15 ~ Telepon dari Khansa

86 9 0
                                    

Hari minggu adalah hari Khalil. Biasanya dia akan bangun jam sepuluh pagi. Setelah mandi dia akan sarapan dengan makanan buatan Indah. Lalu pergi kemana saja dia bawa. Hampir seharian di rumah Ken, nongkrong bersama teman-temannya, atau main futsal. Khalil suka main futsal, tapi tidak mau bergabung dalam club futsal di sekolah karena Khalil tidak suka terikat oleh organisasi manapun yang dibuatnya diatur-atur.

Tapi minggu ini rasanya berbeda. Indah belum pulang. Bik Asmah sudah di rumah, namun tetap saja rasanya berbeda. Nasi goreng yang disediakan Bik Asmah di rumah sama sekali tidak membuatnya selera. Rumah pun jadi semakin sepi tanpa ocehan Kayla yang biasa Khalil dengar setiap hari.

Khalil menenggak air putih sekali teguk. Nasi goreng yang dibuatkan Bik Asmah tidak dia sentuh sama sekali. Khalil jelas tahu ada yang kurang di rumah ini, tapi egonya yang setinggi langit itu tidak mengakuinya. Cowok itu menatap jam yang menggantung di dinding, pukul sepuluh. Dan dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.

Meninggalkan makanannya, Khalil kembali ke kamar. Membuka jendela kamarnya dan menyibak gorden supaya cahaya matahari masuk. Untuk beberapa saat Khalil hanya terduduk di tempat tidur sebelum berderap ke kamar mandi untuk mandi.

Rencananya Khalil ingin ke rumah Ken, makanya setelah mandi dia langsung mengambil ponselnya yang terletak di nakas. Namun melihat lima panggilan tak terjawab dari Khansa, niat itu urung. Dia malah menelepon balik Khansa dengan perasaan lebih baik dari sebelumnya.

"Halo," sapanya.

"Assalamu'alaikum, Khalil!"

Khalil meringis sebelum menjawab salam Khansa. "Wa'alaikumussalam. Ada apa, Sa?"

"Nggak ada apa-apa."

"Ada lima panggilan tak terjawab dari kamu. Kamu baik-baik aja?"

Dapat Khalil dengar gadis di seberang sana tertawa. Entah karena alasan apa. Apa ada yang lucu? "Nggak ada apa-apa kok, Khalil. Aku juga baik-baik aja, nih."

"Terus kenapa nelpon?"

"Nggak boleh, ya?"

Khalil merebahkan tubuhnya ke ranjang dengan kaki yang menjuntai ke lantai. Rasa sepinya sedikit terusir. "Boleh. Heran aja."

"Aku nelpon kamu cuma karena lagi pengen aja, kok."

"Cuma karena lagi pengen?" ulangnya seolah tak percaya dengan jawaban aneh Khansa.

"Iya."

"Aneh kamu!"

"Kamu orang kesekian yang bilang aku aneh. Malah ya, kalau ada orang yang bilang aku nggak aneh, aku malah nyangka dia lah orang aneh sesungguhnya. Berarti kamu normal."

Khalil tertawa pelan. Khansa selalu bisa membuat suasana hatinya lebih baik. Membuat apapun yang dirasakan Khalil jadi terasa benar.

"Ih, kok ketawa?"

"Nggak boleh emang?"

"Boleh, sih. Kalau kamu ketawa artinya kamu lagi senang. Buat orang lain senang itu dapat pahala."

"Kapan-kapan gantian kalau gitu."

"Gantian gimana?"

"Gantian aku yang buat kamu senang."

"Kenal sama kamu aja aku udah senang, kok."

Lagi-lagi Khalil tertawa. Akhir-akhir ini dia sering tertawa gara-gara gadis itu. "Kamu lagi ngegombal?" tanyanya masih dengan sisa tawa.

"Nggak. Aku memang senang udah kenal sama kamu. Kayak ... apa ya ...,"

"Kayak apa?"

"Kayak takdir. Menurutku setiap pertemuan itu pasti ada alasannya."

Khalil dan KhansaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang