana disana sedikit berbeda. Terlihat banyak orang yang melayani pembeli roti itu.

Aku sedikit heran dan terus masuk ke toko dan membuka pintu untuk masuk ke ruangan pribadi bibi Anna, dan benar saja disana pun ada beberapa orang yang sedang berbicara dengan Bibi Anna. Entah sejak kapan toko menjadi seramai ini, tanpa berkata apapun aku pergi menepi dan duduk di sofa kecil itu dan menunggu Bibi selesai berbicara dengan mereka.

Setelah beberapa menit kemudian mereka pergi keluar dari ruangan itu dan hanya tinggal kami berdua.

"Bibi kenapa menjadi banyak sekali orang disini?", Tanyaku.

"Lagi pula selama ini aku sendirian untuk tidak terlalu mencolok dimata mereka", ucap bibi sambil melirik ke arah orang-orang yang berada di luar jendela kamar itu.

Aku mencoba mengerti dengan maksud bibiku itu,

"Aku yakin kamu pun pasti mengerti Neira", ucap Bibi Anna yang tangan nya masih terlihat sibuk membereskan beberapa berkas di toko.

"Bibi jika aku ini penyihir, aku ini penyihir jenis apa?", Tanyaku pada Bibi Anna.

Ia menghentikan kesibukannya sebentar dan menoleh ke arahku,

"Pewaris Tahta", ucap bibi Anna.

"Apa?", Tanyaku spontan.

Ia hanya tersenyum ke arahku dan melanjutkan pekerjaannya itu.

"Bibi apa hubungan ku dengan seorang vampir?", Tanyaku.

Mendengar pertanyaan ku itu entah apa yang dipikirkan nya, ia terlihat sangat kaget.

"Apa kamu bertemu dengan mereka? Dengar jika kamu bertemu dengan mereka pergi dan hindari saja jangan berurusan dengan mereka", jelasnya panjang.

Aku sangat heran kenapa Bibi Anna terlihat sangat khawatir, apa itu artinya ia tidak tahu apapun tentang vampir.

Bersambung ...

The Romance Of A Secret Magic And VampireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang