Part 10

3 0 0
                                    

"Lo yang kenapa? Mau balikan sama dia?"

"Apa urusan lo?" jawabku seraya menyambar helm di tangan Mars dan langsung naik ke motor. Dia tidak bicara lagi bicara di sepanjang jaalan menuju rumahku. Begitu pun ketika sampai, Mars langsung pergi, tidak mampir untuk makan siang seperti biasanya.

Hari-hari berikutnya, Gerhana selalu mengajakku makan siang bersama. Namun, Mars dan Teo tak ikut lagi, enatah kenapa. Aku dan Gerhana mulai dekat kembali dan jujur aku menikmati ini. Hingga suatu hari, Teo berkali-kali meneleponku saat makan siang.

"Lan, lo lagi sama Mars?"

"Lho, nggak. Dia nggak sama lo?"

"Dia ga ngampus, di kosan juga nggak ada. Tadi gue telepon ke rumahnya juga nggak ada katanya."

"Lagi maen kali"

"HP-nya juga nggak aktif. Nggak biasanya kan dia matiin HP."

"Lowbatt kali."

"Lo nyadar nggak sih, dia beda belakangan ini? Gue mau nyari dia. Ke makan nyokapnya kali ya? Apa ke makam Teja?"

Teja. Nama yang baru saja diucapkan Teo tiba-tiba membuatku merasakan ada sesuatu yang meninju dadaku. Dia kekasih Mars, cinta pertamanya. Teja meninggal setelah menelan sepuluh pil tidur sekaligus di kamarnya. Alasannya, entahlah, hanya Mars dan keluarga Teja yang tahu. Kasusnya bahkan tidak diserahkan kepada polisi. Keluarga Teja sangat rapat menyimpan kasus kematian putri tunggalnya. Hari itu, Mars tak berhenti menangis. Aku dan Teo duduk di sampingnya sambil tak henti menepuk bahu dan punggungnya. Mars sangat menyayangi Teja. Sampai sekarang pun, setiap kali dia merasa bahagia dan sedih, pusara Teja yang akan dituju, selain pusara ibunya.

Mars. Malem ini ke rumah ya. Bunda masak banyak. Ajak Teo juga biar dia puas makan di rumah gue. Pesan singkat kukirim pada Mars, berharap dia datang dan menceritakan hal yang membuatnya begitu gelisah dan pendiam belakangan ini.

BulanWhere stories live. Discover now