Part 6

4 0 0
                                    

Kalian tahu apa yang paling mengerikan di dunia ini? Uang? Waktu? Menurutku bukan, jawabannya adalah standar yang dipaksakan cocok dengan semua orang. Dari kecil kita memang sudah dicekoki oleh pola pikir macam ini. Lihatlah di sekolah-sekolah, murid-murid ditekan untuk punya nilai yang bagus di pelajaran matematika dan bahasa Inggris supaya bisa dianggap pintar. Bahkan ada orangtua yang mengharuskan anaknya untuk masuk peringkat tiga besar kalau bisa menjadi nomor satu. Mereka lupa bahwa setiap anak itu berbeda, berbeda minat dan keterampilannya. Pun yang seharusnya dilakukan orangtua adalah mendukung semaksimal mungkin apa pun potensi anaknya agar anaknya menjadi yang terbaik dalam versinya. Bukan menjadi yang terbaik dibandingkan dengan anak-anak lain.

Halah, itu semua hanya ada dipikiranku yang sedang bergelung dengan bantal dan guling. Pada kenyataannya itu semua tidak akan pernah bisa meluncur keluar dari mulutku seperti kembang api yang meluncur ke udara dan meledak di angkasa. Saat aku sibuk dengan segala macam pikiran yang berlalu lalang, jarum jam di kamarku perlahan mulai menunjuk tepat ke arah jam satu dini hari. Jam besar di ruang tengah berbunyi kencang sekali. Tak lama kemudian, terdengar suara lagi. Kali ini dari ponselku. Mars. Ada apa malam-malam begini dia telepon?

"Halo"

"Ya, kenapa Mars"

"Nggak apa-apa. Iseng aja mau nelepon lo. Sorry ya kemaren malem bikin lo bête. Sekarang udah nggak bête lagi kan?"

"Biasa aja"

"Lo kenapa si jutek banget. Wuuu... pantes jomblo mulu. Ga laku lo jutek mulu"

"Auk gelap. Biarin aja, Gue feminis"

"Anjir... nemu kata begituan dari mana lo? Ciee udah pinteran dikit sekarang"

"Nyebelin lo"

"Beuh kan bête lagi. Dasar incess. Nih dengerin dongeng gue aja ya"

Hari itu, aku mendengarkan cerita Mars yang panjang lebar dan menggelikan sampai aku kembali tertidur dengan ponsel yang masih terhubung. Entah dia tahu atau tidak bahwa aku sebenarnya sudah jauh tertidur saat dia sedang bersemangat menceritakan semua kisah konyol dengan cinta pertama yang selalu dibangga-banggakannya. Punya mantan satu saja suda bangga betul dia, dasar Mars.

Sejakkita berteman dia memang tahu betul bahwa cara terbaik untuk menghiburku adalahmenceritakan cerita konyol yang membuatku mengejeknya tanpa ampun.Aku sungguhberuntung bisa memiliki teman seperti Mars.

BulanWhere stories live. Discover now